Tetangga di Surga

Sabtu, 28 Januari 2012 00:00 WIB | 11.982 kali
Tetangga di Surga
"Sesungguhnya engkau kelak di surga akan bertetangga dengan budak dari salah seorang imam yarig tinggal di sebuah kota "

Abu Yazid Al-Busthami adalah salah seorang tokoh sufi dari Bustam, Iran. Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Taifur bin ‘Isa bin Adam bin ‘Isa bin Ali bin Surusyan AI-Bustami. Ia dikenal sebagai seorang sufi yang kerap kali mengalami ekstase spiritual hingga mencapai tingkat wahdah al-wujud atau menjadi satu dengan Tuhan. Hal inilah yang kemudian membuat sebagian ulama menuding Abu Yazid sebagai seorang penebar bid’ah. Namun, di kalangan kaum sufi, ekstase spiritual yang demikian itu sudah merupakan hal yang lazim dialami oleh mereka yang menjalani kehidupan sebagai seorang sufi dan zahid.

Dikisahkan, pada suatu hari, Abu Yazid pergi berziarah ke makam Rasulullah Saw. Di makam Nabi yang mulia itu, Abu Yazid bermunajat kepada Allah agar dapat dijadikan sebagai tetangga Rasulullah Saw. di akhirat kelak. Tak lama kemudian, di antara setengah sadar, Abu Yazid seperti mendengar ada suara yang memanggilnya seraya berkata: "Sesungguhnya engkau kelak di surga akan bertetangga dengan budak dari salah seorang imam yang tinggal di sebuah kota ."

Setelah mendengar suara itu, Abu Yazid tersadar dan berpikir sejenak. Apakah mimpinya itu benar-benar merupakan petunjuk dari Allah Swt. ataukah dari setan? Untuk memastikan jawaban tersebut, ia kemudian memutuskan mencari budak yang dimaksudkan di dalam mimpinya itu. Ia berjalan menyusuri negeri Iran bagian timur, seraya bertanya pada setiap orang yang dia temui kalau-kalau ada yang mengenal budak dari imam yang dimaksudkan dalam mimpinya itu.

Setelah berjalan kira-kira sejauh delapan ratus kilometer, Abu Yazid akhirnya bertemu dengan orang yang mengenal tentang budak yang dicarinya itu. Akan tetapi, betapa kagetnya Abu Yazid ketika mendengar penuturan dari orang-orang mengenai budak tersebut.

"Dia adalah seorang budak dan suka berbuat fasik. Kerjanya mabuk-mabukan. Mengapa Anda mencarinya?" tanya orang-orang yang mengenal budak tersebut. Abu Yazid tercenung. Ia tak menyangka akan memperoleh kabar seperti itu tentang lelaki yang dicarinya dan merupakan tetangganya di surga kelak.

"Tidak mungkin. Pastilah seruan yang kudengar itu berasal dari setan," bisik Abu Yazid di dalam hati. Abu Yazid kemudian bermaksud untuk kembali pulang ke kampungnya karena menganggap bahwa dirinya telah ‘dipermainkan’ oleh setan.

Namun, tebersit di hatinya suatu keinginan untuk sekadar melihat orang yang dimaksudkan. Ia ingin mengetahui seperti apakah budak - yang di dalam mimpinya disebutkan sebagai tetangganya di surga itu - tapi oleh masyarakat sekitarnya dikenal sebagai orang yang suka berbuat fasik.

Ternyata, tak sulit untuk mencari tahu di mana keberadaan budak tersebut. Sebab, orang-orang telah paham betul bagaimana kelakuannya yang suka berkumpul dengan para pemabuk. Setelah Abu Yazid tiba di tempat tersebut, ia menyaksikan ada banyak orang yang sedang berkumpul dan menenggak minuman keras. Sementara budak yang dicarinya tengah duduk di antara mereka yang sedang mabuk itu.

Melihat pemandangan itu, Abu Yazid merasa yakin bahwa suara yang didengarnya di makam Rasulullah Saw. itu adalah gangguan dari setan. Ia melangkah pergi dan bermaksud pulang. Namun, baru beberapa langkah ia beranjak dari tempatnya, tiba-tiba budak itu memanggilnya dengan suara yang jelas. Tak terlihat sama sekali bahwa ia berbicara sebagai orang yang sedang mabuk.

"Hai Abu Yazid, syekhnya kaum muslim," panggil budak itu. "Mengapa engkau tidak mendekat kemari? Bukankah engkau telah menempuh perjalanan jauh untuk mencari tetanggamu di surga kelak? Ketika engkau sudah melihatnya, mengapa engkau justru hendak pulang, tanpa memberi salam atau sekadar menyapa dan mengucapkan salam perpisahan?" kata budak itu kepada Abu Yazid.

Mendengar perkataan budak itu, Abu Yazid pun merasa heran. Ia jadi tersadar, bahwa budak itu bukanlah orang yang biasa. Buktinya, ia mengetahui suatu rahasia yang hanya diketahui oleh Abu Yazid sendiri. Belum sempat Abu Yazid berkata sepatah kata pun, budak itu sudah langsung menyahut: "Engkau tak perlu merasa heran dengan apa yang aku katakan. Sebab, Allah telah memberitahukan kepadaku tentang kedatanganmu. Oleh karena itu, mendekatlah kemari wahai syekh dan duduklah bersama kami di sini."

Abu Yazid mendekati budak itu dan bertanya kepadanya: "Apakah artinya semua ini?" Abu Yazid merasa aneh dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana mungkin orang yang selalu berada di antara para pemabuk bisa menjadi tetangganya di surga? Demikianlah kira-kira pertanyaan yang bergelayutan di benak Abu Yazid. Budak itu dapat memaklumi rasa heran yang menyelubungi hati Abu Yazid. Maka, ia pun mengungkapkan kepada Abu Yazid tentang rahasia yang ada di balik semua itu.

"Hai Abu Yazid, kelak kita di akhirat itu tidak masuk ke dalam surga secara sendiri-sendiri sekehendak hati kita. Tetapi, semuanya ada berjumlah delapan puluh orang. Awalnya, mereka hidup di dunia ini sebagai orang fasik. Kemudian, aku berjuang menolong mereka agar kembali ke jalan Allah. Maka empat puluh orang dari mereka menjadi sadar dan bertobat. Kini tinggal empat puluh orang lagi yang tersisa. Mereka menjadi tanggung jawabmu untuk menyadarkan dan mengembalikan mereka kepada jalan Allah," ujar budak itu.

Abu Yazid pun akhirnya menjadi paham. Bahwa budak itu berada di tengah orang yang meminum minuman keras bukanlah sebagai seorang peminum yang memperturutkan hawa nafsunya. Namun, ia berada di situ untuk sebuah misi. Yakni, mengajak orang-orang yang mabuk itu untuk kembali kepada Allah. Dan hal itu ia lakukan juga semata-mata karena mengharapkan rahmat dan pertolongan Allah.

Sementara itu, para pemabuk yang mendengar budak itu menyebut-nyebut nama Abu Yazid menjadi tersadar dari perbuatan mereka. Nama Abu Yazid yang terkenal sebagai seorang syekh, membuat mereka serentak menyalami Abu Yazid. Pada saat itulah, Allah membuka pintu rahmat-Nya kepada mereka dan membuat mereka menyesali perbuatan fasik mereka dan bertobat kepada-Nya. Maka selesailah tugas Abu Yazid dalam menyadarkan keempat puluh pemabuk yang tersisa dengan sebab rahmat Allah.

 
Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB