Azan Shalat Jumat berkumandang, kuhentikan beristigfar kepada-Nya. Saatnya menyambut panggilan Tuhan dengan membalas setiap lantunan azan yang dikumandangkan. Setelah usai, kubacakan doa dan salam kepada baginda Rasul kemudian kutunaikan Shalat Sunat dua rakaat. Segera aku berdiri dan menatap barisan demi barisan yang ada, 2 sampai 5 barisan di depanku.
``Aha, ada satu tempat kosong, pikirku. Aku maju ke arah itu dan shalat di situ. Aku yakin setiap langkahku kan dicatat oleh malaikat yang senantiasa mengawasiku. Teringat akan pesan nabi, di mana shaf lebih depan memiliki banyak keutamaan.
Setelah Shalat Sunat ditunaikan, kunantikan iqamat, tanda Shalat Jumat dimulai. ``Allahu akbar... Allahu akbar, Asyhadualla illaha illallahu... Wa asyhaduanna Muhammadarrasulullah...`` aku berdiri dan memperhatikan jarak jemari kaki antar jamaah satu dengan lainnya yang masih berjarak, belum saling merapat. Aku berpikir cepat
akankah aku maju, apakah masih sempat? Karena pasti akan menggeser 5 jamaah yang ada dikiri dan kanannya untuk merapatkan jari kaki mereka. Aku khawatir mengganggu. Tapi batinku berkata, `` Ayo maju, karena itu memiliki banyak keutamaan seperti pesan Nabimu.``
Kupikir, mereka mungkin belum mengetahui atau bisa jadi karena motif sajadah panjangnya memisahkan susunan shaf mereka. Motif tiang pada sajadah itu tampak memisahkan dan menciptakan jarak. Jamaah shalat semestinya tidak pula menyesuaikan posisi barisan mengikuti motif tiang pada sajadah panjang. Melainkan menempelkan bahunya dengan bahu temannya, menempelkan lututnya dengan lutut temannya, dan menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya.