Kisah Satu Dosa Bag. I

Kamis, 08 Maret 2012 07:35 WIB | 12.426 kali
Kisah Satu Dosa Bag. I
"Aku menangisi dosaku, ya Rasulullah. Sebab aku telah melakukan perbuatan dosa yang sangat besar. Aku takut akan murka Allah datang kepadaku"

Abu Laitsi mengisahkan sebuah riwayat yang bersumber dari Umar bin Al-Khaththab r. a. Bahwasanya, suatu ketika Umar masuk ke ruangan Rasulullah Saw. seraya menangis. Melihat Umar menangis tersedu-sedu, Rasulullah Saw. menanyakan penyebabnya. "Apakah gerangan yang telah membuatmu menangis, Umar?" tanya Rasulullah Saw.

Rasulullah, di depan pintu ada seorang pemuda. Ia menangis dengan sangat pilu. Tangisannya telah membuat hatiku ikut merasa pilu juga," jawab Umar. Rasulullah Saw. kemudian meminta kepada Umar mempersilakan pemuda itu untuk masuk dan menemui Rasulullah Saw.

Setelah dipersilakan masuk, pemuda itu pun datang menemui Rasulullah Saw. Sedang matanya masih bercucuran air mata. Sedu-sedannya masih terdengar jelas. Tangisnya tak bisa ia hentikan. Di hadapan Rasulullah Saw. pun, pemuda itu tetap saja menangis.

"Anak muda, apakah gerangan yang membuat engkau menangis?" tanya Rasulullah Saw.

"Aku menangisi dosaku, ya Rasulullah. Sebab aku telah melakukan perbuatan dosa yang sangat besar. Aku takut akan murka Allah datang kepadaku," jawab pemuda itu di sela-sela isak tangisnya.

Mendengar penuturan anak muda itu, Rasulullah Saw. kemudian bertanya: "Apakah engkau telah menyekutukan Allah?"

Pemuda itu menggelengkan kepalanya seraya berkata: "Tidak, ya Rasulullah."

Rasulullah Saw. bertanya lagi: "Apakah engkau telah membunuh seseorang tanpa hak?"

Pemuda itu kembali menggelengkan kepalanya seraya berkata, "Tidak, ya Rasulullah."

Oleh karena pertanyaan Rasulullah Saw. selalu dijawab dengan kata ‘tidak’ oleh pemuda itu, sedang pemuda itu sendiri tidak mau mengatakan perbuatan dosa macam apa yang telah menyebabkan ia hingga menangis sehebat itu, maka Rasulullah Saw. berkata: "Anak muda, sesungguhnya Allah akan mengampuni dosamu, meskipun dosamu seluas langit, sepenuh bumi dan ditambah sebanyak gunung-gunung yang ada di muka bumi ini."

"Ya Rasulullah, sesungguhnya dosaku lebih banyak daripaada itu," kata pemuda tersebut masih dalam keadaan menangis.

Mendengar kata-kata pemuda itu, Rasulullah menjadi agak heran. "Apakah dosamu itu lebih besar dari bumi ini?" tanya Rasulullah kepadanya.

Pemuda itu menganggukkan kepalanya dengan mantap. "Dosaku jauh lebih besar lagi dari bumi ini, ya Rasulullah," ujarnya dengan penuh keyakinan.

"Apakah dosamu itu lebih besar dari kursi Tuhanmu?" tanya Rasulullah Saw. lagi. Oleh karena pemuda itu merasa bahwa perbuatan yang telah dilakukannya itu sangat besar dosanya, maka tanpa berpikir panjang lagi, ia menganggukkan kepalanya.

"Dosaku memang sangat besar dan lebih besar dari kursi Allah, ya Rasulullah," ujarnya.

"Apakah dosamu itu lebih besar dari ‘Arsy Allah?" kembali Rasulullah Saw. bertanya. Pemuda itu masih tetap merasa bahwa dosanya lebih besar lagi. Sehingga ia menjawab, "Dosaku lebih besar lagi dari ‘Arsy Allah, ya Rasulullah."

Melihat pemuda itu merasa yakin bahwa dosanya sangat besar dan tak terampuni, maka Rasulullah Saw. berkata: "Sesungguh­nya tak ada yang dapat mengampuni dosa yang paling besar sekalipun kecuali hanya Allah Yang Maha-agung semata. Sebab, Dia melampaui segala yang berbatas "

Kemudian Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Manakah yang lebih besar, apakah dosamu itu ataukah Allah?"

Pemuda itu baru menyadari akan sifat Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Kasih Sayang. Sebab, maksud pertanyaan Rasulullah Saw. memang untuk mengingatkan kepadanya, bahwa ampunan dan rahmat Allah jauh lebih besar dari dosa yang dilakukan oleh manusia.

Tangisnya pun mereda dan ia menjawab, "Sudah tentu Allah jauh lebih besar. Sebab Dia adalah Kabir al-‘Azhim (Yang Mahabesar lagi Maha-agung) "

Selanjutnya, Rasulullah bertanya kepada pemuda itu tentang perbuatan dosa yang telah dilakukannya.

"Beritahukanlah kepadaku, perbuatan dosa macam apakah gerangan yang telah engkau lakukan itu?" tanya Rasulullah Saw.

Berbuat Fasik


Awalnya pemuda itu merasa malu untuk mengatakan­nya kepada Rasulullah Saw. Namun, karena Rasulullah Saw. mengulang pertanyaannya sampai dua kali, pemuda itu pun mulai berkisah.

"Ya Rasulullah, pekerjaanku adalah sebagai pembongkar kuburan. Hal itu sudah kulakukan sejak tujuh tahun yang lalu. Beberapa waktu lalu, seorang tetanggaku meninggal dunia. la adalah salah seorang putri dari kaum Anshar. Oleh karena aku ingin memiliki kain kafannya, maka ketika orang-orang sudah pergi dan kuburan sudah sepi, aku pun kembali dan membongkar kuburan gadis itu. Kemudian aku mengambil kain kafannya dan segera berlalu dari situ," ujarnya.

"Akan tetapi," lanjut pemuda tersebut, "tiba-tiba saja setan menggodaku dan nafsu syahwat menguasai diriku. Aku berbalik dan mendekati kuburan itu lagi. Tampaklah olehku tubuh wanita itu yang terbujur di dalam kubur tanpa kain kafan lagi, karena sudah kuambil. Tanpa berpikir lebih lama lagi, aku segera melampiaskan nafsu syahwatku pada jenazah wanita itu."

"Tatkala aku melakukan hal itu," imbuhnya, "mendadak jenazah itu bangkit dan berseru kepadaku: "Celakalah engkau, Anak muda! Tidakkah engkau malu pada kitab Allah dan pada hari Dia melakukan pengadilan dan memberi hukuman serta mengambil hak orang yang dizalimi untuk membalas kepada orang-orang yang telah berbuat zalim? Engkau telah meninggal­kanku dalam keadaan telanjang di tengah para jenazah. Dan kini engkau bahkan menjadikanku dalam keadaan junub di hadapan Allah Azza wa Jalla."

Mendengar kisah pemuda itu, Rasulullah Saw. terkejut dan secara refleks melompat dan menjauhkan dirinya dari pemuda itu.

"Engkau telah melakukan perbuatan fasik. Sungguh, engkau akan dimasukkan ke dalam neraka. Menjauhlah dariku," ujar Rasulullah Saw. Bersambung...


Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB