Hari kelahiran menjadi istimewa untuk sebagian manusia, karena menjadi peringatan sebagai tanda datangnya seorang manusia pada tanggal tertentu datang ke dunia. Berbagai ucapan selamat, harapan dan doa dilayangkan kepada insan istimewa di hari itu. Semua ikut merasakan kebahagiaan. Satu momentum ini, sering kali dirayakan bersama keluarga atau teman-temannya dengan suka cita. Entah dengan acara khusus atau sederhana. Meski tidak ada tuntunan dari baginda Rasul kita, akan perayaan hari ulang tahun ini.
Satu hari aku menerima sebuah sms dengan pesan, "Selamat ultah, semoga dari sisa umur yang ada diberi banyak keberkahan, hidayah, dan limpahan rahmat dari Allah Swt."
Aku terkesima membaca ’sisa umur’ dari sms ini. Ya, hari ini adalah ulang tahunku. Namun hati ini menjadi kelu, ketika membenarkan sms itu. Sungguh, berapa banyak napas ini telah diembuskan, kenikmatan ini tentu tak terhitung. Boleh jadi kini usia bertambah, namun detik demi detiknya terasa berkurang, jatah hidup pun kelak pasti kan datang.
Pikiranku pun melayang, bagaimana nantinya saat tubuh ini menjadi kaku, terbungkus kafan. Episode berikutnya adalah menunggu datangnya peradilan yang menentukan di mana amalan-amalan yang sudah kita lakukan akan ditimbang.
Kutersentak melihat jarum panjang telah melewati angka berikutnya, tak terasa lima menit aku menerawang dalam lamunanku, "Ya Allah, ampuni hambamu ini, yang sudah melewatkan waktu-Mu dan syukur atas nikmat-Mu. Jauhkan kami dari sifat lalai mengingat-Mu, jauhkan kami dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, jauhkan kami dari menahan hak-hak atas rezeki yang Kau beri, Jauhkan hati ini dari sifat iri dan dengki...."
Kini, ku tekadkan hati ini agar setiap napas dan waktuku tidak terbuang sia-sia. *jwb*
Disadur dari buku Tuhan Tidak Tidur, Penulis: Havabe Dita Hijratullail, Jimmy Wahyudi Bharata; Penerbit: PT Elex Media Komputindo