Karena liburannya sangat panjang, maka ada sebagaian dari hari libur itu diorganisasi secara sederhana namun tidak mengurangi profesionalisme, yaitu bersepeda menelusuri daerah-daerah indah yang menyejukan hati di beberapa lereng pegunungan di Bandung.
Beberapa area jalan beraspal dan landai sedikit, sebagaian beraspal dan nanjak terjal, begitu juga banyak jalan berbatu yang menanjak sedang dan sangat terjal, sehingga diperlukan kesabaran mengayuh dan keseimbangan sensori motorik. Karena banyak tanjakan, tentunya juga banyak turunan, bahkan karena salah jalan beberapa teman-teman yang berharap akan turun “down hill”, yaitu turun dengan kecepatan tinggi, terpaksa gagal karena berubah menjadi turun dengan sepeda di menaiki pemiliknya.
Perjalanan ini dikatakan mengandung “The spiritual Cycling” yaitu bersepeda penuh hikmah spiritual disebabkan oleh perjalanan, tidak hanya diperlukan otak kiri (IQ) yang penuh dengan matematisnya, namun juga diperlukan otak kanan (EQ) yang penuh dengan kreativitasnya, dan bahkan lebih banyak diperlukan otak hati (SQ) yang penuh keindahan bersyabaran dan rasa syukur optimal.
Perjalanan ini secara garis besar terkelompokkan menjadi empat tipe pesepeda, yaitu:
Kelompok Pertama, pesepeda yang punya rasa sabar yang sangat bagus dan juga punya rasa syukur yang sangat bagus. Kelompok ini, menikmati semua perjalanan dengan segala kondisi perjalanan, mulai dari tanjakan beraspal, bebatuan, jalan setapak tanjakan, jalan setapak turunan tajam dan bahkan menikmati salah jalan sehingga sepeda harus menaiki pemiliknya. Mereka rajin menkonsumsi vitami sabar dan vitamin syukur. Dampaknya adalah mampu membaca sinyal-sinyal kebesaran Allah swt dan bahkan ingin bersepeda lagi, sampai terucap, alangkah indahnya kalau setiap hari bisa cuti bersama keluarga dan bersepeda seperti ini.
Kelompok kedua, pesepeda yang punya rasa sabar sangat bagus namun rasa syukurnya sangat kurang. Kelompok ini, menikmati semua perjalanan dengan segalan kondisi perjalanan mulai dari tanjakan beraspal, bebatuan, jalan setapak tanjakan dan licin, serta jalan setapak turunan berbatu. Mereka sangat sukses menghadapi aneka kesulitan, namun ketika dihadapkan banyak kemudahan, teman-temannya ditinggal serta tidak berkesempatan lagi untuk membaca sinyal-sinyal kebesaran Allah swt.
Kelompok ketiga, pesepeda yang sangat kurang rasa sabarnya namun punya rasa syukur yang sangat bagus. Kelompok ini, tidak bisa menikmati semua perjalanan yang kondisinya sangat sulit, terjal, berbatuan, licin dan lain sebagainya dan bahkan sering marah-marah karena merasa tidak diperhatikan temen-temen lainnya. Sehingga merasa dirinya ditinggal, padahal hampir semua pesepeda selalu menunggu pada pos-pos tertentu, setelah komplit baru jalan lagi. Namun anehnya, ketika kondisi perjalanan sesuai dengan yang dia harapkan, temen-temen lainnya ditinggal dan tidak mau menunggu kecuali dirinya dihadapkan oleh kesulitan lain. Sehingga bertemu lagi dengan temen-temen lainnya bukan karena dia sengaja menunggu, namun disebabkan dirinya sudah kehabisan energi sehingga temen-temen lainnya mampu menyusul.
Kelompok keempat, pesepeda yang sangat kurang rasa sabarnya dan juga kurang rasa syukurnya. Kelompok ini, sengsara sepajang perjalanan. Ketika nanjak aspal mengeluh, nanjak jalan tanah setapak ngeluh, nanjak jalan berbatu juga mengeluh, turunan bebatuan ngeluh, turun jalan tanah setapak ngeluh. Kelompok ini selalu berharap jalan yang landai. Padahal, kalau Bandung sebagai pilihan untuk bersepeda, harus rela dengan senang hati menikmati jalan tanjakan dan turunan, namanya juga daerah Bandung, penuh perbukitan.
Sahabat CyberMQ
Hidup ini adalah kesulitan dan juga kemudahan, sama juga dengan bersepeda penuh dengan tanjakan dan juga turunan. Tanjakan bisa dianggap merupakan kesulitan, bagi yang tidak hobi tanjakan, namun bagi yang spesialis tanjakan, maka tanjakan adalah kemudahan. Begitu juga turunan, bisa dianggap merupakan kesulitan, bagi yang tidak hobi turunan, apalagi yang trauma pernah jatuh, namun bagi yang spesialis turunan, maka turunan adalah kemudahan.
Jadi intinya, ketika kita bersepeda, kemudian semua kondisi jalan kita jadikan sebagai sahabat perjalanan, insyaAllah kita akan menikmati The Spiritual Cycling, yaitu menjadikan tanjakan dan turunan dengan segala kondisinya dijadikan hobi perjalanan. Kalau tidak, pulang ketempat penginapan masing masing penuh dengan kesengsaraan karena kelelahan. Istri serta anak-anak pada cemberut karena janji pulang jam 12.00 WIB, aklhirnya sampai rumah jam 16.30 WIB, dan malamnya tidak sempat membawa keluarganya keliling Bandung, sebab semalaman tidur mendengkur.
Begitu juga kehidupan, kalau kita tidak pernah bersahabat dengan aneka jalan kehidupan, energi sudah dihabiskan untuk mengeluh melihat suasana dunia yang penuh dengan kondisi tak terduga, sehingga berdampak tidak sesuai dengan harapan kita. Pulang kerumah tinggal energi sisa yang tidak dipenuhi dengan senyum keberkahan bagi keluarga.
Selamat menikmati kesengsaraan hidup sampai ajal menjemput, bagi siapapun diantara kita yang tidak pernah mempersiapakan diri untuk bersabar dan sekaligus bersyukur. Berani hidup bersahabat dengan masalah !!! Bagaimana pendapat sahabat ???
Masrukhul Amri: Seorang Knowledge Entrepreneur-pengusaha gagasan, bertempat tinggal di hp. 0812-2329518, Aktivitas sehari-hari sebagai Konsultan Manajemen Stratejik-Alternatif dan Director The Life University; Reengineering Mindsets - Unlocking Potential Power, TIM Daarut Tauhiid Bandung, sampai sekarang mengasuh acara MQ Enlightenment di 102.7 MQ FM. Spesialis konsultasi alternatif di beberapa perusahaan nasional dan multi nasional MBA-Main Bersama Amri di CyberMQ dan dosen tamu di beberapa perguruan tinggi di Bandung dan luar Bandung. Mottonya adalah mari sama-sama belajar menjadi yang terbaik. e-mail : amri{at}mq{dot} co{dot}id