Rabi`ah bin
Ka`ab adalah seorang pemuda yang sejak
pertumbuhannya sudah cemerlang dengan cahaya iman, karena itu sejak berjumpa
dengan Rasul ia langsung tertarik dan mendambakan bisa selalu bersama Rasul
dalam hidupnya.
Salah satu cara yang paling mungkin
baginya bila ingin selalu bersama Rasul adalah menjadi pembantunya. Beberapa
waktu kemudian, Rabi`ah
menyatakan maksudnya kepada Rasulullah saw.. Tanpa
ragu-ragu Rasulullah saw.
menerima dengan senang hati. Sejak itu
sebagian besar waktu Rabi`ah
habis bersama Rasulullah saw. dan beliau sangat puas
dengan pelayanan Rabi`ah.
Kebiasaan
Rasul adalah siapa saja yang berlaku baik kepadanya maka beliau membalasnya
dengan lebih baik, begitu juga terhadap Rabi`ah. Suatu ketika Rasulullah memanggil Rabi`ah lalu berkata, "Hai Rabi`ah,
katakanlah permintaanmu kepadaku, nanti kupenuhi."
Setelah beberapa saat terdiam karena berpikir terhadap
permintaan Rasul, Rabi`ah
menjawab, "Ya, Rasulullah
berilah aku waktu untuk berpikir apa sebaiknya
yang aku harus minta. Setelah itu kuberitahukan kepadamu."
"Baiklah
kalau begitu," jawab Rasul.
Rabi`ah adalah seorang
pemuda miskin yang tidak mempunyai keluarga. Setiap malam ia tidur di emperan
masjid bersama orang-orang miskin lainnya. Banyak hal sebenarnya yang ingin ia
minta. Pikirannya terus berkecamuk, apa sebenarnya permintaan yang terbaik.
Akhirnya sampailah ia pada kesimpulan dan langsung ia menghadap Rasul.
"Apa
permintaanmu, hai Rabi`ah?"
tanya Rasul.
"Ya Rasulullah, aku mohon semoga engkau
sudi berdoa kepada Allah agar aku menjadi temanmu di surga," pinta
Rabi`ah.
Mendengar permintaan itu, agak lama Rasulullah
terdiam, lalu berkata, ``Apa tidak ada lagi permintaan yang lain?"
"Tidak ya Rasul, rasanya tidak ada lagi
permintaan yang melebihi permintaan tersebut bagiku," jawab Rabi`ah
merendah.
"Kalau begitu
bantulah aku dengan dirimu sendiri, banyak-banyaklah bersujud,"
pinta Rasulullah.
Karena begitu besarnya keinginan Rabi`ah
menjadi teman Rasulullah di surga, ia pun sangat rajin berbadah.
Beberapa hari kemudian
Rasulullah memanggil Rabi`ah lagi dan
berkata, "Apakah
engkau tidak ingin nikah, hai Rabia`ah?"
Jawaban Rabi`ah sama seperti jawaban sebelumnya. Namun setelah
Rasulullah pergi, Rabi`ah agak menyesal Ia berpikir bahwa bukankah Rasulullah
lebih tahu tentang dirinya. Ia pun berpikir bila Rasulullah bertanya lagi tentang
perkawinan ia akan menjawab mau.
Beberapa hari kemudian Rasulullah bertanya lagi, ` "Apakah engkau tidak ingin menikah, hai
Rabi`ah?".
"Tentu mau ya Rasulullah,
tapi siapa yang mau kawin denganku? Engkau kan
tahu bagaimana keadaanku."
Mendengar jawaban
demikian, langsung Rabi`ah diperintahkan menemui
seorang sahabat agar ia mengawinkan anaknya dengan Rabi`ah. Setiba di rumah
seorang sahabat yang dimaksud, Rabi`ah langsung mengutarakan maksudnya. Sahabat
Rasul itupun menyatakan, "Selamat datang Rasulullah dan selamat datang
utusan Rasulullah. Demi Allah utusan Rasulullah tidak boleh pulang, kecuali
bila keperluannya sudah terpenuhi."
Dengan penuh haru, Rabi`ah pun dinikahkan. Setelah itu
Rabi`ah kembali kepada Rasul menjelaskan segala yang sudah terjadi. Rabi`ah
berkata, "Ya Rasulallah, bagaimana aku harus membayar mas kawinnya?"
Mendengar pertanyaan
demikian. Rasulullah memanggil Buraidah ibnul Khashib lalu berkata, "Hai
Buraidah, kumpulkan emas seberat biji kurma untuk Rabi`ah."
Setelah
emasnya
terkumpul dan diserahkan kepada Rabi`ah, ia lalu menyerahkan
kepada mertuanya. Begitulah seterusnya Rasulullah membantu
biaya mahar Rabi`ah, termasuk untuk pesta pernikahan. Bahkan, Rasulullah menghadiahkan sebidang tanah di
dekat tanah milik Abu Bakar.
Suatu hari terjadi
percekcokan antara Rabi`ah dengan Abu Bakar soal perbatasan tanah` Dari
percekcokan itu Abu Bakar sampai mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas
didengar. Ketika Abu Bakar menyadari kesalahannya, ia meminta Rabi`ah
mengucapkan kata-kata itu lagi kepadanya sebagai hukuman. Namun, Rabi`ah tidak
mau. Akhirnya, Abu Bakar melaporkan hal itu kepada Rasul.
Mendengar laporan itu, Rasulullah saw. memuji sikap Rabi`ah.
Rasulullah memerintahkan Rabi`ah mengucapkan, "Semoga Allah mengampuni Abu Bakar!"
Setelah Rabi`ah mengucapkan hal itu, Abu Bakar
mengucapkan terima kasih kepadanya lalu pergi dengan airmata berlinang.
Disadur dari buku 10 dari 100
Kisah Seputar Keluarga, Penulis: Drs. H. Ahmad Yani, Penerbit: Al Qalam.