Abatasa - Belajar Bersama

Wafat di Gurun Pasir

pada Minggu, 03 Juni 2012 20:19 WIB

Pada masa pemerintahan Khalifah umar bin Khattab, ada ungkapan yang sangat terkenal yang berasal dari Abu Dzar. Anna laka hadza? Begitu bunyi ungkapan itu, yang berarti dari mana Anda mendapatkan? Ungkapan ini menjadi slogan paling popular dalam rangka pemberantasan korupsi di masa Khalifah Umar bin Khattab.

Khalifah boleh berganti, tetapi kebenaran harus tetap ditegakkan. Umar telah meninggal, dan kini tampuk pemerintahan ada di tangan Ustman bin Affan. Pada masa Ustman, Abu Dzar dikirim ke Damaskus wilayah kekuasaan Muawiyah dikenal sebagai gubernur yang hidupnya serba mewah. Tidak butuh waktu lama untuk membuat telinga Muawiyah panas karena ketajaman lisan Abu Dzar yang terus mengkritiknya. Salah satu kritik Abu Dzar yang sangat pedas adalah "Seorang tidak boleh menyimpan harta lebih dari tiga malam, kecusli segera diberikan kepada yang berhak menerimanya."

Suatu petang menjelang maghrib, Abu Dzar kedatangan tamu dari pemerintahan. Tamu itu memberikan uang seribu dinar kepada Abu Dzar.

"Uang apa ini" tanya Abu Dzar.

"Dari baitul mal untuk Tuan," kata tamu itu.

Karena berasal dari baitul mal, Abu Dzar menerimanya. Setelah itu ia segera menunaikan shalat maghrib.uang apakah sebenarnya itu? Uang itu bukan berasal dari baitul mal, melainkan dari Muawiyah sendiri. Ia akan menguji apakah Abu Dzar kosisten dengan ucapannya atau tidak. Esok paginya ia memerintahkan seorang pengawal menemui Abu Dzar.

"Untuk apa engkau kembali lagi?" tanya Abu Dzar.

"Maaf Tuan, semalam saya salah dalam melaksanakan tugas. Uang itu sebenarnya bukan untuk Tuan."

"Sayang sekali, uang itu sudah habis aku bagikan kepada penduduk miskin tadi malam."

"Tapi itu bukan milik Tuan."

"Jangan khawatir, saya akan menggantinya secara penuh."

Pengawal itu langsung ngeloyor pergi dan menemui Muawiyah. Muawiyah yang mendengar kejadian tadi, benar-benar tidak menyangka bahwa Abu Dzar berani mengambil resiko sebesar itu. Hati Muawiyah ciut, Abu Dzar memang sosok yang sangat teguh pendiriannya.

Muawiyah pun menulis surat kepada Khalifah Ustman agar menarik Abu Dzar kembali ke Madinah. Ketika tiba kembali ke Madinah, Abu Dzar tetap tidak bisa diam melihat Ustman yang lebih mengutamakan keluarganya dalam kekuasaan. Ustman gerah oleh kritik tajam Abu Dzar. Akhirnya, Ustman mengambil keputusan membuang Abu Dzar ke Rabadzah, sebuah dusun di tengah padang pasir yang sepi 80 km di luar kota Madinah. Di sana Abu Dzar tinggal bersama istrinya.

Suatu hari Khalifah Ustman menyuruh seorang budak menyerahkan sejumlah uang ke Abu Dzar di Rabadzah.

"Saya datang kesini untuk menyampaikan uang dari Khalifah Ustman," kata budak itu.

"Untuk apa?"tanya Abu Dzar.

"Tidak tahu, Tuan. Saya hanya diminta untuk memberikannya kepada tuan. Tetapi jika Tuan menerima uang ini, saya akan dimerdekakan. Maka terimalah."

Abu Dzar seperti dihadapkan buah simalakama. Persoalan ini sungguh pelik. Jika uang ini saya terima, budak itu bisa bebas, tetapi aku menerima uang yang belum tentu halal hukumnya. Berarti aku memakan barang syubhat. Tetapi jika aku menolak, berarti aku telah menganiaya budak itu sehingga tidak bisa merdeka.

Abu Dzar akhirnya meminta waktu sejenak untuk berpikir. Sesaat kemudian ia menemui budak itu sambil berlinang air mata. Abu Dzar memilih menolak uang itu.

"Saya bisa memahami keinginanmu untuk merdeka, tetapi maaf, saya tidak bisa menolongmu dengan menerima uang ini," kata Abu Dzar.

"Mengapa?" tanya budak itu.

 "Sebab jika aku menerimanya,  ganti aku yang menjadi budak. Sekali aku menerimanya maka aku akan mati sebagai budak kekayaan dan kekuasaan."

Abu Dzar dikaruniai umur yang panjang oleh Allah. Seperti yang sudah disabdakan Rasulullah, Abu Dzar akan mati sendirian. Artinya, ia meninggal dengan tidak ditemani banyak orang. Hanya istrinya yang setia menemani hingga akhir hayatnya.

Menjelang akhir hayatnya, sang istri sempat menangis meski Abu Dzar mencegahnya.

"Tak perlu menangisi kepergian saya," kata Abu Dzar.

"Saya tidak menangisi kepergianmu."

"Lalu apa yang kau tangisi?" Abu Dzar balik bertanya.

"Saya menangis karena memikirkan dari mana saya akan mendapatkan kain kafan untuk membungkus jenazahmu. Kita tidak punya pakaian untuk dipakai sebagai kafanmu."

"Jangan menangis istriku, saya pernah mendengar Rasulullah pernah menjanjikan soal itu."

"Janji apa"

"Rasulullah pernah bersabda bahwa aka nada diantara kami yang meninggal di tengah padang pasir tandus lalu datang serombongan orang beriman yang menolongnya."

"Mungkinkah yang disebut Rasulullah itu engkau, suamiku?"

"Insya Allah. Tenang sajalah, semoga sebentar lagi rombongan itu tiba di tempat ini," katanya yakin.

Setelah itu istrinya pun tenang melepas kepergian Abu Dzar. Dan memang benar, tak lama kemudian rombongan Abdullah bin mas`ud lewat di padang pasir Rabadzah.***


Sumber: Buku Mutiara-Mutiara Hati, Penulis Hadi S. Khuly, Penerbit Gava Media

  

#