Kekasih yang Terusir

abatasa | Kamis, 31 Oktober 2013 08:08 WIB | 6.324 kali
Kekasih yang Terusir
"Ya Allah, Engkau telah memutuskanku dari orangtuaku, istriku dan anak-anakku. Tapi, janganlah Engkau memutuskanku dari rahmat-Mu. Sesungguhnya Engkau telah membakar hatiku dengan memisahkanku dari keluargaku, maka janganlah Engkau membakarku pula lantaran perbuatan maksiatku..."

Pada zaman Nabi Musa, ada seorang lelaki yang sering berbuat onar di tengah masyarakat. Perbuatannya tak pernah menyenang­kan hati. Selalu saja ada masalah yang ia munculkan, sehingga membuat para tetangga yang ada di sekitar tempat tinggalnya menjadi tidak tenang dan merasa tidak aman.

Akibatnya, masyarakat setempat menjadi sangat tidak suka dan memusuhinya. Kendati demikian, mereka tak bisa berbuat banyak untuk menasihatinya. Sebab, perkataan mereka bagai angin lalu saja bagi lelaki itu. Bahkan, Nabi Musa sendiri tak bisa menyadarkan lelaki itu. Sampai suatu ketika, turunlah firman Allah kepada Nabi Musa: "Hai Musa, usirlah lelaki fasik itu dari kampungnya, agar masyarakat di sekitarnya tak memperoleh siksa neraka akibat perbuatan fasik lelaki itu " Demikian firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Musa.

Segera Nabi Musa melaksanakan perintah Allah tersebut. Ia kemudian mengusir lelaki fasik itu dari kampungnya. Oleh karena tak ada lagi yang menyukainya dan bahkan diusir oleh Nabi Musa, maka lelaki itu pun pergi meninggalkan keluarganya menuju kampung tetangga yang letaknya cukup jauh dari kampungnya sendiri. Akan tetapi, turun lagi firman Allah yang memerintah­kan Nabi Musa untuk mengusir lelaki tersebut. Sebab, ternyata di kampungnya yang baru, lelaki tersebut masih melakukan perbuatan yang sama, yakni suka berbuat onar.

Alhasil, Nabi Musa pergi menuju kampung yang dimaksud, dan ia mengusir lelaki itu dari sana. Oleh karena yang mengusirnya adalah Nabi Musa, lelaki itu pun menurutinya. Ia pindah dari kampung itu menuju kampung lainnya yang lebih jauh lagi. Kembali Allah memerintahkan kepada Nabi Musa agar mengusir lelaki itu dari kampung di mana ia tinggal. Nabi Musa pun mencari lelaki itu di kampung yang dimaksud dan mengusirnya dari sana. Begitulah terus-menerus. Setiap lelaki itu memasuki suatu kampung, Allah selalu memerintahkan kepada Nabi Musa agar mencari dan mengusirnya dari kampung yang ia tempati saat itu.

Hingga kemudian, lelaki itu pergi membawa langkahnya menuju ke sebuah padang pasir yang sepi dari orang-orang. Padang pasir yang tandus itu menjadi tempat yang sangat menyiksa dirinya. Sehingga ia jatuh sakit dan terkapar di gurun itu tanpa penolong satu orang pun. Pada saat itu, teringatlah ia kepada Allah. Di tengah kesendiriannya yang tersiksa itu, ia benar-benar bertobat dan berpasrah diri kepada Allah.

Dalam keadaan sendiri, lemah dan tak berdaya, ia bergumam: "Sekiranya ibuku duduk di sampingku, tentulah ia telah mengusap lembut kepalaku. Maka, aku akan menangis karena kehinaanku ini. Sekiranya ayahku ada di sini, tentulah ia akan menolongku dan menanggung semua permasalahanku ini. Seandainya istriku ada, tentulah ia akan menangis karena telah berpisah sekian lama denganku. Seandainya anak-anakku ada duduk mengitariku, tentulah mereka akan menangisi diriku ini."

"Sesungguhnya," lanjut lelaki itu, "jika saja anak-anakku itu ada di sini, mereka tentu akan berdoa kepada Allah, ’Ya Allah, ampunilah ayahku yang terasing, lemah dan suka melakukan maksiat, berbuat fasik serta terusir dari kampung ke kampung hingga terdampar di gurun tandus ini. Kemudian di gurun pasir inilah, ia akan keluar dari dunia menuju akhirat dalam keadaan berputus asa dari segala sesuatu"

Kemudian lelaki itu menatap langit seraya berdoa, "Ya Allah, Engkau telah memutuskanku dari orangtuaku, istriku dan anak-anakku. Tapi janganlah Engkau memutuskanku dari rahmat-Mu. Sesungguhnya Engkau telah membakar hatiku dengan memisahkanku dari keluargaku, maka janganlah Engkau membakarku pula lantaran perbuatan maksiatku."

Tobat lelaki itu pun akhirnya diterima oleh Allah Yang Maha Penerima Tobat. Kepasrahannya yang penuh kepada Allah di tengah keputus-asaannya terhadap segala sesuatu selain rahmat Allah, membuat lelaki itu dicintai Allah dan dijadikan kekasih- Nya. Tatkala menjelang ajalnya tiba, Allah berfirman kepada para malaikat-Nya:

"Hai para malaikat-Ku, lelaki yang wafat di padang pasir tandus itu adalah orang yang terbuang dan terusir. Ia telah terpisah dari ayah, ibu, istri dan anak-anaknya. Jika ia meninggal dalam keadaan demikian, maka tak seorang pun yang akan menangisinya. Sedangkan ia sendiri tiada bersedih karena hal itu. Sebab ia hanya berharap pada rahmat-Ku"

Pada saat itu, Allah kemudian mengutus beberapa bidadari dengan menyerupakan diri mereka sebagai ibu dan istri d ari lelaki tersebut. Di samping itu, Allah juga mengutus beberapa malaikat yang menyerupai ayah dan anak-anaknya. Mereka semua datang ke hadapan lelaki itu dan duduk mengitarinya.

Melihat kehadiran ayah, ibu, istri dan anak-anaknya, lelaki itu pun menjadi sangat gembira dan bersyukur kepada Allah. Ia menyadari betul bahwa Allah telah melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya.

Ia mengembuskan nafas terakhirnya dengan kepasrahan, kesyukuran dan keyakinan yang sangat kuat terhadap cinta kasih Allah. Ampunan dan rahmat Allah pulalah yang telah menyebabkan lelaki itu akhirnya diangkat sebagai kekasih oleh Allah Yang Maha Mencintai (Al-Wadud).

Setelah lelaki itu menemui ajalnya, Allah pun berfirman kepada Nabi Musa:

"Hai Musa, pergilah engkau ke sebuah padang pasir yang tandus. Di sana ada salah seorang dari kekasih-Ku yang telah wafat Uruslah segala keperluan untuk jenazahnya dan pemakaman- nya.

Nabi Musa segera menuju padang pasir yang dimaksud. Setibanya di sana, ia merasa terkejut. Sebab, lelaki yang disebutkan sebagai kekasih Allah itu adalah lelaki yang telah ia usir dari kampung ke kampung atas perintah Allah juga.

Yang lebih mengherankan lagi bagi Nabi Musa adalah, di sekitar pemuda itu ada beberapa bidadari dan malaikat. Dengan penuh rasa penasaran, ia bertanya kepada Allah: "Ya Rabb, bukankah pemuda ini yang telah Engkau perintahkan untuk diusir dari kampung ke kampung?"

Allah kemudian menjawab rasa heran Nabi Musa itu dengan berfirman: "Hai Musa, sesungguhnya Aku telah memberi rahmat kepadanya. Aku telah mendengar rintihannya dan membuatnya terusir dari kampung halamannya, terpisah dari ayah, ibu, istri dan anak-anaknya. Oleh karena itu, Aku mengutus beberapa bidadari dan malaikat yang menyerupai keluarganya tersebut ."

"Sesungguhnya," lanjut firman Allah kepada Nabi Musa, "apabila Aku membiarkan ia menemui ajalnya dalam kesendirian dan keterasingannya, maka seluruh malaikat penduduk langit dan bumi akan menangis sebagai tanda kasih sayang mereka kepadanya. Sedangkan Aku adalah Zat Yang Maha Kasih Sayang."

Setelah mengetahui derajat lelaki itu di sisi Allah, Nabi Musa segera memandikan, mengkafani, menyalatkan dan menguburkan jenazahnya dengan dibantu para malaikat. Kemudian para malaikat menyebar dan mengitari kuburannya seraya mendoakan­nya hingga hari kiamat tiba.

Demikianlah salah satu bukti kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang mau berpasrah diri hanya kepadaNya. "Sesungguhnya Allah itu Maha Lemah Lembut kepada hamba- hamba-Nya" (QS Al-Syuara’ [26]: 19).

Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah,



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB