Ketetapan Rezeki

Jum'at, 10 Februari 2012 00:00 WIB | 11.232 kali
Ketetapan Rezeki
... orang-orang yang menjalani kehidupan sebagai sufi hampir tak mau memikirkan kesenangan duniawi sedikit pun, kecuali hanya kebutuhan untuk makan dan minum, sekadar untuk menegakkan tulang punggung saja.
Sebab, bagi mereka, tak ada dua kehidupan yang harus ditempuh secara bersamaan. Melainkan harus dipilih salah satunya saja, dan menjalaninya secara kaffah.

Iman Al-Zahidy atau yang dikenal dengan nama Al-Muthariz Al-Bawardy, adalah seorang tokoh sufi yang terkenal pada zamannya lantaran kezuhudannya. Oleh sebab itulah, ia disebut sebagai Imam Al-Zahidy. Nama lengkapnya adalah, Abu Umar Muhammad bin Abd Al-Wahid bin Abi Hasyim. Ia berasal dari daerah Baward, Khurasan.

Semasa mudanya, Imam Al-Zahidy selalu menyibukkan diri dengan mempelajari ilmu agama. Salah seorang gurunya yang sangat ia kagumi adalah Abu Al-Abbas Tsalab. Kenikmatan Imam Al-Zahidy di dalam menuntut ilmu, membuatnya tak memikirkan kepentingan duniawi. Kezahidannya membuat kemiskinan sangat lekat dengan dirinya.

Menurut Imam Al-Zahidy, setiap makhluk telah diberikan jatah rezeki oleh Allah. Tak seorang pun yang akan diabaikan atau ditinggalkan oleh Allah sehingga tak diberi rezeki. Sebab, Allah adalah Zat Yang Maha Memberi Rezeki (Al-Razzaq).

Dalam sebuah riwayat disebutkan, suatu ketika Imam Al- Zahidy ingin membuktikan kalau Allah benar-benar menyantuni tiap hamba-Nya dengan ukuran rezeki mereka masing-masing. Ia keluar dari rumahnya dan berjalan menuju ke sebuah gunung. Setibanya di gunung tersebut, ia mencari salah satu gua yang asing atau tak pernah dikunjungi oleh siapa pun. Di gua itu juga tak terdapat air atau makanan apa pun. Sedangkan Imam Al-Zahidy sendiri datang ke gua tersebut juga tanpa membawa bekal sama sekali.

Kedatangannya ke gua itu tiada lain kecuali hanya untuk satu hajat. Yakni ingin membuktikan bahwa Allah tidak bakalan melalaikan hamba-Nya dalam soal rezeki. Bertapalah Imam Al- Zahidy di gua tersebut. Tanpa makan dan minum, kecuali hanya berdzikir dan shalat. Ia bersuci dengan menggunakan tayamum karena tak ada air di dalam gua tersebut.

Hingga beberapa hari Imam Al-Zahidy tinggal di gua tersebut. Tubuhnya sudah mulai lemah. Akan tetapi, ia ingin agar Allah membuktikan bahwa Dia tak akan melalaikan hamba-Nya dalam memberi rezeki, meski hamba itu tidak melakukan upaya apa pun. Memang, menurut sebagian kaum sufi, menjalankan kehidupan sebagai seorang sufi itu, kerap mengabaikan yang namanya ikhtiar. Hal itu didasarkan pada keyakinan yang sangat kuat, bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan hamba-Nya dalam soal rezeki.

Di samping itu, orang-orang yang menjalani kehidupan sebagai sufi hampir tak mau memikirkan kesenangan duniawi barang sedikit pun, kecuali hanya kebutuhan untuk makan dan minum, sekadar untuk menegakkan tulang punggung saja. Sebab, bagi mereka, tak ada dua kehidupan yang harus ditempuh secara bersamaan. Melainkan harus dipilih salah satunya saja, dan menjalaninya secara kaffah. Apakah memilih kehidupan dunia ataukah memilih keutamaan kehidupan akhirat. Biasanya, pilihan mereka jatuh pada alternatif yang kedua, yakni mengutamakan kehidupan akhirat.

Demikianlah yang dilakukan oleh Imam Al-Zahidy. Setelah ia beberapa hari tidak makan dan minum di dalam gua itu, tiba-tiba masuklah sekelompok kafilah ke dalam gua tersebut. Rupanya, mereka adalah rombongan kafilah yang tersesat jalan. Karena hari sudah sore, mereka tidak melanjutkan perjalanan. Maka, mereka memilih untuk mencari gua sebagai tempat menginap terlebih dahulu.

Alhasil, mereka menemukan gua di mana Imam Al-Zahidy berada di dalamnya. Ketika mereka melihat ada orang yang duduk di dalam gua itu, mereka mencoba menegurnya. Akan tetapi, Imam Al-Zahidy pura-pura tak mendengarnya. Ia ingin melihat bagaimana skenario yang dibuat Allah dalam memberi rezeki kepada dirinya. Karena tak ada sahutan dari Imam Al-Zahidy, orang-orang itu duduk mengitarinya dan memerhatikan dirinya. Mereka sibuk ingin memberikan pertolongan kepada Imam Al- Zahidy.

"Mungkin ia sangat kedinginan sehingga tidak bisa berbicara," ujar salah satu dari mereka. Maka mereka pun mencoba membuat tungku api di dekat Imam Al-Zahidy. Menurut mereka, mungkin dengan membuat tungku api itu bisa membuat badan Imam Al-Zahidy menjadi hangat dan ia terbebas dari hawa dingin yang telah menyelimuti tubuhnya.

Kendati demikian, Imam Al-Zahidy tetap bergeming. Bahkan, saat ia diajak berbicara, ia sama sekali tak menyahut ataupun menunjukkan reaksi apa pun. Mereka mulai menduga- duga lagi.

’’Mungkin ia sangat lapar," kata salah seorang di antara rombongan kafilah itu. Kemudian mereka membawa bekal mereka ke dekat Imam Al-Zahidy. Tak lupa pula mereka menghangatkan susu untuk disuguhkan kepada Imam Al-Zahidy.

Akan tetapi, Imam Al-Zahidy sama sekali tak menyentuh makanan dan minuman yang mereka sajikan di hadapannya. Mereka menjadi bingung dengan ulah yang dilakukan oleh Imam Al-Zahidy. Mereka mengira bahwa mungkin tubuh Imam Al-Zahidy sudah membeku karena lama berdiam di gua itu. Akhirnya, mereka membuka mulut Imam Al-Zahidy secara paksa dan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Seketika itu juga, Imam Al-Zahidy tertawa geli karena menyaksikan ulah orang-orang yang ingin menolongnya itu dan gembira karena telah berhasil membuktikan bahwa Dia tak mengabaikan makhluk-Nya dalam persoalan rezeki. Imam Al- Zahidy kemudian menjelaskan kepada para rombongan kafilah yang bingung melihat tingkahnya itu. Ia mengatakan, sesungguh­nya dirinya hanya sedang membuktikan bahwa Allah tidak akan meninggalkan satu makhluk pun dalam persoalan rezeki mereka.

 
Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB