Seorang pemuda dalam perjalanan yang jauh, berasa amat letih. Dia berhenti, beristirahat di satu perkampungan dan melepaskan kudanya mencari makan di situ. Oleh karena keletihan, pemuda itu tertidur di bawah pohon. Kudanya yang kelaparan berjalan menuju sebuah ladang dan memakan semua tanaman yang ada di ladang itu. Tidak berapa lama, sang petani pemilik tiba dan menyaksikan semua tanaman di ladangnya habis dimakan kuda. Spontan sang petani kehilangan kesabaran lantas membunuh kuda milik pemuda tersebut karena dianggap merugikan sang petani.
Saat sang pemuda terbangun dari tidurnya, dia lantas mencari kudanya. Untuk beberapa lama kuda itu tidak terlihat olehnya. Akhirnya, dia melihat bangkai kudanya di ladang. Melihat keadaan itu, dia menjadi marah dan mencari pembunuh kudanya. Dia terus mencari. Sesampai di sebuah rumah, dekat ladang. Maka, ia tahu, pemilik rumah tersebut, yang telah membunuh kudanya. Terjadilah pertengkaran sengit yang berujung pada terbunuhnya sang petani pemilik ladang.
Peristiwa itu terdengar oleh banyak orang. Pemuda itu dibawa berjumpa khalifah untuk diadili. Berdasarkan hukum qhisas, bunuh dibalas dengan bunuh. Khalifah memerintahkan supaya dia dipenjarakan sehari semalam sebelum dia dipancung pada jam 17.00 esok petang. Pemuda itu merayu, supaya dia diizinkan pulang dahulu untuk berjumpa ibunya sebab dia ingin menyelesaikan satu perkara yang amat penting. Khalifah tidak mengabulkan permintaan pemuda itu. Namun pemuda itu tidak berputus asa dan terus memohon sambil menyatakan dia mempunyai tanggungjawab yang mesti diselesaikan sebelum dia dihukum bunuh. Dia berjanji akan balik segera setelah urusannya selesai.
Khalifah meminta pandangan waris si mati. Anak petani itu tidak mengizinkan pemuda itu pergi karena bimbang dia tidak akan datang lagi untuk menerima hukuman mati. Berkali-kali pemuda itu merayu dan bersumpah akan datang lagi, namun tiada seorangpun menunjukkan tanda simpati. Akhirnya, tampil seorang tua menuju mengadap khalifah menyatakan kesanggupan untuk menjadi tebusan bagi membolehkan pemuda itu balik ke rumah.
Orang tua itu adalah Abu Dzar ra, seorang sahabat nabi yang banyak merawikan Hadits. Melihat apa yang terjadi, semua hadirin tercengang dan sebahagian besar memarahi Abu Dzar karena tindakannya yang membahayakan diri sendiri. Abu Dzar berjanji untuk menjadi tebusan dan membenarkan pemuda itu pulang menyelesaikan masalahnya. Melihat kejadian ini, pemuda itu menjadi tenang dan mengikat janji bahwa dia akan pulang untuk dipancung setelah urusannya selesai.
Abu Dzar ra mafhum, kegagalan pemuda itu menunaikan janji akan mengakibatkan nyawanya tergadai. Ketika ditanya khalifah bagaimana dia sanggup meletakkan dirinya dalam keadaan membahayakan, Abu Dzar ra menerangkan demi keluhuran Islam, dia sangat malu melihat tiada siapapun sanggup mengulurkan bantuan ketika pemuda asing itu dalam kesusahan yang amat sangat. Pemuda itu dibenarkan pulang ke rumah, sementara Abu Dzar ra dikurung di penjara. Pada keesokan petangnya, penuh sesak manusia menuju ke istana khalifah untuk menyaksikan peristiwa yang mencemaskan.
Hampir semua orang yang hadir menganggap Abu Dzar akan dibunuh, karena kemungkinan besar pemuda itu tidak akan datang menyerahkan lehernya untuk dipancung. Saat yang mendebarkan, ketika beberapa menit lagi jam 5 petang, pemuda itu masih belum tiba. Abu Dzar dikeluarkan dari kurungan. Kegagalan pemuda itu menghadirkan diri, akan menyebabkan Abu Dzar menjadi tumbal. Di detik-detik terakhir, muncullah dari kejauhan penunggang kuda dengan sangat cepat menuju keramaian. Seketika itu kecemasan berubah menjadi kelegaan. Sebab penunggang kuda tersebut adalah sang pemuda yang dimaksud. Tepat sekali bagaimana dijanjikan pemuda itu sampai tepat jam 5 petang.
Pemuda itu lantas turun dari kuda dan menghadap khalifah seraya meminta maaf karena ‘terlambat’ menyebabkan suasana tegang dan cemas. Pemuda itu menerangkan bahwa seharusnya dia sampai lebih awal, tetapi terlewat disebabkan tali kudanya putus di tengah perjalanan. Dia menerangkan urusan yang dikatakannya amat penting dulu ialah karena terpaksa menyelesaikan tanggungjawabnya sebagai penjaga harta anak-anak yatim dan menyerahkan tugas itu kepada ibunya. Pemuda itu berjumpa Abu Dzar untuk mengucapkan terima kasih, atas kesanggupannya menjadikan dirinya sebagai tebusan. Selepas itu dia segera ke tempat dilakukan hukuman pancung. Ketika pengawal hendak mengayunkan pedangnya, tiba-tiba anak petani dengan suara yang kuat meminta hukuman dibatalkan. Dengan rela hati dia memaafkan kesalahan pemuda itu. Mendengar kata-kata anak petani itu, pemuda itu amat lega dan terus sujud tanda syukur kepada Allah.