Orang yang Dikabulkan Doanya

Senin, 30 Desember 2013 01:00 WIB | 15.752 kali
Orang yang Dikabulkan Doanya
Angin kering bertiup di sepanjang jazirah Arabia. Putarannya menerbangkan debu-debu gurun yang membuat pandangan menjadi kabur. Sudah sejak beberapa bulan yang lalu hujan tidak turun hingga menyebabkan udara semakin panas. Musim ke­marau kali itu memang terasa sangat panjang bila dibandingkan dengan tahun-tahun yang lalu.

Bagi para petani atau tukang kebun, musim ke­marau yang panjang berarti masa paceklik. Harga bahan makanan dan keperluan sehari-hari menjadi melonjak beberapa kali lipat. Untuk itulah, salah seorang ulama yang sangat terkenal saat itu, Ibnu Mubarak, bermaksud melaksanakan shalat istisqa.

Orang tua bijak itu mengajak masyarakat berduyun- duyun ke lapangan. Setelah berkumpul banyak, beliau segera memimpin shalat meminta, hujan. Tetapi, sampai hari ketiga, hujan yang didamba- dambakan itu tak kunjung tiba.

"Aku akan memisahkan diri dari mereka. Semoga dengan begitu hujan lekas turun!" kata Abdullah bin Mubarak.

Karena berkali-kali shalat istisqa dan hujan belum turun, maka sang imam berencana pergi ber- uzlah. Beliau menyepi dari kehidupan ramai untuk meminta kepada Allah. Maka, dia pun pergi ke sebuah gua yang ada di desa itu. Tak lama berselang, datanglah seorang laki-laki yang berkulit hitam. Dengan serta merta, lelaki itu shalat dua rakaat, lalu sujud sangat lama sekali. Dalam sujudnya terdengar suaranya lirih penuh permohonan, "Ya Allah, di sana hamba-hamba-Mu memohon dengan tulus supaya engkau beri hujan. Tetapi, kiranya jika Engkau masih menahannya, Ya Allah, demi kemuliaan-Mu, hamba berjanji tidak akan mengangkat kepala hamba sebelum, Engkau menurunkan hujan kepada kami!"

Tiba-tiba, saja suasana yang tadi cerah berangsur- angsur menjadi redup. Satu, dua, gumpalan awan mengumpul di atas desa itu. Semakin lama mendung itu kian tebal dan turunlah gerimis-gerimis kecil.

Dan, beberapa saat kemudian, hujan pun turun dengan lebat-nya.
Setelah hujan turun dengan derasnya, laki-laki hitam itu pun lantas pergi. Abdullah bin Mubarak yang melihat kejadian itu sangat kagum atas doa orang itu. dia pun mengikuti lelaki berkulit hitam itu dari belakang.

Setelah beberapa saat, dia pun tahu bahwa laki-laki itu ternyata adalah salah seorang budak milik juragan kaya yang ada di kota itu. Abdullah bin Mubarak pun menemui majikannya. Setelah bertemu, dia pun mengemukakan niatnya untuk membeli salah satu dari budaknya itu.

"Wahai Fulan, aku akan membeli salah seorang budakmu!" kata Ibnu Mubarak.
Sang majikan itu pun mengeluarkan budak-bu­dak yang ada padanya. Tetapi, Ibnu Mubarak tidak mendapati laki-laki hitam tadi. "Bukan itu yang aku Maksud, apakah ada yang lain?"

"Ya Tuan, masih ada satu. Tetapi, menurutku dia bukanlah budak yang pantas Anda beli. Dia hanyalah seorang budak hitam yang malas!"

"Kalau tidak keberatan maukah engkau menun­jukkan kepadaku, mungkin aku tertarik padanya!" pinta Ibnu Mubarak.
Majikan itu pun mengeluarkan budak hitam yang terakhir. Saat melihat budak hitam tersebut, Ibnu Mubarak segera mengenalinya. "Ya, itulah yang aku maksud. Berapa harga budak itu!"

"Dulu aku membelinya seharga dua puluh dinar. Tetapi, setelah mengetahui tabiatnya, aku pikir nilai- nya tak semahal itu. Untuk engkau, belilah dengan harga setengahnya saja!"

"Tidak. Aku akan membelinya seharga kamu membelinya dulu," kata Ibnu Mubarak sambil me­nyerahkan uang sebanyak dua puluh dinar. Akhirnya, terjadilah jual beli di antara mereka. Setelah transaksi itu berakhir, sang Imam membawa budak itu ke rumahnya.

Di tengah perjalanan, terjadilah dialog antara sang Imam dan budak itu. "Wahai Ibnu Mubarak, untuk apakah engkau membeliku?"

"Untuk membantuku!" kata Ibnu Mubarak. Dia menyamarkan kata membantu dengan sebuah kalimat yang lirih. Yang dimaksud membantu di situ adalah supaya budak itu mengajarinya sebuah amalan agar doanya dikabulkan Allah.

"Sungguh, aku tak akan membantumu!" kata budak itu. Rupanya dia mengetahui arti kata ‘mem­bantu’ yang dimaksud majikan barunya.

"Baiklah, siapakah namamu?"
"Ahibbah... !" setelah menyebutkan namanya, budak itu pun diam. Sesampainya di rumah Ibnu Mubarak, budak itu pun meminta izin untuk berwudhu dan shalat dua rakaat. Diam-diam, Abdullah bin Mubarak memperhatikannya.

Setelah selesai shalat, budak hitam itu pun lantas berdzikir. Tetapi, di antara dzikirnya dia melantunkan sebuah syair, "Wahai pemilik rahasia, sungguh rahasia itu telah terlihat. Dan, aku tak mau lagi hidup setelah itu!"

Usai berkata demikian, terlihat budak itu lung­lai. Abdullah bin Mubarak mencoba mengerakgerakkan tubuhnya. Tetapi, dia diam saja. Ternyata, budak itu telah meninggal dunia. "Innnalillahi wa innalillahi raji’un."

Abdullah bin Mubarak segera memanggil se­mua tetangga dan saudaranya. Setelah itu, dia segera memandikan dan mengafaninya. Usai dishalatkan, sebagai kewajiban yang terakhir adalah menge­bumikannya.

Sore telah hilang dan berganti malam, peristiwa hari itu telah membuat Abdullah bin Mubarak me­renung akan rahasia si budak hitam. Tetapi, sampai saat itu, dia belum juga mengetahui makna semua itu. Sampai pada malam harinya, dia bermimpi. Dalam mimpinya itu, dia melihat sesosok wajah ber­cahaya: Rasulullah. Saat itu, Rasulullah diapit oleh dua orang. Orang pertama wajahnya sangat cerah. Lalu, di kiri beliau, dia melihat wajah budak hitam yang tadi meninggal dunia.

"Salam untukmu, wahai Ibnu Mubarak. Se­moga Allah memberi kebaikan dan menjauhkan kemudharatan kepadamu karena hari ini engkau telah berbuat baik kepada kekasihku," kata Rasulullah.

"Apakah yang engkau maksud adalah orang yang di sisi kirimu itu, wahai Rasulullah!" tanya Ibnu Mubarak.
Rasulullah mengangguk.
"Benar. Dia adalah kekasihku dan kekasih Nabi Ibrahim!"

Tak berapa lama kemudian, Ibnu Mubarak terbangun. La­ma sekali dia termenung mem­bayangkan budak yang baru saja meninggal di rumahnya.
Kini, dia tahu bahwa budak tadi ternyata mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di hadapan Allah dan rasul-Nya.

Dan, yang membuat dia heran adalah budak itu mencapai derajat yang sedemikian tinggi karena suatu amal yang sangat sederhana. Sederhana tapi luar biasa, yaitu selalu dekat dengan Allah dan rasul- Nya.

Disadur dari buku Taubatnya Seorang Pelacur, Penerbit DIVA Press

 



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB