Jarum
jam menunjukkan
pukul sepuluh pagi, saat aku menonton TV.
Kurebahkan badan di sofa yang ada di depannya,
"Fuuihh, panas sekali hari ini," helaku sambil merebahkan badan
sambil mengambil remote yang
sedari tadi ada di atas kursi. Kuikat rambut yang masih terurai, barangkali
bisa mengurangi rasa gerah dan
kucuran keringat di dahi.
Sayup-sayup terdengar teriakan dari arah
luar, "Sol,
Sol Sepatu!"
dari kejauhan menuju ke arah depan rumahku. Berulang kali tukang sol sepatu itu berikhtiar
meski suaranya terdengar serak, mungkin karena kerongkongannya yang mulai
mengering karena panas yang menyengat. Kemudian jari jempolku berkali-kali
menekan satu tombol remote, kukecil- kan suara volume TV. Aku pun terpaku. "Kasihan, tukang
sol sepatu itu pikirku. Panas-panas begini, berjuang di tengah teriknya panas
matahari..." bisikku. Bergegas aku lari mengambil sepatu suamiku dan
memakai jilbab yang tergantung tak jauh dari gantungan baju yang ada di
ruang belakang, tempat nyimpan sepatu.
"Mampir Pak! Tolong benerin sepatu
suami saya!" kataku yang sudah menunggunya di dekat pagar depan pintu. "Alhamdulillah...," bisik tukang
sol sepatu, sambil
meletakkan bawaannya. Ia pun mulai bekerja menjahit sepatu suamiku. berapa menit kutunggu. Aku buatkan segelas minuman dingin lemon
tea sebagai pelepas dahaganya.
"Sambil diminum, Pak! Bapak dari mana?"
tanyaku.
"Garut, Neng!" singkat ia jawab.
"Ini Neng, sudah selesai sepatunya," tak lama ia menyerahkan sepatu
suamiku yang dah ia kerjakan.
Rapi hasilnya. Aku pun rela membayar lebih
dari hasilnya.
"Makasih Pak, mudah-mudahan nggak
hujan, juga dapat banyak pelanggan yang benerin sepatu" ucapku ketika
tukang sol sepatu bersiap melanjutkan perjalanannya.
"Makasih Neng... tapi Bapak berharap
hujan..." jelasnya. Aku heran dan jadi penasaran. Padahal aku berpikir mending panas daripada
hujan yang datang.
Satu alasan karena jemuran bisa nggak kering kalau hujan
datang, alasan macet di jalan, dan tidak jarang kita bersiap menghadang banjir
yang datang. Singkatnya, setelah ia menjelaskan, barulah aku bisa memaklumi.
Kini suara "Sol, Sol Sepatu!"
semakin mantap terdengar, menjauh dan menggema di lorong jalan perumahan
ibukota. Sementara aku masih saja terngiang-ngiang, penjelasan tukang sol
sepatu itu yang membuatku kini merenung dan terdiam. Ia berharap hujan datang,
agar panen padi di kampungnya, yang sudah dikerjakannya selama berbulan-bulan
banyak menghasilkan beras untuk dirinya, anak- anaknya, keluarganya dan orang-orang
yang butuh makan. *jwb*
Disadur dari buku
Tuhan Tidak Tidur, Penulis: Havabe Dita Hijratullail, Jimmy Wahyudi Bharata;
Penerbit: PT Elex Media Komputindo