Pada zaman Bani Israil, ada seorang hamba Allah
yang telah beribadah selama dua ratus dua puluh tahun. Selama itu, kegiatannya
hanya memuja Allah semata. Tiada sekal pun dia pernah durhaka kepada Allah.
Karena keshalihannya itulah, banyak yang berguru kepadanya. Tak kurang dari
enam puluh ribu santri setiap hari yang berguru kepadanya.
Iblis yang mengetahui
keshalihan lelaki itu menjadi penasaran Dia ingin sekali menguji keshalihannya.
Kalau biasanya dia hanya menguji orang-orang biasa, maka hari itu dia berjanji
akan menggoda lelaki shalih itu. Di dalam benak iblis telah tersimpan cara-cara
untuk menjerumuskan mangsanya.
Pada suatu hari, dia
bertamu ke tempat pertapaan lelaki itu dengan wujud seorang tua. Melihat tamu
yang belum pernah dikenalnya, lelaki shalih ituu
pun menegurnya. "Apakah ada
hajatmu datang ke pertapaanku ini?"
"Aku tiada lain hanyalah hamba Allah yang ingin menemani engkau dalam
beribadah kepada Allah!" "Apakah ada hajatmu yang lain?
"Tidak!"
"Bagiku, ketika aku
beribadah cukuplah Allah yang menemaniku. Tetapi baiklah,
silakan masuk!" Iblis yang menjelma menjadi lelaki tua itu pun masuk. Setelah
berbasa-basi sejenak, dia pun meminta izin untuk bermunajat kepada Allah.
Lelaki shalih pemilik pertapaan itu pun mengizinkannya. Setelah mendapat izin,
iblis pun segera masuk ke sanggar pemujaan. Dia berdoa dengan sangat khusyuk
sekali. Sesekali dia menangis, sehingga membuat lelaki shalih itu begitu
mengagumi tamunya tersebut.
Tiga hari tiga malam
iblis yang menjelma menjadi manusia itu bermunajat. Selama itu pula, dia tidak
makan dan tidak minum. Yang dia kerjakan hanyalah berdzikir dan berdoa. Melihat
kehebatan ibadah tamunya, lelaki shalih itu pun sangat terpesona. Dalam hati
dia ingin belajar kepada tamunya itu.
"Sudah tiga hari Tuan
beribadah, apakah tidak sebaiknya Tuan itu beristirahat? Aku takut Tuan menjadi
sakit karena tidak makan dan minum."
Karena ditegur si
Tuan rumah, sang tamu itu pun menyudahi ibadahnya. Dia pun berpaling ke arah
lelaki shalih itu.
"Tuan beribadah
sangat khusyuk sekali? Apa yang membuat Tuan bisa berbuat demikian?"
"Aku itu hanyalah
seorang manusia biasa yang tidak lepas dari dosa!" kata iblis mulai memasang
jerat-jeratnya.
"Sungguh, selama aku
hidup, aku belum pernah melihat seseorang yang lebih bertakwa selain engkau.’’
"Apa-apa yang engkau
lihat itu hanyalah sebagian kecil dari ibadahku," kata iblis lirih. Dalam hati
dia tertawa, sebab si ahli ibadah itu telah masuk ke dalam
perangkapnya.
Lelaki itu kian
terpesona.
Dia sangat kagum dengan tamunya itu. Kalau yang
luar biasa itu saja disebut sebagai sebagian kecil, itu berarti yang tidak
terlihat lebih hebat lagi.
"Aku sungguh kagum dengan engkau. Kalau
boleh, aku akan berguru kepadamu."
"Aku bukanlah orang
yang pantas menjadi guru,"
kata si iblis merendah.
"Tidak! engkau sangat
pantas aku jadikan guru,"
kata lelaki shalih itu. "Ketahuilah,
aku telah beribadah selama dua ratus dua puluh tahun, tapi belum pernah
merasakan beribadah yang begitu nikmat sepertimu. Selama ini pula, aku masih makan, minum, dan
tidur. Tolong tunjukkan cara beribadah yang sedemikian hebat kepadaku. Sungguh,
aku ingin beribadah seperti itu!"
"Ketahuilah orang
shalih, dulu aku juga tidak bisa melakukan ibadah yang hebat seperti itu,
sampai aku melakukan sebuah dosa!"
"Maksudmu?"
"Saya pernah
melakukan sebuah dosa yang sangat besar sekali. Apabila aku teringat itu, maka
aku sangat bersedih sekali. Untuk menebusnya, maka aku berjanji untuk beribadah
terus-menerus. Itulah mengapa lapar, dahaga, dan mengantuk sekali pun tidak aku
perhatikan. Aku hanya ingin menebus dosa-dosaku!"
"Tuan, kalau begitu
tunjukkan kepadaku bagaimana caranya agar aku bisa mencontoh beribadah yang
khusyuk seperti Tuan?"
"Keluarlah dari
pertapaanmu dan lakukanlah sebuah dosa besar. Setelah itu lekaslah bertaubat,
bukankah Allah Maha Menerima Taubat hamba-Nya yang bersungguh-sungguh. Ingat, kita akan merasakan
manisnya madu apabila kita pernah makan empedu. Begitu juga, kalau kita ingin merasakan
manisnya ibadah, kita pernah melakukan maksiat kepada Allah!
"Terus, kira-kira
maksiat seperti apakah yang membuatku bisa merasakan manisnya ibadah?" "Lakukan
perbuatan musyrik. Sesungguhnya, tidak ada dosa yang lebih besar daripada menyekutukan
Allah?" kata iblis.
"Aku tidak mungkin
meiakukan itu, karena musyrik adalah dosa yang tidak terampuni!" tegas ahli
ibadah itu.
"Kalau begitu lakukan
zina."
"Tidak, aku telah
beristri. Selain itu, aku malu apabila itu ketahuan oleh para pengikutku. Apa
kata mereka nantinya jika mengetahui hal itu."
"Kalau begitu, bunuhlah
seorang muslim!" kata iblis.
"Tidak. Karena
sesungguhnya membunuh seorang muslim balasannya juga dibunuh. Aku tak mau
melakukan itu!"
"Minumlah khamar!"
Tampak
lelaki ahli ibadah itu berpikir sejenak, setelah mendengar perkataan tamunya. Mungkin itulah dosa yang
paling kecil. Batin si
ahli ibadah.
"Baiklah. Lalu, di manakah aku bisa membeli barang itu?
Karena di kota ini tidak ada yang menjual khamar,"
ujar ahli ibadah. Di kotanya memang tidak ada
yang menjual khamar karena semua penduduknya adalah orang-orang yang beriman. (bersambung...)
Disadur dari buku Taubatnya
Seorang Pelacur, Penerbit DIVA Press