Barangkali beginilah
profesi seorang bidan. Apalagi buka praktik di sebuah kampung di daerah
pinggiran ibukota pasti memiliki berbagai macam kisah hikmah yang dapat dipetik.
Dini hari itu kami
terbangun, jarum jam masih menunjukkan pukul 01.00, sebagian orang masih
mengatakan itu malam karena langit masih gelap namun ada beberapa mengatakan
itu dini hari. Terlepas dari itu kami pun beranjak keluar mendengar langkah
seorang laki-laki berlari di daerah tempat kami tinggal.
"Bu
bidan... Bu bidan tolong anak saya bu bidan... tolong,"
teriak si Bapak sambil sesenggukan. Napasnya masih belum teratur kemudian dia
lari kembali untuk menggendong anaknya yang sakit. Bayi yang digendongnya
mungkin masih berusia beberapa bulan, ditemukan tidak bernapas di saat sang bapak menyedot
ingus dari si anak.
Keluarga
pun berdatangan, ada yang membacakan surat Al Fatihah, ada yang menangis dan
ada yang hanya diam tidak berbicara. Bu Bidan pun sigap seraya memberikan
pertolongan pertama, sambil memberikan pertolongan beliau mencoba untuk
menenangkan keluarga yang masih sesenggukan.
Aku pun keluar dan memberikannya segelas air putih dan
ikut menenangkan si bapak. Istriku ikut masuk ke dalam ruangan sambil
memastikan apa yang terjadi. Masih belum ada tanda-tanda, tangisan sang ibu dan
bacaan ayat suci Al- Qur`an terdengar
lebih keras dari sebelumnya, keluarga dari beliau satu per satu berdatangan.
Kami berdua ikut berdoa di depan pintu, kami bersyukur
Bu Bidan sangat tenang dalam melakukan tindakan meskipun kami semua dibuat
was-was oleh keadaan dan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berdoa. Kutemani si
bapak sambil mengintip di depan pintu. Hingga akhirnya suara tangis si kecil
mulai terdengar.
"Alhamdulillah, ya Allah," teriak kami
spontan mendengar tangisan si anak. Napas sang bapak mulai mereda dan kami pun
melempar senyum tanpa
ada keluar kata sekalipun, karena sama-sama tahu bahwa yang diharapkan
telah dikabulkan oleh-Nya.
Ya Allah, kami kagum
kepada Bu Bidan, dia sudah memberikan pelajaran kepada kami bagaimana hidup
dengan sebuah pengabdian. Kejadian pagi ini tidak jarang terjadi, dan Bu Bidan
seakan-akan sudah siap dengan segala risiko meskipun harus mengorbankan waktu
istirahatnya.
Kesetiaannya mengabdi
ditunjukkan dengan kepeduliannya terhadap sesama. Tidak semua warga kampung
bisa membalas jasanya dengan materi, tapi Bu Bidan sendiri pernah mengatakan
"Saya yakin pasti ada jalannya, saya bersabar aja dan tetap fokus terhadap
apa yang saya kerjakan".
Semua
warga saat ini memahami keberadaan Bu Bidan sebagai aset mulia yang dimiliki
oleh mereka. Tidak hanya soal anak bahkan orang tua pun juga sering menanyakan
kepada beliau tentang beberapa penyakit ringan dan cara mengobatinya. Banyak
warga yang mempromosikan beliau bila ada warga baru yang bertempat tinggal di
sana.
Inilah
Bu Bidan, bekerja dengan hati tanpa pamrih, tanpa mengenal waktu dan ikhlas
terhadap bagaimanapun kondisi pasiennya, kaya dan miskin tetap mendapatkan
pelayanan beliau sebagai bidan. Jika pemerintah ingin bekerja dengan hati
sebagaimana slogan-slogan mereka maka belajarlah darinya. Beliau adalah guru kami, patut untuk ditiru karena ketulusan dan
kemuliaan hati, tidak hanya hati seorang bidan, tapi hati tulus seorang
manusia, pemberian Tuhan. *hh*
Disadur dari buku Tuhan Tidak
Tidur, Penulis: Havabe Dita Hijratullail, Jimmy Wahyudi Bharata; Penerbit: PT
Elex Media Komputindo