"Ya Allah, Engkau telah memutuskanku dari
orangtuaku, istriku dan anak-anakku. Tapi, janganlah Engkau memutuskanku dari
rahmat-Mu. Sesungguhnya Engkau telah membakar hatiku dengan memisahkanku dari
keluargaku, maka janganlah Engkau membakarku pula lantaran perbuatan
maksiatku..."
Pada zaman Nabi Musa, ada seorang lelaki yang sering
berbuat onar di tengah masyarakat. Perbuatannya tak pernah menyenangkan hati.
Selalu saja ada masalah yang ia munculkan, sehingga
membuat para tetangga yang ada di sekitar tempat tinggalnya menjadi tidak
tenang dan merasa tidak aman.
Akibatnya, masyarakat setempat menjadi sangat tidak
suka dan memusuhinya. Kendati demikian, mereka tak bisa berbuat banyak untuk
menasihatinya. Sebab, perkataan mereka bagai angin lalu saja bagi lelaki itu.
Bahkan, Nabi Musa sendiri tak bisa menyadarkan lelaki itu. Sampai suatu ketika,
turunlah firman Allah kepada Nabi Musa: "Hai Musa, usirlah lelaki fasik itu
dari kampungnya, agar masyarakat di sekitarnya tak memperoleh siksa neraka
akibat perbuatan fasik lelaki itu " Demikian firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Musa.
Segera Nabi Musa melaksanakan perintah Allah
tersebut. Ia kemudian mengusir lelaki fasik itu dari kampungnya. Oleh karena
tak ada lagi yang menyukainya dan bahkan diusir oleh Nabi
Musa, maka lelaki itu pun pergi meninggalkan keluarganya menuju kampung
tetangga yang letaknya cukup jauh dari kampungnya sendiri. Akan tetapi, turun
lagi firman Allah yang memerintahkan Nabi Musa untuk mengusir
lelaki tersebut. Sebab, ternyata di kampungnya yang baru, lelaki tersebut masih
melakukan perbuatan yang sama, yakni suka berbuat onar.
Alhasil, Nabi Musa pergi menuju kampung yang
dimaksud, dan ia mengusir lelaki itu dari sana. Oleh karena yang mengusirnya adalah
Nabi Musa, lelaki itu pun menurutinya. Ia pindah dari kampung itu menuju
kampung lainnya yang lebih jauh lagi. Kembali Allah memerintahkan kepada Nabi
Musa agar mengusir lelaki itu dari kampung di mana ia tinggal. Nabi Musa pun
mencari lelaki itu di kampung yang dimaksud dan mengusirnya dari sana.
Begitulah terus-menerus. Setiap lelaki itu memasuki suatu kampung, Allah selalu
memerintahkan kepada Nabi Musa agar mencari dan mengusirnya dari kampung yang
ia tempati saat itu.
Hingga kemudian, lelaki itu
pergi membawa langkahnya menuju ke sebuah padang pasir yang sepi dari
orang-orang. Padang pasir yang tandus itu menjadi tempat yang sangat menyiksa
dirinya. Sehingga ia jatuh sakit dan terkapar di gurun itu
tanpa penolong satu orang pun. Pada saat itu, teringatlah ia kepada Allah. Di
tengah kesendiriannya yang tersiksa itu, ia benar-benar bertobat dan berpasrah
diri kepada Allah.
Dalam keadaan sendiri, lemah dan tak berdaya, ia
bergumam: "Sekiranya ibuku duduk di sampingku, tentulah ia telah mengusap lembut kepalaku. Maka, aku akan menangis karena
kehinaanku ini. Sekiranya ayahku ada di sini, tentulah ia akan menolongku dan
menanggung semua permasalahanku ini. Seandainya istriku ada, tentulah ia akan
menangis karena telah berpisah sekian lama denganku. Seandainya anak-anakku ada duduk mengitariku, tentulah
mereka akan menangisi diriku ini."
"Sesungguhnya," lanjut lelaki itu, "jika saja
anak-anakku itu ada di sini, mereka tentu akan berdoa kepada Allah, ’Ya Allah,
ampunilah ayahku yang terasing, lemah dan suka melakukan maksiat, berbuat fasik
serta terusir dari kampung ke kampung hingga terdampar di gurun tandus ini.
Kemudian di gurun pasir inilah, ia akan keluar dari dunia menuju akhirat dalam
keadaan berputus asa dari segala sesuatu"
Kemudian lelaki itu menatap langit seraya berdoa,
"Ya Allah, Engkau telah memutuskanku dari orangtuaku, istriku dan anak-anakku.
Tapi janganlah Engkau memutuskanku dari rahmat-Mu. Sesungguhnya Engkau telah
membakar hatiku dengan memisahkanku dari keluargaku, maka janganlah Engkau
membakarku pula lantaran perbuatan maksiatku."
Tobat lelaki itu pun akhirnya diterima oleh Allah
Yang Maha Penerima Tobat. Kepasrahannya yang penuh kepada Allah di tengah
keputus-asaannya terhadap segala sesuatu selain rahmat Allah, membuat lelaki
itu dicintai Allah dan dijadikan kekasih- Nya. Tatkala menjelang ajalnya tiba,
Allah berfirman kepada para malaikat-Nya:
"Hai para malaikat-Ku, lelaki yang wafat di padang
pasir tandus itu adalah orang yang terbuang dan terusir. Ia telah terpisah dari
ayah, ibu, istri dan anak-anaknya. Jika ia meninggal dalam keadaan demikian,
maka tak seorang pun yang akan menangisinya. Sedangkan ia sendiri tiada
bersedih karena hal itu. Sebab ia hanya berharap pada rahmat-Ku"
Pada saat itu, Allah kemudian mengutus beberapa bidadari
dengan menyerupakan diri mereka sebagai ibu dan istri d ari lelaki tersebut. Di
samping itu, Allah juga mengutus beberapa malaikat yang menyerupai ayah dan anak-anaknya. Mereka semua datang ke
hadapan lelaki itu dan duduk mengitarinya.
Melihat kehadiran ayah, ibu, istri dan
anak-anaknya, lelaki itu pun menjadi sangat gembira dan bersyukur kepada Allah.
Ia menyadari betul bahwa Allah telah melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya.
Ia mengembuskan nafas terakhirnya dengan
kepasrahan, kesyukuran dan keyakinan yang sangat kuat terhadap cinta kasih
Allah. Ampunan dan rahmat Allah pulalah yang
telah menyebabkan lelaki itu akhirnya diangkat sebagai kekasih oleh Allah Yang
Maha Mencintai (Al-Wadud).
Setelah lelaki itu menemui ajalnya, Allah pun
berfirman kepada Nabi Musa:
"Hai Musa, pergilah engkau ke sebuah padang pasir
yang tandus. Di sana ada salah seorang dari kekasih-Ku yang telah wafat Uruslah
segala keperluan untuk jenazahnya dan pemakaman- nya.
Nabi Musa segera menuju padang pasir yang dimaksud.
Setibanya di sana, ia merasa terkejut. Sebab, lelaki yang disebutkan sebagai
kekasih Allah itu adalah lelaki yang telah ia usir dari kampung ke kampung atas
perintah Allah juga.
Yang lebih mengherankan lagi bagi Nabi Musa adalah, di sekitar pemuda itu ada beberapa bidadari
dan malaikat. Dengan penuh rasa penasaran, ia bertanya
kepada Allah: "Ya Rabb, bukankah pemuda ini
yang telah Engkau perintahkan untuk diusir dari kampung ke kampung?"
Allah kemudian menjawab rasa heran Nabi Musa itu dengan berfirman: "Hai Musa, sesungguhnya Aku telah memberi rahmat kepadanya.
Aku telah mendengar rintihannya dan membuatnya terusir dari kampung halamannya,
terpisah dari ayah, ibu, istri dan anak-anaknya. Oleh karena itu, Aku mengutus
beberapa bidadari dan malaikat yang menyerupai keluarganya tersebut ."
"Sesungguhnya," lanjut firman Allah kepada Nabi Musa, "apabila
Aku membiarkan ia menemui ajalnya dalam kesendirian dan keterasingannya, maka
seluruh malaikat penduduk langit dan bumi akan menangis sebagai tanda kasih
sayang mereka kepadanya. Sedangkan Aku adalah Zat Yang Maha Kasih Sayang."
Setelah mengetahui derajat lelaki itu di sisi
Allah, Nabi Musa segera memandikan, mengkafani, menyalatkan dan menguburkan
jenazahnya dengan dibantu para malaikat. Kemudian para malaikat menyebar dan
mengitari kuburannya seraya mendoakannya hingga hari kiamat tiba.
Demikianlah salah satu bukti kasih sayang Allah
kepada hamba-Nya yang mau berpasrah diri hanya kepadaNya. "Sesungguhnya Allah
itu Maha Lemah Lembut kepada hamba- hamba-Nya" (QS Al-Syuara’ [26]: 19).
Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya
Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah,