Tipu Daya Iblis I

Senin, 06 Januari 2014 02:23 WIB | 13.455 kali
Tipu Daya Iblis I
Pada zaman Bani Israil, ada seorang hamba Allah yang telah beribadah selama dua ratus dua puluh tahun. Selama itu, kegiatannya hanya memuja Allah semata. Tiada sekal pun dia pernah durhaka kepada Allah. Karena keshalihannya itulah, banyak yang berguru kepadanya. Tak kurang dari enam puluh ribu santri setiap hari yang berguru kepadanya.

Iblis yang mengetahui keshalihan lelaki itu menjadi penasaran Dia ingin sekali menguji ke­shalihannya. Kalau biasanya dia hanya menguji orang-orang biasa, maka hari itu dia berjanji akan menggoda lelaki shalih itu. Di dalam benak iblis telah tersimpan cara-cara untuk menjerumuskan mangsanya.

Pada suatu hari, dia bertamu ke tempat pertapaan lelaki itu dengan wujud seorang tua. Melihat tamu yang belum pernah dikenalnya, lelaki shalih ituu pun menegurnya. "Apakah ada hajatmu datang ke pertapaanku ini?"

"Aku tiada lain hanyalah hamba Allah yang ingin menemani engkau dalam beribadah kepada Allah!" "Apakah ada hajatmu yang lain?

"Tidak!"

"Bagiku, ketika aku beribadah cukuplah Allah yang menemaniku. Tetapi baiklah, silakan masuk!" Iblis yang menjelma menjadi lelaki tua itu pun masuk. Setelah berbasa-basi sejenak, dia pun meminta izin untuk bermunajat kepada Allah. Lelaki shalih pemilik pertapaan itu pun mengizinkannya. Setelah mendapat izin, iblis pun segera masuk ke sanggar pemujaan. Dia berdoa dengan sangat khusyuk sekali. Sesekali dia menangis, sehingga membuat lelaki shalih itu begitu mengagumi tamunya tersebut.

Tiga hari tiga malam iblis yang menjelma menjadi manusia itu bermunajat. Selama itu pula, dia tidak makan dan tidak minum. Yang dia kerjakan hanyalah berdzikir dan berdoa. Melihat kehebatan ibadah tamunya, lelaki shalih itu pun sangat terpesona. Dalam hati dia ingin belajar kepada tamunya itu.

"Sudah tiga hari Tuan beribadah, apakah tidak sebaiknya Tuan itu beristirahat? Aku takut Tuan menjadi sakit karena tidak makan dan minum."

Karena ditegur si Tuan rumah, sang tamu itu pun menyudahi ibadahnya. Dia pun berpaling ke arah lelaki shalih itu.
"Tuan beribadah sangat khusyuk sekali? Apa yang membuat Tuan bisa berbuat demikian?"
"Aku itu hanyalah seorang manusia biasa yang tidak lepas dari dosa!" kata iblis mulai memasang jerat-jeratnya.
"Sungguh, selama aku hidup, aku belum pernah melihat seseorang yang lebih bertakwa selain eng­kau.’’

"Apa-apa yang engkau lihat itu hanyalah seba­gian kecil dari ibadahku," kata iblis lirih. Dalam hati dia tertawa, sebab si ahli ibadah itu telah masuk ke dalam perangkapnya.

Lelaki itu kian terpesona.
Dia sangat kagum dengan tamunya itu. Kalau yang luar biasa itu saja disebut sebagai sebagian kecil, itu berarti yang tidak terlihat lebih hebat lagi.

"Aku sungguh kagum dengan engkau. Kalau boleh, aku akan berguru kepadamu."
"Aku bukanlah orang yang pantas menjadi guru," kata si iblis merendah.

"Tidak! engkau sangat pantas aku jadikan guru," kata lelaki shalih itu. "Ketahuilah, aku telah ber­ibadah selama dua ratus dua puluh tahun, tapi belum pernah merasakan beribadah yang begitu nikmat sepertimu. Selama ini pula, aku masih makan, minum, dan tidur. Tolong tunjukkan cara beribadah yang sedemikian hebat kepadaku. Sungguh, aku ingin beribadah seperti itu!"

"Ketahuilah orang shalih, dulu aku juga tidak bisa melakukan ibadah yang hebat seperti itu, sampai aku melakukan sebuah dosa!"
"Maksudmu?"

"Saya pernah melakukan sebuah dosa yang sa­ngat besar sekali. Apabila aku teringat itu, maka aku sangat bersedih sekali. Untuk menebusnya, maka aku berjanji untuk beribadah terus-menerus. Itulah mengapa lapar, dahaga, dan mengantuk sekali pun tidak aku perhatikan. Aku hanya ingin menebus dosa-dosaku!"

"Tuan, kalau begitu tunjukkan kepadaku ba­gaimana caranya agar aku bisa mencontoh beribadah yang khusyuk seperti Tuan?"

"Keluarlah dari pertapaanmu dan lakukanlah sebuah dosa besar. Setelah itu lekaslah bertaubat, bukankah Allah Maha Menerima Taubat hamba-Nya yang bersungguh-sungguh. Ingat, kita akan merasakan manisnya madu apabila kita pernah makan empedu. Begitu juga, kalau kita ingin merasakan manisnya ibadah, kita pernah melakukan maksiat kepada Allah!

"Terus, kira-kira maksiat seperti apakah yang membuatku bisa merasakan manisnya ibadah?" "Lakukan perbuatan musyrik. Sesungguhnya, tidak ada dosa yang lebih besar daripada menye­kutukan Allah?" kata iblis.

"Aku tidak mungkin meiakukan itu, karena musyrik adalah dosa yang tidak terampuni!" tegas ahli ibadah itu.
"Kalau begitu lakukan zina."

"Tidak, aku telah beristri. Selain itu, aku malu apabila itu ketahuan oleh para pengikutku. Apa kata mereka nantinya jika mengetahui hal itu."

"Kalau begitu, bunuhlah seorang muslim!" kata iblis.
"Tidak. Karena sesungguhnya membunuh se­orang muslim balasannya juga dibunuh. Aku tak mau melakukan itu!"

"Minumlah khamar!"
Tampak lelaki ahli ibadah itu berpikir sejenak, setelah mendengar perkataan tamunya. Mungkin itulah dosa yang paling kecil. Batin si ahli ibadah.

"Baiklah. Lalu, di manakah aku bisa membeli barang itu? Karena di kota ini tidak ada yang menjual khamar," ujar ahli ibadah. Di kotanya memang tidak ada yang menjual khamar karena semua pen­duduknya adalah orang-orang yang beriman. (bersambung...)

 
Disadur dari buku Taubatnya Seorang Pelacur, Penerbit DIVA Press


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB