Pada suatu hari, Fatimah az-Zahra sakit. Sebagai seorang suami, Ali bin Abi
Thalib menawari makanan kesukaannya. "Wahai Fatimah, makanan apakah yang paling engkau inginkan saat ini?" tanya Ali kepada sang istri. Sebenarnya, Ali saat itu tidak mempunyai uang barang
sedikit pun. Tetapi, demi cintanya pada Fatimah, maka dia akan berusaha untuk
memenuhinya.
"Tidak ada makanan yang aku inginkan saat ini
selain buah delima!" jawab Fatimah az-Zahra.
"Baiklah, aku akan ke pasar!" kata Ali. Dia pun
segera pergi ke pasar. Sesampainya di sana, dia menceritakan tentang
kesulitannya. Salah seorang
penjual itu mengutanginya buah delima
satu buah saja. Itulah Ali, dia hanya berutang bila sangat perlu sekali, selain
itu hanya secukupnya saja.
Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, dia pun pulang. Kali ini, dia melewati jalan
yang berbeda dari berangkat tadi. Tetapi, di tengah perjalanan, dia bertemu
dengan orang tua yang tergeletak di tepi jalan. Keadaannya sangat parah. Dia
tidak mampu berdiri. Merasa kasihan, maka Ali pun menghampirinya.
"Wahai Kakek, apakah yang engkau rasakan? Apakah
engkau kelaparan?" tanya Ali bin Abi Thalib.
"Wahai Ali, sudah lima hari aku tergeletak di sini
dan tidak ada seorang pun yang menyapaku."
"Apa yang engkau inginkan, Kek?"
"Sungguh, saat ini tiada yang aku inginkan selain
makan buah delima!"
Ali kaget mendengar kata sang kakek. Dia memang
mempunyai buah delima. Tetapi sayang, jumlahnya hanya satu. Kalau buah itu dia berikan kepada lelaki
tua itu, maka Fatimah pasti akan kecewa. Sebaliknya, kalau buah itu dia bawa
pulang untuk Fatimah, lalu bagaimana dengan orang tua ini?
Akhirnya, Ali pun mempunyai sebuah ide. Dia
membelah buah delima itu menjadi dua bagian. Satu bagian
dia berikan untuk orang tua itu, lalu satu
bagian yang lain akan dia bawa pulang untuk istrinya.
Setelah lelaki tua itu
menerima buah delima, dia pun segera memakannya
dengan lahap. Dan ajaib, dia langsung sembuh seperti tidak pernah sakit sebelumnya. Begitu pula dengan Fatimah, yang saat
itu berada di rumah menanti suaminya, telah disembuhkan oleh Allah sebelum dia
makan buah delima itu. Mungkin itulah hikmah dari seorang yang suka berbagi.
Setelah memastikan keadaan
orang tua itu baik-baik saja, maka Ali pun segera pulang. Sesampainya
di rumah, dia menceritakan kejadian saat di pasar kepada istrinya. Mengapa saat
itu dia pulang hanya membawa separuh dari buah delima itu.
"Segala puji bagi Allah, wahai Ali. Ketahuilah
bahwa ketika kamu memberikan delima itu kepada orang tua itu, tiba-tiba saja
keinginanku untuk makan buah itu lenyap.
Jadi, engkau tidak usah bersedih," kata Fatimah sambil
menenangkan suaminya.
Di saat mereka sedang asyik bercengkerama, dari luar terdengar suara orang
yang mengetuk pintu. "Siapa itu?" tanya Ali.
"Aku Salman al-Farisi!" kata Salman dari balik pintu.
Mendengar suara Salman, maka
Ali pun segera membukakan pintu. Di luar terlihat Salman datang sambil membawa sebuah nampan yang tertutup sapu
tangan. Sang tamu memberikan oleh-oleh itu kepada Ali.
"Dari manakah nampan itu?" tanya Ali saat melihat
oleh-oleh yang dibawa Salman.
"Dari Allah kepada Rasulullah. Lalu, dari Rasulullah untukmu, wahai Ali!"
Ali mengangguk sambil berusaha membuka tutup nampan
itu. Subbanallah! Di sana dia melihat buah
delima yang ranum berjumlah sembilan buah. "Wahai Salman, kalau benar itu dari Allah untuk Rasulullah, lalu dari
Rasul Allah untukku seharusnya berjumlah sepuluh, bukan sembilan.
Bukankah Allah telah berfirman bahwa
"Barang siapa
berbuat kebaikan, maka Allah pasti akan mengganti sepuluh kali lipat. "
Mendengar teguran Ali, Salman pun tertawa sambil mengeluarkan satu buah delima dari balik
bajunya. "Engkau benar, wahai Ali. Aku memang sengaja mengujimu,"
buah delima itu pun digabungkannya dengan yang sembilan tadi. Jadi, semuanya
berjumlah sepuluh. Begitulah. Sungguh Allah akan mengganti apa-apa yang kita
keluarkan di jalan-Nya dengan sesuatu yang lebih baik dan berlipat-lipat.
Disadur dari buku Taubatnya Seorang Pelacur, Penerbit DIVA Press