Hidup ini harus punya ciri khas produktif yang mempunyai nilai jual kompetitif. Tanpa ciri khas produktif yang kompetitif, kita akan ternggelam dalam kesengsaraan produktivitas dan berdampak hidup menjadi beban kehidupan dan juga membebani kehidupan.
Kalau kita diibaratkan sebagai “Terasi”, maka tetaplah punya ciri khas “Terasi” yaitu bau kurang sedap dan setiap orang cenderung untuk menutup hidung ketika lewat pabrik “Terasi”. Namun, dengan ciri khas yang bau dan warna coklat kehitaman itu, “Terasi” tetap saja dicari orang. Terutama kalau mau membuat rujak. Kemasan boleh berubah-ubah, seperti akhir-akhir ini “Terasi” dikemas indah seperti permen. Namun, ciri khasnya, jangan sampai hilang. Sebab itulah “Terasi” yang selalu bikin rindu para penggemar rujak.
Kalau Honda mempunyai ciri khas dengan rancang bangunnya yang jempolan, mereka tidak hanya berfikir tentang pembuatan mobil saja namun juga meluncurkan ciri khas baru yaitu memproduksi sel surya bagi rumah dan bisnis tahun depan.
Nokia, merupakan tim yang beragam untuk menciptakan “peta dunia” yang berorientasi pada masa depan untuk trend makro. Ciri khasnya adalah mendisain ponsel murah bagi pasar pengembang. Sehingga, dianggap masuk zaman purbakala kalau kita hidup tidak punya ponsel.
BMW agar punya ciri khas yang bertahan terus menerus akhirnya membuat terobosan baru yaitu menyatukan tim untuk berkolaborasi di pusat riset inovatif. Mengadakan persaingan di antara desainer agar mampu membuat model mobil baru.
Beda lagi dengan Sony, dengan punya kesadaran bahwa produknya ada gejala kurang kompetitif, maka mereka mencoba membuat ciri khas yaitu fokus pada produk resolusi tinggi dan perbaikan struktur organisasi.
Kami punya kenalan seseorang yang sederhana, lugu dan pendidikannya juga tidak tinggi. Namun beliau punya ciri khas, yaitu rajin bersilaturahmi. Bukan hanya bersilaturahmi, namun ketika silaturahmi selalu meminta izin untuk menanam bunga dan sekaligus merawatnya.
Dia tidak meminta biaya apa-apa, sebab itu penyaluran hobi dan sambil silaturahmi. Nanum, ciri khasnya itu, memancing rizki yang bisa menutupi kehidupan keluarganya. Sebab, setiap dia datang untuk merawat bunga, selalu saja ketika pulang mendapat rizki dapat berupa uang dan aneka makanan dan barang-barang lainnya.
Sahabat MQ,
Ciri khas-ciri khas itu, sebenarnya sering kita jumpai dalam kehidupan kita. Namun kekurangtanggapan kita dalam menghadapi kejadian-kejadian sebagai pemancing ciri khas, akhirnya lewat begitu saja.
Dampaknya, kita menjadi tidak ada dalam benak kehidupan orang lain. Ketika diri kita tidak ada dalam benak orang lain, maka jejaring saluran kesuksesan hidup akan terputus. Ketika terputus, saluran-saluran rizki juga terputus oleh kesalahan diri kita sendiri.
Berani hadapi tantangan punya jiwa yang mampu meledakkan ciri khas kehidupan produktif, atau kita rela hidup tidak ada di benak orang lain? Bagaimana Pendapat sahabat !!!
Masrukhul Amri: Seorang Knowledge Entrepreneur-pengusaha gagasan, bertempat tinggal di hp. 0812-2329518, Aktivitas sehari-hari sebagai Konsultan Manajemen Stratejik-Alternatif dan Director The Life University; Reengineering Mindsets - Unlocking Potential Power, TIM Daarut Tauhiid Bandung, sampai sekarang mengasuh acara MQ Enlightenment di 102.7 MQ FM. Spesialis konsultasi alternatif di beberapa perusahaan nasional dan multi nasional, MBA-Main Bersama Amri di CyberMQ dan dosen tamu di beberapa perguruan tinggi di Bandung dan luar Bandung. Mottonya adalah mari sama-sama belajar menjadi yang terbaik. e-mail : amri@mq.co.id