Bulu Mata Pun Bisa Menjadi Saksi

Selasa, 00 0000 00:00 WIB | 11.021 kali
Bulu Mata Pun Bisa Menjadi Saksi Manusia adalah tempat salah dan dosa, sedangkan Allah Adalah Dzat yang Maha Pemaaf dan Pengampun. Hanya ada satu cara agar dosa kita diampuni-Nya, yakni dengan Taubat. Namun begitu tidak mudah seorang manusia meluruhkan hati dan jiwanya menyesali dosa-dosanya, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Padahal sekali kita mampu melakukan taubat nashuha, Allah akan menerima kita dalam keadaan bersih seperti bayi. Bahkan bila ada yang meragukannya selembar bulu mata akan memberikan saksinya bahwa kita benar-benar bertaubat.

Di padang tanpa batas yang sangat panas, seorang hamba dihadapkan kepada Sang pencipta. Seluruh tubuhnya bercucuran keringat. Badannya mengigil, sebab sebentar lagi ia akan diadili di depan Sang Maha Hakim. Kalau benar bersalah, nerakalah penjaranya dan jika benar, surga akan menjadi miliknya. Dan akhirnya ia dituduh bersalah, karena telah menghabiskan usianya dengan berbuat kejahatan dan kemaksiatan.

"Tidak!" orang itu tiba-tiba protes. "Demi langit dan bumi, aku tidak melakukan semua itu. Tuduhan itu tidak benar."

"Engkau boleh membantah semaumu, tetapi saksi-saksi telah menyatakan bahwa engkau telah melakukan semua perbuatan itu."

Si hamba yang malang menoleh ke kiri ke kanan, melihat ke depan ke belakang. Namun, ia tidak menjumpai siapa-siapa yang menjadi saksinya. Ia hanya sendirian.

"Hai Tuhan, manakah yang Engkau maksud dengan saksi-saksi itu. Disini tidak ada siapa-siapa," sanggah orang itu.

" Kalau kamu ingin tahu saksi-saksimu, inilah mereka."

Dan kemudian tergelarlah pemandangan itu. Mulut segera terkunci. Sebagai gantinya seluruh organ tubuh angkat bicara. Dimulai dari mata, "Saya memandangi hal-hal yang diharamkan."

Telinga menambahkan, "Saya mendengarkan ketika ia membuat janji palsu."

Hidung tidak ketinggalan, "Saya pernah digunakan untuk mencium bau minuman keras."

Bibir menegaskan, "Dan saya selalu dipakai untuk mengata-ngatai orang tuanya."

Lidah, " Kalau saya sih biasa makan hasil korupsi."

Tangan mulai gerah, "Inilah saya yang sering digunakan untuk merapa dan meremas-remas."

Kaki meneruskan, "Saya capek setiap hari diajak ke tempat isteri gelapnya."

Dan seterusnya: jari, kuku, rambut, gigi, kulit, dan sebagainya.

"Hai manusia, apakah semua itu belum cukup menjadi saksi atas perbuatan dosamu. Kalau aku mengizinkan semua bagian tubuhmu akan memberikan kesaksian atas perbuatan yang kamu lakukan selama di dunia."

Hamba pun terdiam. Ia tidak bisa membantah apalagi menolak keputusan Sang Hakim, bahwa ia memang bersalah. Terbayang kembali lembar-lembar dosa yang ia lakukan selama hidupnya.  Namun, bukankah semua itu sudah diampuni-Nya karena aku diakhir hidupku sudah melaukan taubat nashuha, batin hamba tersebut.

Dalam kesedihan yang memilukan itu, tiba-tiba terdengar suara lembut dari selembar bulu mata.

"Wahai Sang Maha Adil, saya adalah selembar bulu mata. Saya pun ingin memberikan kesaksian atas hamba ini."

"Silahkan."

"Memang hamba ini adalah hamba dosa. Namun pada suatu malam yang sunyi menjelang kematiannya, saya pernah basah oleh air matanya karena ia menangis menyesali semua perbuatannya dan berjanji tidak akan kembali  ke jalan hitam. Sebaliknya ia menghabiskan, ia akan menghabiskan seluruh hidupnya untuk-Mu. Saya melakukan ini karena sesuai dengan janji Nabi bahwa apabila seorang hamba bertaubat, walaupun selembar bulu matanya saja yang basah oleh air mata taubat, maka hamba tersebut diharamkan tersengat api neraka. Dan saya inilah selembar bulu mata yang basah oleh air mata taubat."

Akhirnya, hamba tersebut dibebaskan dari tuduhan kesalahan. Sebagai gantinya ia mendapat surga. Penghuni surga ini kemudian dikenal dengan sebutan Penghuni Surga karena Selembar Bulu Mata.

Dikutip dari Buku Mutiara-mutiara hati, penulis Hadi S. Khully, Penerbit Gava Media.




Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB