... di satu Jumat, kami melakukan Jumatan di sebuah desa kecil
yang terletak di pegunungan Ciwidey. Di pintu masjid penuh sesak, mungkin
letaknya karena dekat dengan tempat wudhu yang nggak jauh dari situ. Padahal di masjid itu ada dua pintu. Alhamdulillah, aku dan
anakku yang berusia hampir 3 tahun bisa duduk dekat pintu satunya. Yang unik,
satu jamaah mengambil tikar dan menggelarnya. Luar biasa inisiatif pria
muda itu, pikirku. Sehingga jamaah 11 lainnya bisa ikut shalat.
Tak lama, satu pria lain menggelar tikar mengikutinya.... Dan menampung 8 jamaah
lainnya. Pria yang masih berdiri di depan pintu satunya pun ikut juga mencari tikar, tak kalah hebat inisiatifnya dengan pria
pertama. Ia bertanya kepada seorang ibu yang menjaga warung di sebelah masjid,
tak lama pria itv membawa beberapa tikar lagi. Mantap! Pikirku, jika bangsa ini
memiliki semangat seperti pria-pria muda seperti yang barusan kusaksikan tadi, tentu ekonomi negara tidak
seterpuruk seperti ini.
Lamunanku beralih, makanya ya, kenapa Tuhan senantiasa mengingatkan dalam kalamnya yang
suci, Al-Quranul Karim kepada manusia untuk
selalu berzakat, berzakat, dan berzakat.... Manusia adalah
sosok yang tidak luput dengan ketidaksempurnaan.
Di dunia ini, manusia masih diberi kesempatan untuk menyempurnakan
ikhtiar, menyempurnakan amalan dan
menyempurnakan untuk selalu kembali ke jalan Sirath.
Infak atau zakat, seperti gelaran tikar yang
dapat dimanfaatkan untuk sesama. Memiliki banyak
manfaat, meningkatkan kedudukan dan derajat, memfasilitasi manusia untuk tetap ingat bahwa yang
diberi dan memberi hanya sebuah roda yang tidak
berarti apa-apa’ jikalau tidak dijalankan, tidak akan mencapai sebuah tujuan
yang sudah ditetapkan.
Tak lama, azan pun berkumandang. Tanda Shalat Jumat
siap didirikan. Setelah Shalat Jumat, kukunjungi jadwal wisata berikutnya,
menikmati panorama indah lainnya.... *jwb*
Disadur dari buku Tuhan
Tidak Tidur, Penulis: Havabe Dita Hijratullail, Jimmy Wahyudi Bharata;
Penerbit: PT Elex Media Komputindo