Manusia adalah tempat salah dan dosa, sedangkan Allah Adalah
Dzat yang Maha Pemaaf dan Pengampun. Hanya ada satu cara agar dosa kita
diampuni-Nya, yakni dengan Taubat. Namun begitu tidak mudah seorang manusia
meluruhkan hati dan jiwanya menyesali dosa-dosanya, menyesali perbuatannya dan
berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Padahal sekali kita mampu melakukan
taubat nashuha, Allah akan menerima kita dalam keadaan bersih seperti bayi. Bahkan
bila ada yang meragukannya selembar bulu mata akan memberikan saksinya bahwa
kita benar-benar bertaubat.
Di padang tanpa batas yang sangat panas, seorang hamba
dihadapkan kepada Sang pencipta. Seluruh tubuhnya bercucuran keringat. Badannya
mengigil, sebab sebentar lagi ia akan diadili di depan Sang Maha Hakim. Kalau benar
bersalah, nerakalah penjaranya dan jika benar, surga akan menjadi miliknya. Dan
akhirnya ia dituduh bersalah, karena telah menghabiskan usianya dengan berbuat
kejahatan dan kemaksiatan.
"Tidak!" orang itu tiba-tiba protes. "Demi langit dan bumi,
aku tidak melakukan semua itu. Tuduhan itu tidak benar."
"Engkau boleh membantah semaumu, tetapi saksi-saksi telah
menyatakan bahwa engkau telah melakukan semua perbuatan itu."
Si hamba yang malang menoleh ke kiri ke kanan, melihat ke
depan ke belakang. Namun, ia tidak menjumpai siapa-siapa yang menjadi saksinya.
Ia hanya sendirian.
"Hai Tuhan, manakah yang Engkau maksud dengan saksi-saksi
itu. Disini tidak ada siapa-siapa," sanggah orang itu.
" Kalau kamu ingin tahu saksi-saksimu, inilah mereka."
Dan kemudian tergelarlah pemandangan itu. Mulut segera
terkunci. Sebagai gantinya seluruh organ tubuh angkat bicara. Dimulai dari
mata, "Saya memandangi hal-hal yang diharamkan."
Telinga menambahkan, "Saya mendengarkan ketika ia membuat
janji palsu."
Hidung tidak ketinggalan, "Saya pernah digunakan untuk
mencium bau minuman keras."
Bibir menegaskan, "Dan saya selalu dipakai untuk
mengata-ngatai orang tuanya."
Lidah, " Kalau saya sih biasa makan hasil korupsi."
Tangan mulai gerah, "Inilah saya yang sering digunakan untuk
merapa dan meremas-remas."
Kaki meneruskan, "Saya capek setiap hari diajak ke tempat
isteri gelapnya."
Dan seterusnya: jari, kuku, rambut, gigi, kulit, dan
sebagainya.
"Hai manusia, apakah semua itu belum cukup menjadi saksi
atas perbuatan dosamu. Kalau aku mengizinkan semua bagian tubuhmu akan
memberikan kesaksian atas perbuatan yang kamu lakukan selama di dunia."
Hamba pun terdiam. Ia tidak bisa membantah apalagi menolak
keputusan Sang Hakim, bahwa ia memang bersalah. Terbayang kembali lembar-lembar
dosa yang ia lakukan selama hidupnya. Namun,
bukankah semua itu sudah diampuni-Nya karena aku diakhir hidupku sudah melaukan
taubat nashuha, batin hamba tersebut.
Dalam kesedihan yang memilukan itu, tiba-tiba terdengar
suara lembut dari selembar bulu mata.
"Wahai Sang Maha Adil, saya adalah selembar bulu mata. Saya pun
ingin memberikan kesaksian atas hamba ini."
"Silahkan."
"Memang hamba ini adalah hamba dosa. Namun pada suatu malam
yang sunyi menjelang kematiannya, saya pernah basah oleh air matanya karena ia
menangis menyesali semua perbuatannya dan berjanji tidak akan kembali ke jalan hitam. Sebaliknya ia menghabiskan, ia
akan menghabiskan seluruh hidupnya untuk-Mu. Saya melakukan ini karena sesuai dengan
janji Nabi bahwa apabila seorang hamba bertaubat, walaupun selembar bulu
matanya saja yang basah oleh air mata taubat, maka hamba tersebut diharamkan
tersengat api neraka. Dan saya inilah selembar bulu mata yang basah oleh air
mata taubat."
Akhirnya, hamba tersebut dibebaskan dari tuduhan kesalahan. Sebagai
gantinya ia mendapat surga. Penghuni surga ini kemudian dikenal dengan sebutan
Penghuni Surga karena Selembar Bulu Mata.
Dikutip dari Buku Mutiara-mutiara hati, penulis Hadi S.
Khully, Penerbit Gava Media.