Tukang Sol Sepatu

Senin, 03 Oktober 2011 12:33 WIB | 14.063 kali
Tukang Sol Sepatu Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh pagi, saat aku me­nonton TV.

Kurebahkan badan di sofa yang ada di depannya, "Fuuihh, panas sekali hari ini," helaku sambil merebahkan badan sambil mengambil remote yang sedari tadi ada di atas kursi. Kuikat rambut yang masih terurai, barangkali bisa mengurangi rasa gerah dan kucuran keringat di dahi.

Sayup-sayup terdengar teriakan dari arah luar, "Sol, Sol Sepatu!" dari kejauhan menuju ke arah depan rumahku. Berulang kali tukang sol sepatu itu berikhtiar meski suaranya terdengar serak, mungkin karena kerongkongannya yang mu­lai mengering karena panas yang menyengat. Kemudian jari jempolku berkali-kali menekan satu tombol remote, kukecil- kan suara volume TV. Aku pun terpaku. "Kasihan, tukang sol sepatu itu pikirku. Panas-panas begini, berjuang di tengah teriknya panas matahari..." bisikku. Bergegas aku lari mengam­bil sepatu suamiku dan memakai jilbab yang tergantung tak jauh dari gantungan baju yang ada di ruang belakang, tempat nyimpan sepatu.

"Mampir Pak! Tolong benerin sepatu suami saya!" kataku yang sudah menunggunya di dekat pagar depan pintu. "Alhamdulillah...," bisik tukang sol sepatu, sambil meletakkan bawaannya. Ia pun mulai bekerja menjahit sepatu suamiku. berapa menit kutunggu. Aku buatkan segelas minuman dingin lemon tea sebagai pelepas dahaganya.

"Sambil diminum, Pak! Bapak dari mana?" tanyaku.

"Garut, Neng!" singkat ia jawab. "Ini Neng, sudah selesai sepatunya," tak lama ia menyerahkan sepatu suamiku yang dah ia kerjakan.

Rapi hasilnya. Aku pun rela membayar lebih dari hasilnya.

"Makasih Pak, mudah-mudahan nggak hujan, juga dapat banyak pelanggan yang benerin sepatu" ucapku ketika tukang sol sepatu bersiap melanjutkan perjalanannya.

"Makasih Neng... tapi Bapak berharap hujan..." jelasnya. Aku heran dan jadi penasaran. Padahal aku berpikir mending panas daripada hujan yang datang.

Satu alasan karena jemuran bisa nggak kering kalau hujan datang, alasan macet di jalan, dan tidak jarang kita bersiap menghadang banjir yang datang. Singkatnya, setelah ia menjelaskan, barulah aku bisa memaklumi.

Kini suara "Sol, Sol Sepatu!" semakin mantap terdengar, menjauh dan menggema di lorong jalan perumahan ibukota. Sementara aku masih saja terngiang-ngiang, penjelasan tukang sol sepatu itu yang membuatku kini merenung dan terdiam. Ia berharap hujan datang, agar panen padi di kampungnya, yang sudah dikerjakannya selama berbulan-bulan banyak menghasilkan beras untuk dirinya, anak- anaknya, keluarganya dan orang-orang yang butuh makan. *jwb*


Disadur dari buku Tuhan Tidak Tidur, Penulis: Havabe Dita Hijratullail, Jimmy Wahyudi Bharata; Penerbit: PT Elex Media Komputindo


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB