Ketika putranya divonis leukemia oleh dokter, rasa tak percaya dan berjuta perasaan lainnya bercampur aduk dalam diri Diana Ekarini. Bagaimana tidak, buah hatinya Abiyyu Nurhakim Jusafardila masih berusia 9 tahun. Kini selain melakukan kemoterapi, Diana pun ikut melakukan terapi sedekah, dimana ia menyedekahkan hartanya demi kesembuhan sang putra. Kisah Diana berjuang melawan leukemia yang diderita Abi, telah tertuang dalam sebuah buku.
Ini kisahnya.
"Awalnya Abi anak yang sehat. Baru di tahun 2005, kakinya pernah bengkak-bengkak karena keseleo. Saat saya bawa ke dokter, katanya Abi kena Arthritis (radang selaput sendi)," tukas wanita asal Bandung ini. Sejak itulah, Abi diterapi dengan obat-obatan radang selaput sendi. Meski tak pernah putus mengkonsumsi obat, namun pada November 2006 -tepatnya ketika mereka sekeluarga tengah berlebaran di kampung halaman suaminya di Jambi, sakit Abi kembali kambuh.
"Di Jambi, Abi akut lagi. Meski saya membawa obat-obatan dari Bandung, tetapi kondisinya tetap saja turun," kenang Diana yang beserta keluarganya berdomisili di Bandung.
"Pas malam takbiran Abi bisa jalan, tapi wajahnya masih pucat," tambahnya.
Khawatir dengan kondisi buah hatinya, mantan pramugari yang saat ini mengelola sebuah salon di Bandung ini pun memutuskan kembali ke Bandung. Mereka pun langsung berkonsultasi dengan dokter yang selama ini menangani penyakit Arthritis Abi.
Ketika diperiksa, ternyata leukosit (sel darah putih) Abi turun. Dokter juga menemukan adanya blast (sel darah putih jahat) dalam darah putih Abi. Saat itulah baru diketahui, bahwa putra semata wayangnya menderita leukemia.
’Anehnya, saya masih bisa berdiri tegar saat dokter mengatakannya. Padahal sebelum saya, ada ibu-ibu yang guling-guling karena shock dengan vonis penyakit anaknya. Saya hanya bertanya, ’Tapi ada obatnya kan Dok?’," Tanya Diana memastikan.
Tapi ketika mendengar Abi harus melakukan kemoterapi, ketegaran Diana pun langsung lenyap. Di benaknya, kemoterapi pasti akan membuat buah hatinya menjadi botak dan kulitnya gosong.
"Ternyata rambut botak dan kulit gosong cuma efek paling ringannya kemo," katanya pahit, walhasil Diana pun menolak buah hatinya menjalani kemo. Saat itu ia berpikir untuk menggunakan pengobatan alternatif.
"Tapi yang tidak bertentangan dengan agama, saya maunya yang menggunakan logika saja," tambahnya lagi. Misalnya, bila kaki Abi bengkak-bengkak ya dipijat.
"Atau alternatif lainnya, seperti terapi mengalirkan energi," tukasnya.
Sebelumnya, Diana sempat menggunakan pengobatan alternatif yang mengandalkan obat-obatan suplemen di Sukabumi. Karena merasa cocok, maka ia sekeluarga pun memutuskan untuk serius mengobati buah hatinya di daerah itu.
"Awalnya cocok, tapi selang beberapa bulan, kondisi Abi kembali drop," katanya. Sayangnya, ternyata sang terapisnya pun mengaku sudah memberikan suplemen yang terbaik untuk Abi.
"la bilang, mungkin jalan satu-satunya Abi harus di kemo," kata Diana, kesal. Meski begitu, ia tetap kukuh menolak anaknya melakukan kemoterapi.
"Saya bilang waktu itu, ’daripada kemo, mendingan uangnya buat sedekah." tukasnya. Tak dinyana, perkataan Diana itu membuat sang terapis terkejut, la lalu menganjurkannya mendatangi Ustad Yusuf Mansyur, untuk melakukan terapi sedekah.
Ternyata untuk bertemu Ustad Yusuf tidak mudah, apalagi saat itu beliau sedang naik daun dengan Wisata Hati-nya. Tapi Diana pun tak kenal menyerah, akhirnya, ia pun dapat bertemu dengan ustad muda tersebut di salah satu acaranya.
Di saat itulah, ia ceritakan masalahnya dan membuat daftar semua dosa-dosa yang pernah dibuatnya.
"Berat juga sebetulnya mengingat itu semua, tapi itulah yang menjadi syarat saya dapat melakukan terapi di Wisata Hati," ujarnya, mengenang.
Melalui Wisata Hati yang dilakukannya, Diana banyak mempelajari berbagai ketentuan dalam bersedekah, salah satunya dengan melakukan ijab kabul. Bahkan saat itu juga, semua uang yang ia punya disedekahkan.
"Hanya disisakan untuk bayar tol pulang saja," akunya.
Ketika itu, uang satu juta rupiah yang ia miliki telah di-ikhlaskan untuk disedekahkan. Tapi selang tiga hari kemudian, ternyata Diana malah mendapatkan rejeki dari temannya yang tinggal di luar negeri.
"Jumlahnya cukup besar, kalau dirupiahkan bisa mendapat 10 juta-an," tukasnya. Sejak itulah, tekad Diana untuk melakukan terapi sedekah semakin kuat. Sayangnya, ternyata kondisi Abi malah semakin memburuk. Sehingga Diana pun kembali ke dokter yang sama sebelumnya.
"Saat itu dokter sempat menyalahkan saya karena tidak mau menjalani kemoterapi," jelasnya.
"Dokter mengatakan, kalau saja sebulan yang lalu Abi melakukan kemoterapi pasti sekarang ia sudah bisa lari-larian."
Tapi Diana tak berkecil hati, ia yakin mungkin inilah jalan yang harus ditempuh Abi. Meski buah hatinya tetap harus di kemo, namun ia puas telah berusaha semaksimal mungkin. Selain kemo, Diana tetap melanjutkan terapi sedekahnya.
"Saya dengan lapang hati mulai sering sedekah dan menambah keyakinan, sampai benar-benar meyakini bahwa kekuatan sedekah itu luar biasa," paparnya lagi. Ketika kondisi Abi mulai membaik, ia melihat bahwa inilah keajaiban yang diberikan padanya.
Bahkan setelah Diana mengikhlaskan communicator-nya untuk disedekahkan, dokter mengatakan kalau dalam tubuh Abi sudah tidak ada blast sama sekali. Alhamdulillah.
Disadur: 33 Kisah Keberkahan Para Pengamal Sedekah, Penulis: Aqilah Selma Amalia