Di
sebuah kerajaan sedang dilaksanakan pembangunan
istana yang sangat megah dan indah. Tak hanya megah di luar, seluruh perabotan dalam istana juga
memancarkan kecantikan dan kemewahan yang luar biasa. Sang raja sangat bangga
dengan istananya.
Begitu istana dinyatakan selesai, sang raja meresmikan
bangunan indah itu dengan menggelar berbagai acara kebesaran. Tak ketinggalan
pula ia mengundang semua rakyatnya, mulai dari para petinggi kerajaan seperti
para menteri dan pegawai istana hingga orang orang bawahan seperti pekerja biasa,
fakir miskin, dan sebagainya.
Mereka kemudian dijamu
dengan beraneka macam
makanan dan
minuman, yang
bukan main
enak dan nikmat rasanya. Untuk memastikan
keistimewaan istana itu, raja telah menempatkan beberapa penjaga di setiap pintu istana yang
sangat indah itu untuk bertanya kepada setiap undangan yang masuk tentang
keindahan istana tersebut. Apakah di sana terdapat cacat atau kekurangan
meskipun yang paling kecil sekalipun?
Beribu-ribu undangan mengunjungi istana itu. Dan
setiap kali mereka ditanya tentang istana itu, jawabannya semua sama, yaitu
istana yang paling hebat, indah, megah, kukuh dan sama sekali tidak terdapat cacat
walaupun yang terkecil sekalipun.
Beberapa saat kemudian, datanglah serombongan orang
tua yang bajunya penuh dengan tambalan memasuki istana itu. Para penjaga
menjamu mereka dengan sempurna dan tidak lupa bertanya kepada mereka tentang
pendapatnya mengenai istana tersebut.
Salah satu dari mereka berkata, "Terdapat dua
cacat besar pada istana indah ini."
"Apa kata Anda? Ada dua cacat pada istana
ini?" tanya penjaga istana dengan nada tidak percaya.
"Benar terdapat cacat di dalamnya," jawab
orang itu kembali.
Penjaga istana lalu menahan sebagian orang tua
tersebut dan membawanya menghadap sang raja, seraya berkata kepadanya,
"Wahai paduka raja, hamba telah bertanya kepada ribuan orang akan
kehebatan, kemegahan, dan keindahan istana paduka. Semua orang mengatakan
istana ini indah, megah, kukuh bangunannya dan sempurna dan tak ada satu cacat
pun padanya, meskipun yang terkecil. Bahkan mereka memuji-mujinya setinggi
langit’ Tetapi tatkala hamba bertanya pada rombongan orang-orang tua ini
justru mereka mengatakan ada dua cacat besar pada istana ini."
Raja pun mengangguk-anggukkan
kepalanya, kemudian bertanya, "Wahai bapak-
bapak sekalian! Saya tak rela dengan dua cacat sekecil apa pun pada istana saya
ini. Tetapi bapak-bapak telah menyebutkan dua cacat besar pada istana ini. Nah,
sebutkan dua cacat itu!"
Seseorang dari orang tua itu menjawab, "Bukankah
istana indah ini suatu saat nanti akan rusak?"
"Ya, benar katamu!" jawab Raja.
"Itulah cacatnya yang pertama".
"Lalu apa cacat yang kedua?" tanya Raja.
"Pemiliknya akan meninggal dunia! Itulah cacatnya
yang kedua," jawab orang tua yang lain.
Raja tercengang mendengar jawaban itu, dan mengakui
akan kebenaran kata-kata orang-orang tua itu. Dia termenung sejenak, kemudian
berkata kepada mereka, "Benar dan sungguh benar perkataan bapak-bapak.
Namun, adakah sesuatu atau istana yang tak akan rusak selama-lamanya, dan
pemiliknya tak akan mati?"
Orang-orang tua itu hampir serentak tersenyum dan
tertawa. Seolah-olah mereka sudah menunggu pertanyaan itu dari sang Raja, dan
mereka pun sudah mempunyai jawabannya.
"Ada, wahai paduka Raja, ada," jawab mereka serentak.
"Di manakah dia?"
"Di Surga! Surga dan segala kenikmatannya tidak
akan rusak untuk selama- lamanya, dan pemiliknya tidak akan mati!" jawab
mereka. Raja pun mengangguk-ang- gukkan kepalanya.
"Alangkah bahagianya seandainya paduka dapat
memperolehnya, sebab jalan untuk memperolehnya, bagi paduka sangatlah terbuka
luas dan tidak sukar," tambah orang tua itu.
"Coba terangkan, bagaimana cara memperolehnya?"
tanya Raja.
"Mudah saja paduka! Paduka akan memperolehnya
dengan beriman kepada Allah Swt. dengan menjalani semua perintah dan menjauhi
semua larangan-Nya. Sebaliknya, jika paduka tidak mengerjakan semua itu, maka
paduka akan menghadapi kecelakaan dan siksaan yang sangat pedih, yaitu api
neraka dan akan kekal di sana, sakitnya tidak dapat di bayangkan," jelas
mereka sekalian.
"Baiklah kalau begitu. Aku akan turuti segala
nasihat bapak-bapak dan akan aku tinggalkan agama yang selama ini aku pegang.
Aku akan beriman kepada Allah Swt., dan akan aku tinggalkan kursi kerajaan ini
untuk bertaubat kepada-Nya," balas Raja.
Raja itu benar-benar melaksanakan segala apa yang diucapkannya Akhimya, jadilah ia
sebagai hamba Allah yang saleh, taat hingga akhir hayatnya, berkat ajakan hamba
yang saleh.***
Disadur
dari buku Mutiara-mutiara Hati, Penulis Hadi S. Khuly, Penerbit Gava Media