Tipu dibalas Tipu

Rabu, 12 Oktober 2011 00:00 WIB | 9.811 kali
Tipu dibalas Tipu ADA seorang Yogis (Ahli Yoga) mengajak se­orang Pendeta bersekongkol akan memperdaya iman Abu Nawas. Setelah mereka mencapai kata sepakat, mereka berangkat menemui Abu Nawas di kediamannya.

Ketika mereka datang, Abu Nawas sedang melakukan shalat Dhuha. Setelah dipersilakan masuk oleh istri Abu Nawas, mereka masuk dan menunggu sambil berbincang-bincang santai.

Seusai shalat Abu Nawas menyambut mereka. Abu Nawas dan para tamunya bercakap-cakap sejenak. "Kami sebenarnya ingin mengajak engkau melakukan pengembaraan suci. Kalau engkau tidak keberatan, bergabunglah bersama ka­mi," kata Ahli Yoga.

"Dengan senang hati. Lalu kapan renca- nanya?" tanya Abu Nawas polos.

"Besok pagi," kata Pendeta.

"Baiklah kalau begitu kita bertemu di warung teh besok," kata Abu Nawas menyang­gupi.

Hari berikutnya mereka berangkat ber­sama. Abu Nawas mengenakan jubah seorang Sufi. Ahli Yoga dan Pendeta memakai seragam keagamaan mereka masing-masing. Di tengah jalan mereka mulai diserang rasa lapar karena mereka memang sengaja tidak membawa bekal.

"Hai Abu Nawas, bagaimana kalau engkau saja yang mengumpulkan derma guna membeli makanan untuk kita bertiga karena kami akan mengadakan kebaktian," kata Pendeta.

Tanpa banyak bicara Abu Nawas berang­kat mencari dan mengumpulkan derma dari dusun satu ke dusun lain. Setelah derma ter­kumpul, Abu Nawas membeli makanan yang cukup untuk tiga orang. Abu Nawas kembali ke Pendeta dan Ahli Yoga dengan membawa makanan. Karena sudah tak sanggup menahan rasa lapar, Abu Nawas berkata, "Mari segera kita bagi makanan ini sekarang juga."

"Jangan sekarang! Kami sedang ber­puasa," kata Ahli Yoga.

’’Tetapi aku hanya menginginkan bagian­ku saja sedangkan bagian kalian terserah pada kalian," kata Abu Nawas menawarkan jalan keluar.

"Aku tidak setuju. Kita harus seiring se­irama dalam berbuat apa pun," kata Pen­deta.

"Betul aku pun tidak setuju karena waktu makanku besok pagi. Besok pagi aku baru akan berbuka," kata Ahli Yoga.

"Bukankah aku yang engkau jadikan alat pencari derma dan derma itu sekarang telah kutukar dengan makanan ini. Sekarang kalian tidak mengizinkan aku mengambil bagian sendiri. Itu tidak masuk akal," kata Abu Nawas mulai merasa jengkel. Meski begitu, Pendeta dan Ahli Yoga tetap bersikeras tidak meng­izinkan Abu Nawas mengambil bagian yang menjadi haknya.

Abu Nawas penasaran, la mencoba sekali lagi meyakinkan kawan-kawannya agar meng­izinkan ia memakan bagiannya. Namun, me­reka tetap saja menolak.

Abu Nawas benar-benar merasa jengkel dan marah. Namun, Abu Nawas tidak memperlihatkan sedikit pun kejengkelan dan ke­marahannya.

"Bagaimana kalau kita mengadakan perjanjian?" kata Pendeta kepada Abu Nawas.

"Perjanjian apa?" tanya Abu Nawas.

"Kita adakan lomba. Barangsiapa di antara kita bermimpi paling indah maka ia akan mendapat bagian yang terbanyak yang kedua lebih sedikit dan yang terburuk akan mendapat paling sedikit," Pendeta itu menjelaskan.

Abu Nawas setuju. la tidak memberi komentar apa-apa.

Malam semakin larut. Embun mulai turun ke bumi. Pendeta dan Ahli Yoga mengantuk dan tidur. Abu Nawas tidak bisa tidur, la ha­nya berpura-pura tidur. Setelah merasa yakin kawan-kawannya sudah terlelap Abu Nawas menghampiri makanan itu. Tanpa berpikir dua kali Abu Nawas memakan habis makanan itu hingga tidak tersisa sedikit pun. Setelah merasa kekenyangan, Abu Nawas baru bisa tidur.

Keesokan hari mereka bangun hampir bersamaan. Ahli Yoga dengan wajah berseri- seri bercerita, ’’Tadi malam aku bermimpi memasuki sebuah taman yang mirip sekali dengan Nirwana. Aku merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya dalam hidup ini."

Pendeta itu mengatakan bahwa mimpi Ahli Yoga benar-benar menakjubkan. Betul- betul luar biasa.

Kemudian giliran Pendeta menceritakan mimpinya, "Aku seolah-olah menembus ruang dan waktu. Ternyata memang benar. Aku se­cara tidak sengaja berhasil menyusup ke masa silam saat pendiri agamaku hidup. Aku berte­mu dengannya dan yang lebih membahagiakan adalah aku diberkatinya."

Ahli Yoga juga memuji-muji kehebatan mimpi Pendeta, sedangkan Abu Nawas hanya diam. la bahkan tidak merasa tertarik sedikit pun.

Karena Abu Nawas belum juga buka mu­lut, Pendeta dan Ahli Yoga mulai tidak sabar. Mereka pun menanyakan mimpi Abu Nawas.

"Kalian tentu tahu Nabi Dawud ’alaihis- salam. Beliau adalah seorang Nabi yang ahli berpuasa. Tadi malam aku bermimpi ber­bincang-bincang dengannya. Dawud a.s. menanyakan apakah aku berpuasa atau tidak. Aku katakan aku berpuasa karena aku memang tidak makan sejak dini hari. Kemudian beliau menyuruhku segera berbuka karena hari su­dah malam. Tentu saja aku tidak berani meng­abaikan perintah beliau. Aku segera bangun dari tidur dan langsung menghabiskan makan­an itu," kata Abu Nawas tanpa perasaan ber­salah secuil pun.

Sambil menahan rasa lapar yang menyayat-nyayat, Pendeta dan Ahli Yoga saling berpandangan satu sama lain.

Kejengkelan Abu Nawas terobati.

Kini mereka sadar bahwa tidak ada gunanya coba-coba mempermainkan Abu Nawas. Pasti hanya akan mendapat celaka sendiri.



Disadur dari 30 anekdot abu nawas, penulis Muhammad Nur Ali, S.Ag. Penerbit Al Qalam (Kelompok GEMA INSANI)




Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB