Tiap Menitnya adalah Rezeki

Rabu, 16 November 2011 00:00 WIB | 11.550 kali
Tiap Menitnya adalah Rezeki Kira-kira pukul 00.00 dini hari sepeda motorku berlari kencang di jalan-jalan utama ibukota, selain faktor keaman­an juga disibukkan dengan deadline tugas kantor yang harus diemailkan segera. Kulihat kiri kanan trotoar para pedagang kaki lima bertebaran menemani aktivitas muda-mudi yang bergumul hingga larut malam.

Tidak ada terlintas pikiran untuk mampir sejenak menikmati secangkir kopi hangat, aku hanya berzikir, berzikir, dan berzikir berharap keselamatan hingga sampai ke tempat tujuan. Tiba-tiba ada suara meletus di ban depanku "Cess" spontan aku pun terucap, "Astagfirullah ya Allah, apa ada ya tambal ban buka malam-malam begini?" Kulihat kiri kanan tidak ada tampak tanda-tanda kehidupan hanya lapak-lapak yang berada di sudut-sudut jalan.

Kutuntun sepeda motorku, terkadang muncul keluhan di hati "Ya Allah jika tahu begini, sedari kemarin tugas kantor ini sudah kukerjakan, nasib... nasib." Cukup jauh kutuntun sepeda motorku hingga akhirnya seorang bapak menghampiriku dari belakang,

"Mas, mau tambal ya di depan ada mas, sini saya bantu," kata bapak itu sambil turun dari sepeda ontelnya dan ikut mendorong sepeda motorku.

Aku pun berdoa, "Ya Allah semoga bapak ini benar-benar ingin menolong," doaku sambil melengos. Doaku mungkin tidak berlebihan mengingat banyakya modus perampokan malam hari yang beranekaragam. Tidak jarang pelakunya menghampiri, membantu, dan kejadian seterusnya bisa disimak di rubrik curanmor koran ibukota.

"Malam-malam begini pak, belum tidur?" tanyaku pelan agar : tidak menyinggung.

"Kerjanya memang sampai malam begini mas, bapak mah punya tambal ban di ujung jalan itu, bapak juga jual teh botol kalau masnya haus, hitung-hitung biar pelanggan nyaman," jawabnya sambil terus mendorong sepedaku. Aku pun ingin terus memastikan, pikirku daripada berprasangka buruk lebih baik bertanya tanpa harus menyinggung.

"Kalau boleh tahu bapak tadi dari mana? Saya sempat kaget lho pak, tahu-tahu bapak sudah ada di belakang saya, jalanankan sudah sepi begini," sambil bergurau kepadanya.

"Mas kira penampakan ya he... he. Bapak biasa begini nak, beberapa jam sekali, bapak mutar naik sepeda ontel di perempatan depan mutar melewati jalan ini terus akhirnya sampai di ujung jalan, bapak berpikirnya siapa tahu ada orang kesusahan atau pas lagi bocor bannya."

Aku pun mendengarkan dengan saksama sambil mengucap­kan syukur kepada Allah ditemukan dengan bapak ini.

"Bapak sadar mas kejahatan udah pada banyak, kebetulan anak bapak jaga tokonya lalu kita bergantian keliling jika ada yang membutuhkan bantuan kami bantu," katanya santai.

Aku pun semakin heran dengan bapak ini, mulia dan langka itulah kesimpulannya. Aku pun terusik bertanya lebih ba­nyak.

"Kenapa buka malam pak, bukannya biasanya lebih laris di pagi hari?" tanyaku iseng.


"Bapak nggak pengen biasa-biasa aja nak, buka pagi itu biasa dan banyak yang melakukannya, sedangkan buka malam hari sampai dini hari kan jarang namun sangai dibutuhkan oleh para pengendara yang butuh bantuan, bapak ambil bagian itu saja."

Kami pun sampai ke warung bapak, sembari menikmati kopi hangat aku kembali bertanya, "Bisa dilanjutkan pak cerita yang tadi...? sepertinya asyik."

"Kalau pagi hari kesempatan laris lebih besar, tapi kalau malam hari kesempatan pahala lebih besar, bapak mah pilih yang kedua aja nak. Kalau bapak berdoa minta dilariskan sama saja berharap agar ban orang-orang pada gembos atau bocor. Lebih baik bapak berdoa agar dapat dimudahkan reze­ki dengan menolong orang lain lewat usaha bapak. Akhirnya nggak cuma tambal ban mas, ada yang sekadar tanya jalan te­rus mampir dan makan di warung bapak, jadi rezeki jadinya.

Menolong orang lebih bisa mempermudah rezeki kita. Rezeki sudah ada yang mengatur, Allah kan Maha Adil nak, bapak jalankan pekerjaan ini sudah 5 tahun yang lalu, dari tambal ban dan warung kopi ini Alhamdulillah sudah bisa menyekolahkan anak bapak yang masih SD, Insya Allah nggak akan kekurangan kalau niat kita tulus dan yakin tiap menit selalu ada rezeki dari Allah." Katanya sambil tersenyum kepadaku.

Aku pun mengangguk sambil mengusap rambut anaknya yang sedang tertidur, rupanya si anak ikut menemani sang bapak bekerja mencari rezeki untuknya.

"Insya Allah saya doakan pak, agar cita-cita bapak tercapai dan semakin banyak orang yang dibantu lagi, semoga dagangan bapak laris."

"Amin, terima kasih ya nak, hati-hati di jalan."

Sambil berjalan kulihat sosok bapak itu kembali melalui spi­on, Alhamdulillah memang rezekinya sang bapak dari keja- uhan kulihat 2 mobil muda-mudi parkir dan ikut meramaikan warung sang bapak. Subhanallah bapak, tiap menit selalu ada rezeki dari-Nya. *hh*

 

Disadur dari buku Tuhan Tidak Tidur, Penulis: Havabe Dita Hijratullail, Jimmy Wahyudi Bharata; Penerbit: PT Elex Media Komputindo



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB