Hari raya sebentar lagi akan datang. Hari yang ditunggu-tunggu semua
umat Islam itu tinggal beberapa hari lagi. Di hari bahagia
itu, biasanya mereka menyambutnya dengan pakaian atau perhiasan- perhiasan yang
menarik. Tetapi tidak demikian halnya dengan Zaenab, putri khalifah Ali bin Abu
Thalib. Ramadhan hampir berakhir, tapi belum ada sesuatu yang istimewa yang
bisa dikenakannya di hari kemenangan itu. Sebagai putri seorang kepala negara
yang kekuasaannya membentang luas, semestinya dia diperlakukan istimewa oleh
ayah dan bundanya. Tetapi, itu tak berlaku bagi dirinya. Khalifah Ali bin Abi
Thalib, sang ayah, yang terkenal zuhud tak memperkenankan anaknya
berlebih-lebihan.
Meski Ali bin Abi
Thalib seorang khalifah, tapi tak berarti keluarganya hidup dengan bergelimang
kemewahan. Keluarga itu justru mempraktikkan hidup sangat sederhana. Tak heran,
jika semua anaknya tak pernah memiliki apalagi memakai pakaian ataupun
perhiasan yang mewah.
Tetapi, di hari raya
tahun itu, Zaenab menginginkan
sesuatu yang berbeda. Kalaupun tahun itu tak memakai pakaian yang bagus seperti
tahun-tahun yang lalu, setidaknya dia bisa memakai sebuah perhiasan yang bagus.
Sejenak dia berpikir, bagaimana caranya untuk mewujudkan impiannya itu.
Tiba-tiba saja, dia teringat sebuah kalung indah yang tersimpan di Baitul Mal.
Dia sungguh ingin memakai perhiasan dari mutiara itu. Sebenarnya, dia tahu
bahwa kalung itu serta harta yang ada di Baitul Mal adalah milik kaum muslimin
secara keseluruhan.
Lama sekali dia
berpikir supaya bisa memakai perhiasan itu. Akhirnya, dia menemukan sebuah ide
yang sangat jitu. Jika memilikinya jelas tidak mungkin, sebab harganya pasti
mahal. Maka, dia berpikir akan meminjam saja dari Baitul Mal dan
akan dikembalikan beberapa hari kemudian.
Zaenab
bergegas ke Baitul Mal dan menemui Ibnu Abi Rafi`. Dia adalah orang yang
dipercaya sebagai kepala Baitul Mal. Sesampai dihadapannya, Zaenab mengutarakan
maksudnya.
"Wahai Ibnu Abi Rafi`,
pinjamilah aku kalung paling indah yang ada di Baitul
Mal ini! Setelah lebaran, aku berjanji akan mengembalikannya!"
Ibnu Abi Rafi` tak
keberatan atas permintaan putri khalifah itu. Dia berpikir tidak ada salahnya
meminjami Zaenab kalung itu. Toh, nilainya tak akan berkurang. Selain itu,waktunya
juga hanya beberapa hari saja.
Mendengar permintaannya
dikabulkan oleh kepala Baitul Mal, hati Zaenab berbunga-bunga. Setelah
mengucapkan terima kasih, dia pun langsung pulang. Sesampai di rumah, dia
segera mencoba kalung itu. Lama sekali dia tertegun di depan cermin. Perhiasan
itu sungguh serasi dengan postur tubuhnya.
Di saat Zaenab sedang
asyik dengan perhiasannya, Ali bin Abu Thalib datang. Dia memandang putrinya
dengan penuh kasih. Tetapi, ketika pandangannya melihat ke arah leher putrinya
itu, dengan seketika dia melotot. Namun, sebisa mungkin khalifah keempat itu
menahan amarahnya. Tiada dia menumpahkan
amarahnya kepada putrinya sebelum permasalahannya jelas.
"Wahai putriku, dari manakah engkau mendapatkan
perhiasan itu?"
Mendengar pertanyaan ayahnya, Zaenab hanya berani
menunduk. Dia sungguh takut kalau ayahnya akan marah. Dengan lirih putri
kesayangan khalifah itu menjawab, "Aku mendapatkannya dari Ibnu Abi Rafi`. Aku katakan kepadanya bahwa aku hanya
meminjamnya. Dan, setelah lebaran akan kukembalikan!"
Disadur
dari buku Taubatnya Seorang Pelacur, Penerbit DIVA Press