"Sesungguhnya engkau kelak di surga akan bertetangga dengan
budak dari salah seorang imam yarig tinggal di sebuah
kota "
Abu Yazid Al-Busthami adalah salah seorang tokoh sufi dari
Bustam, Iran. Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Taifur bin ‘Isa bin Adam bin
‘Isa bin Ali bin Surusyan AI-Bustami. Ia dikenal sebagai seorang sufi yang
kerap kali mengalami ekstase spiritual hingga mencapai tingkat
wahdah
al-wujud atau menjadi satu
dengan Tuhan. Hal inilah yang kemudian membuat sebagian ulama menuding Abu
Yazid sebagai seorang penebar bid’ah. Namun, di kalangan kaum sufi, ekstase
spiritual yang demikian itu sudah merupakan hal yang lazim dialami oleh mereka
yang menjalani kehidupan sebagai seorang sufi dan zahid.
Dikisahkan, pada suatu hari, Abu Yazid pergi
berziarah ke makam Rasulullah Saw. Di makam Nabi yang mulia
itu, Abu Yazid bermunajat kepada Allah agar dapat dijadikan sebagai tetangga
Rasulullah Saw. di akhirat kelak. Tak lama kemudian, di antara
setengah sadar, Abu Yazid seperti mendengar ada suara yang memanggilnya seraya
berkata: "Sesungguhnya engkau kelak di surga akan bertetangga dengan budak dari
salah seorang imam yang tinggal di
sebuah kota ."
Setelah mendengar suara itu, Abu Yazid tersadar dan
berpikir sejenak. Apakah mimpinya itu benar-benar merupakan petunjuk dari Allah
Swt. ataukah dari setan? Untuk memastikan jawaban tersebut, ia kemudian
memutuskan mencari budak yang dimaksudkan di dalam mimpinya itu. Ia berjalan
menyusuri negeri Iran bagian timur, seraya bertanya pada setiap orang yang dia
temui kalau-kalau ada yang mengenal budak dari imam yang
dimaksudkan dalam mimpinya itu.
Setelah berjalan kira-kira sejauh delapan ratus
kilometer, Abu Yazid akhirnya bertemu dengan orang yang mengenal tentang budak
yang dicarinya itu. Akan tetapi, betapa kagetnya Abu Yazid ketika mendengar
penuturan dari orang-orang mengenai budak tersebut.
"Dia adalah seorang budak dan suka berbuat fasik.
Kerjanya mabuk-mabukan. Mengapa Anda mencarinya?" tanya orang-orang yang
mengenal budak tersebut. Abu Yazid tercenung. Ia tak menyangka akan
memperoleh kabar seperti itu tentang lelaki yang dicarinya dan merupakan
tetangganya di surga kelak.
"Tidak mungkin. Pastilah seruan yang kudengar itu
berasal dari setan," bisik Abu Yazid di dalam hati. Abu Yazid kemudian
bermaksud untuk kembali pulang ke kampungnya karena menganggap bahwa dirinya
telah ‘dipermainkan’ oleh setan.
Namun, tebersit di hatinya suatu keinginan untuk
sekadar melihat orang yang dimaksudkan. Ia ingin mengetahui seperti apakah
budak - yang di dalam mimpinya disebutkan sebagai tetangganya di surga itu -
tapi oleh masyarakat sekitarnya dikenal sebagai orang yang suka berbuat fasik.
Ternyata, tak sulit untuk mencari tahu di mana
keberadaan budak tersebut. Sebab, orang-orang telah paham betul bagaimana
kelakuannya yang suka berkumpul dengan para pemabuk. Setelah Abu Yazid tiba di
tempat tersebut, ia menyaksikan ada banyak orang yang sedang berkumpul dan
menenggak minuman keras. Sementara budak yang dicarinya tengah duduk di antara
mereka yang sedang mabuk itu.
Melihat pemandangan itu, Abu Yazid merasa yakin
bahwa suara yang didengarnya di makam Rasulullah Saw. itu
adalah gangguan dari setan. Ia melangkah pergi dan bermaksud pulang. Namun,
baru beberapa langkah ia beranjak dari tempatnya, tiba-tiba budak itu
memanggilnya dengan suara yang jelas. Tak terlihat sama sekali bahwa ia
berbicara sebagai orang yang sedang mabuk.
"Hai Abu Yazid, syekhnya kaum muslim," panggil
budak itu. "Mengapa engkau tidak mendekat kemari? Bukankah engkau telah
menempuh perjalanan jauh untuk mencari tetanggamu di surga kelak? Ketika engkau
sudah melihatnya, mengapa engkau justru hendak pulang, tanpa memberi salam atau
sekadar menyapa dan mengucapkan salam perpisahan?" kata budak itu kepada Abu
Yazid.
Mendengar perkataan budak itu, Abu Yazid pun merasa
heran. Ia jadi tersadar, bahwa budak itu bukanlah orang yang biasa. Buktinya,
ia mengetahui suatu rahasia yang hanya diketahui oleh Abu Yazid sendiri. Belum
sempat Abu Yazid berkata sepatah kata pun, budak itu sudah langsung menyahut:
"Engkau tak perlu merasa heran dengan apa yang aku katakan. Sebab, Allah telah
memberitahukan kepadaku tentang kedatanganmu. Oleh karena itu, mendekatlah
kemari wahai syekh dan duduklah bersama kami di sini."
Abu Yazid mendekati budak itu dan bertanya kepadanya: "Apakah artinya semua ini?" Abu Yazid merasa aneh dengan apa yang
dilihatnya. Bagaimana mungkin orang yang selalu berada di antara para pemabuk
bisa menjadi tetangganya di surga? Demikianlah kira-kira pertanyaan yang
bergelayutan di benak Abu Yazid. Budak itu dapat memaklumi rasa heran yang menyelubungi hati Abu Yazid. Maka, ia pun
mengungkapkan kepada Abu Yazid tentang rahasia yang ada di balik semua itu.
"Hai Abu Yazid, kelak kita di akhirat itu tidak
masuk ke dalam surga secara sendiri-sendiri sekehendak hati kita. Tetapi,
semuanya ada berjumlah delapan puluh orang. Awalnya, mereka hidup di dunia ini
sebagai orang fasik. Kemudian, aku berjuang menolong mereka agar kembali ke
jalan Allah. Maka empat puluh orang dari mereka menjadi sadar dan bertobat.
Kini tinggal empat puluh orang lagi yang tersisa. Mereka menjadi tanggung
jawabmu untuk menyadarkan dan mengembalikan mereka kepada jalan Allah," ujar
budak itu.
Abu Yazid pun akhirnya menjadi paham. Bahwa budak
itu berada di tengah orang yang meminum minuman keras bukanlah sebagai seorang
peminum yang memperturutkan hawa nafsunya. Namun, ia berada di situ untuk sebuah misi. Yakni, mengajak orang-orang yang mabuk
itu untuk kembali kepada Allah. Dan hal itu ia lakukan juga semata-mata karena
mengharapkan rahmat dan pertolongan Allah.
Sementara itu, para pemabuk yang mendengar budak
itu menyebut-nyebut nama Abu Yazid menjadi tersadar dari perbuatan mereka. Nama
Abu Yazid yang terkenal sebagai seorang syekh, membuat mereka serentak
menyalami Abu Yazid. Pada saat itulah, Allah membuka pintu rahmat-Nya kepada
mereka dan membuat mereka menyesali perbuatan fasik mereka dan bertobat
kepada-Nya. Maka
selesailah tugas Abu Yazid dalam menyadarkan keempat puluh pemabuk yang tersisa
dengan sebab rahmat Allah.
Disadur dari buku
Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya
Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah