Belajar dari Si Yatim

Kamis, 01 Maret 2012 00:00 WIB | 6.075 kali
Belajar dari Si Yatim "Kami menyebutnya si yatim, sebagai bentuk kebanggan dan rasa syukur yang tak terhingga atas keberadaannya di tengah-tengah kami."

Ada sebuah hikmah yang kami peroleh ketika belajar bersama dengannya tentang makna kesederhanaan. Sekilas memang tampak seperti biasa-biasa saja, namun lambat laun sosok kesederhanaan ternyata mampu mengubah cara pandang bahkan perilaku orang-orang yang ada di sekitar.

Kami menyebutnya si yatim, seorang anak berusia 17 tahun yang disekolahkan oleh sebuah yayasan di sekolah menengah negeri di Surabaya. Pada awalnya kami mengenalnya sebagai sosok yang biasa saja, hingga suatu hari seorang guru berce­rita kepada para guru di ruang kerja mereka tentang seorang anak yang tidak akan pulang sebelum mencium tangan ba­pak/ibu gurunya.

Pemandangan ini menjadi kontras dengan perilaku anak muda seusianya. Ketika ditanya tentang perilakunya tersebut, anak yang masih polos ini menjawab, "Aku mencium tangan mereka-para guru-sebagaimana aku mencium tangan kedua orangtuaku ketika mereka ada dan dengannya aku merasakan keberadaan mereka."

Siapa pun yang mendengar akan terharu, bahkan beberapa guru pun kagum untuk mengenal lebih dekat sosok si yatim. Dia tidak pernah meminta untuk dikasihani, berusaha mandiri meskipun dengan membawa beberapa bungkus roti untuk dititipkan di kantin sekolah. Si yatim pun tidak sungkan un­tuk mendatangi siapa pun yang bisa mengajarkannya banyak hal tentang pelajaran sekolah maupun organisasi kerohanian yang dia sukai. Dia dikenal jujur dan sopan kepada siapa pun vang berinteraksi dengannya.

Pernah suatu saat kami mendapati si yatim berdoa khusyuk setelah Shalat Dzuhur berjamaah. Matanya berlinang air mata dan tidak terusik oleh suara berisik para siswa yang sedang bercanda tawa di sekelilingnya. Suatu saat salah satu dari kami iseng menanyakan tentang apa yang didoakan olehnya. Dan dia pun menjawab, "Sekian banyak orang yang membantuku hingga bisa bersekolah, dan aku pun tidak merasa memiliki apa-apa untuk membalasnya kecuali mendoakan kebaikan, keselamatan,dan kesejahteraan orang-orang yang telah berbesar hati membantuku dari sekian anak di luar sana."

Dia telah menjadi dewasa dengan sosok kesederhanaannya, berakhlak karimah di antara para siswa dan memberikan contoh kepada kami bahwa kesederhanaan dapat mengubah lingkungan dengan keteladanannya.

Sejak si yatim berada di tengah-tengah kami, banyak siswa yang tidak malu untuk mencium tangan gurunya, banyak siswa yang menyempatkan dirinya untuk berdoa bersama setelah Shalat Dzuhur, salam menjadi sesuatu yang menjamur di lingkungan pelajar bahkan grup belajar sambil mengaji men­jadi sesuatu yang menarik di lingkungan SMA.

Keberadaan sang yatim bukan hanya penguat bagi kami tetapi juga mengingatkan kami bahwa sosok yang paling diteladani oleh umat manusia di dunia ini adalah seorang yatim, dan ke­teladanannya mampu mengantarkan ilmu yang haq kepada kami, dialah Rasulullah Muhammad saw. *hh*

Disadur dari buku Tuhan Tidak Tidur, Penulis: Havabe Dita Hijratullail, Jimmy Wahyudi Bharata; Penerbit: PT Elex Media Komputindo



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB