Istana yang Cacat

Sabtu, 10 September 2011 00:00 WIB | 10.506 kali
Istana yang Cacat Di sebuah kerajaan sedang dilaksanakan pembangunan istana yang sangat megah dan indah. Tak hanya megah di luar, seluruh perabotan dalam istana juga me­mancarkan kecantikan dan kemewahan yang luar biasa. Sang raja sangat bangga dengan istananya.

Begitu istana dinyatakan selesai, sang raja meresmikan bangunan indah itu dengan menggelar berbagai acara kebesaran. Tak ketinggalan pula ia mengundang semua rakyatnya, mulai dari para petinggi kerajaan seperti para menteri dan pegawai istana hingga orang orang bawahan seperti pekerja biasa, fakir miskin, dan sebagainya.

Mereka kemudian dijamu dengan bera­neka macam makanan dan minuman, yang bukan main enak dan nikmat rasanya. Untuk memastikan keistimewaan istana itu, raja telah menempatkan beberapa penjaga di setiap pintu istana yang sangat indah itu untuk bertanya kepada setiap undangan yang masuk tentang keindahan istana tersebut. Apakah di sana terdapat cacat atau keku­rangan meskipun yang paling kecil sekalipun?

Beribu-ribu undangan mengunjungi istana itu. Dan setiap kali mereka ditanya tentang istana itu, jawabannya semua sama, yaitu istana yang paling hebat, indah, megah, kukuh dan sama sekali tidak terdapat cacat walaupun yang terkecil sekalipun.

Beberapa saat kemudian, datanglah serombongan orang tua yang bajunya penuh dengan tambalan memasuki istana itu. Para penjaga menjamu mereka dengan sempurna dan tidak lupa bertanya kepada mereka ten­tang pendapatnya mengenai istana tersebut.

Salah satu dari mereka berkata, "Terda­pat dua cacat besar pada istana indah ini."

"Apa kata Anda? Ada dua cacat pada istana ini?" tanya penjaga istana dengan nada tidak percaya.

"Benar terdapat cacat di dalamnya," jawab orang itu kembali.

Penjaga istana lalu menahan sebagian orang tua tersebut dan membawanya meng­hadap sang raja, seraya berkata kepadanya, "Wahai paduka raja, hamba telah bertanya kepada ribuan orang akan kehebatan, keme­gahan, dan keindahan istana paduka. Semua orang mengatakan istana ini indah, megah, kukuh bangunannya dan sempurna dan tak ada satu cacat pun padanya, meskipun yang terkecil. Bahkan mereka memuji-mujinya setinggi langit’ Tetapi tatkala hamba ber­tanya pada rombongan orang-orang tua ini justru mereka mengatakan ada dua cacat besar pada istana ini."

Raja pun mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian bertanya, "Wahai bapak- bapak sekalian! Saya tak rela dengan dua cacat sekecil apa pun pada istana saya ini. Tetapi bapak-bapak telah menyebutkan dua cacat besar pada istana ini. Nah, sebutkan dua cacat itu!"

Seseorang dari orang tua itu menjawab, "Bukankah istana indah ini suatu saat nanti akan rusak?"

"Ya, benar katamu!" jawab Raja.

"Itulah cacatnya yang pertama".

"Lalu apa cacat yang kedua?" tanya Raja.

"Pemiliknya akan meninggal dunia! Itulah cacatnya yang kedua," jawab orang tua yang lain.

Raja tercengang mendengar jawaban itu, dan mengakui akan kebenaran kata-kata orang-orang tua itu. Dia termenung sejenak, kemudian berkata kepada mereka, "Benar dan sungguh benar perkataan bapak-bapak. Namun, adakah sesuatu atau istana yang tak akan rusak selama-lamanya, dan pemiliknya tak akan mati?"

Orang-orang tua itu hampir serentak tersenyum dan tertawa. Seolah-olah mereka sudah menunggu pertanyaan itu dari sang Raja, dan mereka pun sudah mempunyai jawabannya.

"Ada, wahai paduka Raja, ada," jawab mereka serentak.

"Di manakah dia?"

"Di Surga! Surga dan segala kenikma­tannya tidak akan rusak untuk selama- lamanya, dan pemiliknya tidak akan mati!" jawab mereka. Raja pun mengangguk-ang- gukkan kepalanya.

"Alangkah bahagianya seandainya paduka dapat memperolehnya, sebab jalan untuk memperolehnya, bagi paduka sangat­lah terbuka luas dan tidak sukar," tambah orang tua itu.

"Coba terangkan, bagaimana cara mem­perolehnya?" tanya Raja.

"Mudah saja paduka! Paduka akan mem­perolehnya dengan beriman kepada Allah Swt. dengan menjalani semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Sebaliknya, jika paduka tidak mengerjakan semua itu, maka paduka akan menghadapi kecelakaan dan siksaan yang sangat pedih, yaitu api neraka dan akan kekal di sana, sakitnya tidak dapat di bayangkan," jelas mereka sekalian.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan turuti segala nasihat bapak-bapak dan akan aku tinggalkan agama yang selama ini aku pegang. Aku akan beriman kepada Allah Swt., dan akan aku tinggalkan kursi kerajaan ini untuk bertaubat kepada-Nya," balas Raja.

Raja itu benar-benar melaksanakan segala apa yang diucapkannya Akhimya, jadilah ia sebagai hamba Allah yang saleh, taat hingga akhir hayatnya, berkat ajakan hamba yang saleh.***

 

Disadur dari buku Mutiara-mutiara Hati, Penulis Hadi S. Khuly, Penerbit Gava Media



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB