Utsman adalah salah seorang sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah. Sejak kecil, dia
telah mendapat pendidikan yang memadai dari kedua orang tuanya. Sebagai
seorang keturunan Bani Umayyah yang disegani di seluruh jazirah Arab,
pribadinya menjadi sosok yang dikagumi. Selain cerdas, dia juga dikenal sebagai
pemuda yang kaya raya.
Meski keluarganya
termasuk orang yang terpandang, tapi tak menjadikan Utsman sebagai orang
sombong. Rendah hati dan jujur adalah sifat yang sangat melekat pada dirinya.
Apalagi, ketika cahaya Islam
telah terpancar di dalam hidupnya, dia
pun semakin tawadhu.
Utsman dikenal sebagai sosok yang gigih dalam berusaha.
Segala sesuatu yang diusahakannya selalu mendapat keuntungan. Tangan dinginnya
menjadikannya sebagai seorang saudagar yang kaya raya. Perniagaannya semakin
menyebar di seluruh jazirah Arab. Dia mengirim kafilah-kafilah dagang ke Syam dan Yaman di musim yang berbeda.
Setiap kali kafilahnya itu pulang, dia selalu mendapat
keuntungan yang berlipat.
Pada suatu hari,
tersiarlah kabar kalau Ruqayah,
putri Rasulullah, diceraikan oleh
Utbah. Utbah adalah putra Abu
Lahab. Perceraian itu dilakukan atas desakan kedua orang tua Utbah untuk
menghina dan merendahkan keluarga Rasulullah. Setelah perceraian itu terjadi,
perkataan-perkataan bernada miring yang dialamatkan untuk
keluarga Rasulullah tersebar dengan cepat. Dan, sudah menjadi tradisi Arab
bahwa seorang wanita sangat tabu dicerai. Apabila terjadi,
maka hal itu menandakan bahwa si wanita bukanlah seorang perempuan yang layak
dijadikan istri.
Melihat rasul junjungannya dipermalukan, maka terketuklah
hati Utsman. Dia tampil ke depan untuk meringankan beban keluarga Rasulullah Saw. Dengan sepenuh kesucian jiwa, dia menikahi putri
Rasulullah. Meski saat itu dia tengah berada di puncak sebagai seorang pemuda
yang dipuja-puja oleh semua wanita Quraisy, tapi dia lebih memilih
Ruqayah. Hal itu dilakukan demi cintanya kepada Rasulullah.
Bersamaan dengan itu, permusuhan kafir Quraisy terhadap kaum muslimin semakin besar, sehingga datanglah
perintah hijrah untuk pertama kalinya. Maka, Utsman dan istrinya, Ruqayah, pergi ke Habasyah
untuk menyelamatkan akidah mereka. Meski hidup apa adanya, namun keselamatan
mereka terjamin.
Dikisahkan bahwa keadaan keluarga Utsman hidup
dengan damai. Pribadinya yang dapat membawa diri membuatnya sangat mudah
beradaptasi. Bisnis yang dirancangnya pun bisa berkembang. Dan di tempat
itulah, Utsman dan
Ruqayah dikaruniai seorang anak yang
diberi nama Abdullah.
Akan tetapi, seiring dengan kuatnya Islam, karena beberapa tokoh Quraisy telah
bersyahadat, keadaan di Makkah sudah aman terkendali. Maka, seluruh kaum
Muhajirin pun kembali ke Makkah,
termasuk keluarga kecil itu. Di Makkah, Utsman dan
istrinya tidak tinggal lama. Sebab setelah itu, datanglah perintah hijrah ke
Yatsrib (Madinah), sehingga hampir seluruh umat Islam meninggalkan
Makkah.
Selama di Madinah, Utsman dan istrinya menjalani
hidup dalam naungan Islam.
Selain mengurus perniagaan, waktu
Utsman banyak dihabiskan untuk menuntut ilmu. Tak heran, dua karakter bersatu
dalam sosok itu. Ulama yang pedagang, dan pedagang yang berilmu. Tetapi,
rupanya ujian berat harus dialami keluarga itu. Ruqayah sakit
keras. Keadaan itu diperparah dengan meninggalnya Khadijah, ibu Ruqayah, dan
juga anaknya, Abdullah,
yang masih sangat kecil.
Ujian yang bertubi-tubi itu dihadapi Utsman dengan
penuh tawakkal. Sungguh, Allah tidak akan memberi ujian melebihi kekuatan
makhluknya. Karena cintanya pada sang istri, dia pun tak rela jika orang lain yang mengurusnya. Setiap hari, dia menunggui istrinya
dengan penuh kasih sayang.
Bersamaan dengan itu, seruan Perang Badar berkumandang. Seluruh kaum muslimin mempersiapkan
diri untuk menyambutnya. Kesibukan yang luar biasa terjadi hampir di setiap
sudut kota Madinah. Kuda-kuda terkuat dan aneka perbekalan
dipersiapkan.
Hal itu membuat Utsman dilanda kebimbangan. Di lain sisi, dia sebagai muslim merasa terpanggil atas seruan itu.
Tetapi, di sisi yang lain,
dia tak mungkin meninggalkan istrinya
yang tengah terbaring sakit. Melihat keadaan Utsman, maka Rasulullah memberi izin
kepada Utsman untuk tetap tinggal di rumah dalam merawat putrinya.
Meski telah mendapat izin dari Rasulullah, tapi
hati Utsman benar-benar terbelah. Sebagai seorang muslim, dia sungguh ingin
membantu mempertahankan agama Islam. Akhirnya, dia memutuskan
tetap menjaga istrinya. Bagaimanapun, menjaga istri yang sekaligus putri Rasulullah sama mulianya. Dia
merawat istrinya hingga Ruqayah meninggal dunia.
Sepeninggal istrinya, Utsman
sangat sedih sekali. Sebab, Ruqayah adalah seorang istri yang sangat disayanginya.
Setiap hari tiada yang dilakukannya selain hanya mengenang sang istri.
Sekarang, lengkap sudah penderitaannya. Anak dan
istrinya meninggal dalam waktu yang hampir bersamaan.
Melihat keadaan sahabatnya, Rasulullah pun sangat
paham. Maka, beliau pun berinisiatif mencari pengganti Ruqayah. Beliau memanggil Utsman ke kediamannya. Beliau mengatakan
bahwa Utsman akan dinikahkan dengan putri Rasulullah yang lain, yaitu Ummu Kultsum. Mendengar berita itu, air muka Utsman
seketika menjadi cerah.
Tak lama berselang, pernikahan itu pun dilangsungkan
dengan sangat sederhana. Itulah mengapa Utsman dinamai Dzun Nurain, yang
artinya "Yang mempunyai dua cahaya". Sebab, hanya dialah yang menikahi dua
putri Rasulullah. Pada akhirnya, kesabaran Utsman selama ini telah berbuah
manis.
Disadur dari buku Taubatnya Seorang Pelacur, Penerbit DIVA Press