Pintu Akhirat

Minggu, 30 Oktober 2011 00:00 WIB | 14.127 kali
Pintu Akhirat TIDAK seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih le luasa bergerak. Baginda mulai keluar istana dengan pa­kaian yang amat sederhana layaknya rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau me­lihat beberapa orang berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam barzakh. Tiba-tiba ada seseorang yang datang dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu.

’’Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?"

Ulama itu berpikir sejenak kemudian ber­kata, ’’Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan pancaindra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit ular, diganggu, dan sebagainya. la juga merasa sakit dan takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya, la merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Namun engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa, padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilingi ular-ular. Maka dari itu, jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzakh?"

Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking indahnya ma­ka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana.

Baginda sudah tidak sabar ingin meng­uji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas di­panggil. Setelah menghadap Baginda, "Aku menginginkan engkau sekarang juga berang­kat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"

’’Sanggup Paduka yang mulia," kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang mustahil dilaksanakan itu. ’’Namun Baginda harus menyanggupi pula satu syarat yang akan hamba ajukan."

’’Sebutkan syarat itu," kata Baginda Raja.

’’Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."

’’Pintu apa?" tanya Baginda belum me­ngerti.

’’Pintu alam akhirat." jawab Abu Nawas.

"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.

’’Kiamat, wahai Paduka yang mulia. Ma­sing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzakh adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah Kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga maka dunia harus kiamat terlebih dahulu."

Mendengar penjelasan Abu Nawas, Ba­ginda Raja terdiam.

Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun al-Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi, ’’Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?"

Baginda Raja tidak menjawab, la diam seribu bahasa. Sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabannya.

 

Disadur dari 30 anekdot abu nawas, penulis Muhammad Nur Ali, S.Ag. Penerbit Al Qalam (Kelompok GEMA INSANI)



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB