...
orang-orang yang menjalani kehidupan sebagai sufi hampir tak mau memikirkan
kesenangan duniawi sedikit pun, kecuali hanya kebutuhan untuk makan dan minum,
sekadar untuk menegakkan tulang punggung saja.
Sebab, bagi mereka,
tak ada dua kehidupan yang harus ditempuh secara bersamaan. Melainkan harus
dipilih salah satunya saja, dan menjalaninya secara kaffah.
Iman Al-Zahidy atau yang dikenal dengan nama
Al-Muthariz Al-Bawardy, adalah seorang tokoh sufi yang terkenal pada zamannya
lantaran kezuhudannya. Oleh sebab itulah, ia disebut sebagai Imam Al-Zahidy. Nama lengkapnya adalah, Abu Umar Muhammad bin Abd Al-Wahid bin Abi Hasyim. Ia berasal
dari daerah Baward, Khurasan.
Semasa mudanya, Imam Al-Zahidy selalu menyibukkan diri dengan mempelajari ilmu
agama. Salah seorang gurunya yang sangat ia kagumi adalah Abu Al-Abbas Tsalab.
Kenikmatan Imam Al-Zahidy di dalam menuntut ilmu, membuatnya tak
memikirkan kepentingan duniawi. Kezahidannya membuat kemiskinan sangat lekat
dengan dirinya.
Menurut Imam Al-Zahidy, setiap makhluk telah diberikan jatah rezeki oleh
Allah. Tak seorang pun yang akan diabaikan atau ditinggalkan oleh Allah
sehingga tak diberi rezeki. Sebab, Allah adalah Zat Yang Maha Memberi Rezeki (Al-Razzaq).
Dalam sebuah riwayat
disebutkan, suatu ketika Imam Al- Zahidy ingin
membuktikan kalau Allah benar-benar menyantuni tiap hamba-Nya dengan ukuran rezeki mereka masing-masing.
Ia keluar dari rumahnya dan berjalan menuju ke sebuah gunung. Setibanya di
gunung tersebut, ia mencari salah satu gua yang asing atau tak pernah
dikunjungi oleh siapa pun. Di gua itu juga tak terdapat air atau makanan apa pun. Sedangkan Imam Al-Zahidy sendiri datang
ke gua tersebut juga tanpa membawa bekal sama sekali.
Kedatangannya ke gua
itu tiada lain kecuali hanya untuk satu hajat. Yakni ingin
membuktikan bahwa Allah tidak bakalan melalaikan hamba-Nya dalam soal rezeki.
Bertapalah Imam Al- Zahidy di gua tersebut. Tanpa makan dan minum,
kecuali hanya berdzikir dan shalat. Ia bersuci dengan menggunakan tayamum
karena tak ada air di dalam gua tersebut.
Hingga beberapa hari Imam Al-Zahidy tinggal di gua tersebut. Tubuhnya sudah mulai
lemah. Akan tetapi, ia ingin agar Allah membuktikan bahwa Dia tak akan
melalaikan hamba-Nya dalam memberi rezeki, meski hamba itu tidak melakukan
upaya apa pun. Memang, menurut sebagian kaum sufi, menjalankan kehidupan
sebagai seorang sufi itu, kerap mengabaikan yang namanya ikhtiar. Hal itu
didasarkan pada keyakinan yang sangat kuat, bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan
hamba-Nya dalam soal rezeki.
Di samping itu,
orang-orang yang menjalani kehidupan sebagai sufi hampir tak mau memikirkan
kesenangan duniawi barang sedikit pun, kecuali hanya kebutuhan untuk makan dan
minum, sekadar untuk menegakkan tulang punggung saja. Sebab, bagi mereka, tak ada dua kehidupan yang harus ditempuh secara bersamaan.
Melainkan harus dipilih salah satunya saja, dan menjalaninya secara kaffah. Apakah memilih kehidupan dunia ataukah memilih
keutamaan kehidupan akhirat. Biasanya, pilihan mereka jatuh pada alternatif
yang kedua, yakni mengutamakan kehidupan akhirat.
Demikianlah yang dilakukan oleh Imam Al-Zahidy. Setelah ia beberapa hari tidak makan dan minum
di dalam gua itu, tiba-tiba masuklah sekelompok kafilah ke dalam gua tersebut. Rupanya,
mereka adalah rombongan kafilah yang tersesat jalan. Karena hari sudah sore, mereka tidak melanjutkan perjalanan. Maka, mereka memilih
untuk mencari gua sebagai tempat menginap terlebih dahulu.
Alhasil, mereka menemukan gua di mana Imam Al-Zahidy berada di dalamnya. Ketika mereka melihat ada
orang yang duduk di dalam gua itu, mereka mencoba menegurnya. Akan tetapi, Imam Al-Zahidy pura-pura tak mendengarnya. Ia ingin melihat
bagaimana skenario yang dibuat Allah dalam memberi rezeki kepada dirinya. Karena
tak ada sahutan dari Imam
Al-Zahidy, orang-orang itu duduk
mengitarinya dan memerhatikan dirinya. Mereka sibuk ingin memberikan
pertolongan kepada Imam
Al- Zahidy.
"Mungkin ia sangat kedinginan sehingga tidak bisa
berbicara," ujar salah satu dari mereka. Maka mereka pun mencoba membuat tungku
api di dekat Imam Al-Zahidy. Menurut mereka, mungkin dengan membuat
tungku api itu bisa membuat badan Imam Al-Zahidy menjadi hangat
dan ia terbebas dari hawa dingin yang telah menyelimuti tubuhnya.
Kendati demikian, Imam Al-Zahidy
tetap bergeming. Bahkan, saat ia diajak berbicara, ia sama sekali tak menyahut ataupun menunjukkan reaksi apa pun. Mereka mulai menduga- duga lagi.
’’Mungkin ia sangat
lapar," kata salah seorang di antara rombongan kafilah itu. Kemudian mereka
membawa bekal mereka ke dekat Imam Al-Zahidy. Tak lupa pula
mereka menghangatkan susu untuk disuguhkan kepada Imam Al-Zahidy.
Akan tetapi, Imam Al-Zahidy sama sekali tak menyentuh makanan dan minuman
yang mereka sajikan di hadapannya. Mereka menjadi bingung dengan ulah yang
dilakukan oleh Imam Al-Zahidy. Mereka mengira bahwa mungkin tubuh Imam Al-Zahidy sudah membeku karena lama berdiam di gua itu.
Akhirnya, mereka membuka mulut Imam Al-Zahidy secara paksa dan
menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Seketika itu juga, Imam Al-Zahidy tertawa geli karena menyaksikan ulah orang-orang
yang ingin menolongnya itu dan gembira karena telah berhasil membuktikan bahwa
Dia tak mengabaikan makhluk-Nya dalam persoalan rezeki. Imam Al- Zahidy kemudian menjelaskan kepada para rombongan
kafilah yang bingung melihat tingkahnya itu. Ia mengatakan, sesungguhnya
dirinya hanya sedang membuktikan bahwa Allah tidak akan meninggalkan satu
makhluk pun dalam persoalan rezeki mereka.
Disadur dari buku
Mutiara
Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan
Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah