Hari ini saya ingin sharing tentang
pengalaman saya jadi tukang isi pulsa. Awalnya,
saya memisahkan budget
pemakaian pulsa dengan cara
mendepositkannya. Tujuan lainnya, agar saya dapat membeli pulsa dengan harga
murah. Keuntungan lainnya, saya tidak perlu repot mencari
kios pulsa, mengisinya dengan lebih cepat serta
mengefektifkan waktu saya jika ada keluarga dekat
sewaktu-waktu memerlukannya.
Lambat
laun, teman-teman dekat dan para sahabat sekantor jadi tahu kalau saya jualan
pulsa. Dari satu teman, berkembang menjadi keluarganya. Bahkan ada juga teman
yang sudah resign, masih tetap berlangganan meski tidak satu
kantor lagi. Untuk yang di luar kantor, bagaimana pembayarannya? Gampang!
Tinggal transfer. Sekarang tidak perlu repot, semua serba elektrik.
Saya bisa mengeceknya melalui layanan mobile atau sms
banking. Tentu saja, modalnya cuman `trust`.
Awal
`kerepotan` bermula dari sini. Cadangan deposit yang semestinya
saya jaga agar tidak boleh dibiarkan menipis apalagi sampai habis. Bagaimana
agar dananya bisa tetap ada, sebisa mungkin jangan sampai ada yang berutang
terlalu larna, apalagi sampai tidak bayar. Sempat saya putus asa, ingin
berhenti karena repotnya jadi tukang isi pulsa. Di mana perputaran dananya
harus saya jaga. Kerjaannya nggak pernah lepas dengan ponsel dan narikin uang.
Nggak boleh telat ngisinya, karena di ujung no ponsel yang meminta pulsa sering kali mereka memang
benar-benar membutuhkan pulsa untuk berkomunikasi dengan keluarga dekat,
sahabat, atau mitra bisnisnya.
Pengalaman mengesankan ketika suatu siang saya
menunda proses pengisian pulsa, padahal kalau dilakukan tidak memakan waktu banyak
namun saya mengabaikannya, tenggelam dalam rutinitas pekerjaan dan akhirnya
lupa. Baru saya proses ketika sore menjelang pulang. Keesokan harinya, pelanggan itu menceritakan
pengalaman saat saya kemaren terlambat mengisi pulsa. Ia sedang ada di tol dan
mobilnya mogok di jalan. SMS yang dikirimkan ke saya adalah yang terakhir
kalinya. Ia berharap pulsa yang tak kunjung tiba dan bantuan datang
menjemputnya.
Kejadian lainnya, pelanggan lainnya menelepon
tengah malam waktu saat waktu hampir berganti tanggal. Ia sedang di rumah
sakit, mengurus saudaranya yang sakit. Ia kehabisan pulsa karena harus kontak
ke sana ke mari urusan Rumah Sakit dan keluarganya. Untungnya, saya masih belum
tidur. Telepon saya angkat dan saya penuhi permintaan pulsanya. Namun paginya,
saya dapat sms bahwa saudaranya sudah meninggal dunia.
Ada juga kejadian yang unik, setelah Shalat
Magrib. Dering telepon berbunyi, di tengah suara hujan yang sangat lebat sejak
sore. Ia
meminta pulsa. Esoknya, ia bercerita saat meminta pulsa di tengah derasnya air
yang menghalanginya untuk bisa pulang ke rumah. Sementara ia tidak punya pulsa,
begitu pula dengan keluarganya. Kekhawatiran menyelimutinya saat ia mengetahui
keluarganya terjebak banjir. Pelanggan itu berterima kasih, ia baru bisa
berhasil kontak keluarganya
Alhamdulillah kekhawatirannya sirna setelah ia mendapat kabar bahwa
keadaan keluarganya baik-baik saja. Kejadian demi kejadian yang tak terduga
membuat saya ba nyak belajar dan tentunya tidak boleh kapok. Meski keuntungan
jadi tukang isi pulsa marginnya kecil, tapi memiliki nilai manfaat luar biasa, seperti yang saya rasakan.
Pertama, membiasakan saya untuk selalu bertindak cepat. Kedua, menuntut saya untuk lebih teliti karena saya harus
memastikan nomor yang diisi adalah tepat, tidak salah alamat. Ketiga, menjaga untuk terus menyambung silaturahmi dengan para sahabat sahabat. Dan
harapannya, semoga ikhtiar saya jadi tukang isi pulsa ini bisa bermanfaat dunia dan akhirat. *Jwb*
Disadur dari buku Tuhan Tidak
Tidur, Penulis: Havabe Dita Hijratullail, Jimmy Wahyudi Bharata; Penerbit: PT
Elex Media Komputindo