Mabrur Sebelum Haji

Jum'at, 11 November 2011 00:00 WIB | 13.358 kali
Mabrur Sebelum Haji Abdullah bin Mubarak adalah seorang ulama yang masyhur di masanya. Hampir setiap tahun dia bisa menunaikan ibadah haji ke Makkah. Pada suatu masa, setelah menunaikan kewajibannya berhaji, dia tertidur di Masjidil Haram. Dalam tidurnya, dia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Mereka berdiri mengawang di hadapan Ibnu Mubarak. Kedua malaikat itu saling bercak ap- cakap. Salah satu di antara mereka bertanya, "Berapa kiranya orang yang menunaikan haji tahun ini?"

Malaikat satunya menjawab, "Seratus ribu orang!"

"Banyak sekali! Tetapi sayang, tidak ada seorang pun di antara mereka yang hajinya diterima Allah! kata malaikat itu.

"Namun, di Damaskus ada seorang tukang sol sepatu bernama Muaffag. Dia ingin menunaikan ibadah haji, tapi karena sesuatu hal dia tidak bisa berangkat. Meski dia tidak bisa menunaikan ibadah haji, tapi sesungguhnya Allah telah menerima ibadah haji Muaffag. Berkat hajinya itu, maka seluruh jamaah haji tahun ini diterima oleh Allah!

Tiba-tiba, Ibnu Mubarak terbangun. Keringat dingin membasahi dahinya. Lama sekali dia ter­menung. Sebenarnya, dia ingin mendengar lebih lanjut kabar dari langit itu, tapi sungguh sayang dia keburu terbangun.

Setelah menguasai diri, Ibnu Mubarak pun me­mutuskan akan pergi ke Damaskus. Demi sebuah ilmu, dia rela menempuh perjalanan yang sangat jauh. Berhari-hari dia menempuh perjalanan itu. Rasa penasaranlah yang mendorongnya berjalan sejauh itu. Dia hanya membayangkan kiranya sosok yang bernama Muaffag itu pastilah orang yang istimewa.

Sesampainya di kota Damaskus, dia mencari seseorang yang diberitakan oleh malaikat itu. Tetapi,

Damaskus adalah sebuah kota metropolitan yang sangat besar. Tidak mudah mencari seseorang yang hanya tahu nama dan pekerjaannya. Tetapi, sekali lagi, demi ilmu dia akan mencarinya sampai ketemu.

Setelah menyusuri jalanan Damaskus, dan ber­tanya ke sana ke mari. Dia pun menemukan seseorang yang ciri-cirinya sangat mirip dengan orang yang didengar dari kedua malaikat itu. Dia pun bertanya kepadanya, "Siapakah namamu?"

"Muaffag!" jawab lelaki itu ringan.

"Wahai Saudaraku, kiranya amalan apakah yang menyebabkan engkau memperoleh derajat yang tinggi di hadapan Allah? Engkau telah memperoleh ganjaran ibadah haji tanpa berangkat ke Makkah. Selain itu, ribuan jamaah yang hajinya tidak diterima menjadi diterima oleh Allah karena engkau!" tambah Ibnu Mubarak lebih lanjut.

"Sungguh, telah lama aku ingin menunaikan ibadah haji. Lalu, aku pun bekerja dengan giat sekali. Bertahun-tahun aku mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Setelah terkumpul tiga ratus dirham, aku pun berniat untuk menggunakan uang itu untuk berangkat haji tahun ini," ujar lelaki tukang sol sepatu itu. "Pada saat yang sama, istriku sedang hamil. Saat itu, dia sedang mengidam ingin makan makanan yang dimasak tetanggaku. Dari uapnya pun memang serasa sangat nikmat sekali. Maka, aku pun datang ke rumahnya untuk meminta barang sedikit. Tetapi, wanita tua tetanggaku itu menolaknya. Dia berkata, `Makanan itu halal untukku tapi haram bagimu!`

"Karena penasaran, aku pun bertanya lebih lan- jut perihal maksud perkataannya itu!

"Wanita itu menjawab, `Anak-anakku itu telah yatim. Sudah beberapa hari aku tidak masak. Karena memang sudah tidak ada makanan di rumahku. Di hari ketiga itu, aku hanya masak kerikil untuk mengelabui anakku sampai mereka tertidur. Karena mereka terus merengek, maka aku pun berniat keluar rumah. Barangkali ada makanan yang bisa kami makan. Ternyata di luar, tidak jauh dari tempat tinggalku, ada bangkai keledai. Maka, aku pun membawa keledai yang telah mati itu ke rumah dan segera aku potong dan aku masak. Bagiku, keledai itu halal karena terpaksa, haram untukmu.`

Tukang sol sepatu itu me­lanjutkan ceritanya. "Men­dengar perkataan wanita itu, maka aku segera pulang dan mengambil uang yang ada padaku untuk aku berikan kepada wanita itu. Dalam hati aku berkata, `Demi Allah, keadaan wanita itu lebih darurat ketimbang ibadahku. Demi Allah, aku telah menunaikan ibadah haji itu di dekat rumahku saja. Aku tidak perlu pergi ke mana-mana!``

Mendengar perkataan lelaki tukang sol sepatu itu, Ibnu Mubarak manggut-manggut. Kini, dia tahu mengapa lelaki itu begitu istimewa bagi penduduk langit sehingga menjadi sebab diterimanya semua yang menunaikan ibadah haji. Tak lain dan tak bukan karena dia lebih peduli saudaranya daripada dirinya sendiri.

 

Disadur dari buku Taubatnya Seorang Pelacur, Penerbit DIVA Press



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB