Sambungan dari.. Dokter Cinta..
Tujuh tahun berlalu sejak kejadian itu...
Salah satu agenda kegiatan kunjungan kami ke Hadramaut
adalah berziarah kepada para sesepuh yang masih ada. Selain meminta nasehat,
kami gunakan kesempatan yang berharga ini untuk memohon agar mereka berkenan mendoakan
kami. Dan nama Hubabah Umairoh aku masukkan dalam daftar kunjungan tersebut.
Alhamdulillah, sekembalinya aku ke tanah air, aku mendapat
kepercayaan setahun sekali dari sebuah biro perjalanan Haji dan Umroh untuk
membimbing jemaah mereka yang hendak menunaikan ibadah umroh. Rombongan yang
terdiri dari kurang lebih tiga puluh orang itu aku pimpin menunaikan ibadah
umroh sekaligus berziarah ke negeri Hadramaut tempat aku dulu pernah menuntut
ilmu.
Kami duduk dihadapan Hubabah Umairoh dan meminta beliau
mendoakan kami. Beliau terlihat jauh lebih tua dari saat kutemui beberapa tahun
silam. Keriput di wajahnya semakin dalam, hanya semangat dan kepercayaan
dirinya terhadap Allah yang kulihat tetap sama.
Aku berusaha menterjemahkan percakapan rombonganku kepada
beliau dan percakapan beliau kepada mereka. Dan ketika semuanya usai, aku
berkata kepada beliau:
"Sekarang giliranku, Hubabah..." kataku sambil mendekat.
"Doakan Allah berkenan mengaruniakanku keturunan. Hampir 4
tahun aku menikah belum juga dikarunia anak."
Beliau mendengarkan dengan seksama lalu berujar dengan
santai;
"Halimah...
Tidakkah kamu merasa hidup ini sudah begitu sibuk? Ada banyak
hal di dunia ini menyibukkan kita dari ibadah kepada Allah. Dari 24 jam sehari
semalam yang Allah berikan hanya beberapa jam yang tersisa kita gunakan
untuk-Nya. Apakah engkau masih ingin menambah kesibukanmu pula dengan urusan
anak?"
Aku tercenung mendengar ucapannya yang tak kusangka...
Beliau lalu melanjutkan:
"Aku menikah, dan dari sejak awal pernikahanku, aku selalu
berharap jika dengan kehadiran anak-anak akan menyibukkan dari-Nya, maka tanpa
karunia anakpun, aku tak apa-apa aku tak ingin disibukkan dengan selain-Nya."
"Tapi bukankah mereka akan menjadi penerus amal kebaikan
kita tatkala kita mati nantinya?"kataku membela diri.
"Tak ada hal lain yang bisa menggantikannya? Ilmu yang kita
ajarkan dan diamalkan bahkan oleh generasi mendatang setelah kita, doa orang
banyak yang kita pernah berbuat baik kepadanya, amal jariyah yang kita lakukan
dan kemanfaatannya terus dirasakan?"
Aku terdiam dan berpikir panjang...
Hubabah Umairoh tak menyisakan argumen untukku menjawab
ucapannya.
"Tapi... tapi aku masih menginginkannya... walau mungkin hanya
untuk sekedar kesempurnaan menjadi seorang wanita" kataku setengah
terbata-bata.
"Benar anakku, Aku memahamimu... Karenanya aku akan tetap
mendoakanmu.. namun yakin dan selalu percayalah; Bahwa apapun yang Dia pilihkan
untukmu itu merupakan hal terbaik yang Dia karuniakan. Dia mengetahui segalanya.. dan kita tidak
mengetahui apapun sesungguhnya.."
Kata-kata bijaknya selalu ku kenang sampai saat ini, dan
sampai saat ini pula aku selalu berdoa kiranya Allah berkenan memanjangkan
umurnya agar masih banyak orang-orang sepertiku yang bisa memetik pelajaran
darinya. Tentang tujuan hidup sesungguhnya.. tentang tawakkal, tentang keikhlasan..
tentang segala hal.. meski entah, apakah orang seperti beliau berharap masih
ingin lebih lama hidup di muka bumi ini atau justru sudah merindukan kematian
sebagai jembatan pertemuannya dengan sang pencipta?
Dikutip
dari buku Bidadari Bumi `9 Kisah Wanita Salehah` Penulis Halimah Alaydrus,
Penerbit Wafa Production