Perjalanan menuju surga tidaklah semudah yang kita duga, la bukanlah
perjalanan yang ditaburi dengan bunga- bunga harum, bukan pula dengan
kesenangan. Perjalanan tersebut haruslah ditempuh dengan tekad dan
kesungguhan. Dalam buku Madarij Al-Salikin dikemukakan pengalaman ruhani
seorang sufi besar (Abu Yazid Al-Busthami) yang konon suatu ketika
bermunajat kepada Allah Swt.,``Ya Allah, bagaimana caranya berjalan
menuju hadirat-Mu?``Ketika itu jiwanya mendengar suatu
bisikan,``Ketahuilah bahwa nafsu adalah gunung yang tinggi dan besar.
Ialah yang merintangi perjalanan menuju Allah dan tidakada jalan lain
yang dapat ditelusuri, kecuali mendaki gunung itu terlebih dahulu.
Digunung itu terdapat beberapa lereng yang curam, belukar yang lebat,
banyak duri, dan banyak pula perampok lalu- lalang menakut-nakuti,
mengganggu, dan menghambat para musafir. Di balik belukar, ada pula
iblis yang selalu merayu atau menakut-nakuti agar si musafir kembali
saja. Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat pula rayuan dan
ancaman. Sehingga, jika tekad tidak dibulatkan, niscaya si pejalan
mundur teratur. Tetapi, jika perjalanan tetap dilanjutkan, sebentar lagi
akan tampak cahaya benderang. Pada saat itu, akan tampak bahwa ternyata
sepanjang jalan ada rambu-rambu yang memberi petunjuk tentang
tempat-tempat aman yang jauh dari ancaman dan bahaya. Ada pula tempat
berteduh dan telaga-telaga air yang jernih untuk beristirahat dan
melepaskan dahaga. Jika perjalanan dilanjutkan, akan ditemukan
`kendaraan Al-Rahman` yang akan mengantar sang musafir bertemu dengan
Allah Swt. guna menerima imbalan yang telah disiapkan-Nya.``
Demikianlah bisikan tadi menggambarkan jalan tersebut dan mengajarkan
bahwa yang pertama dan terutama dibutuhkan untuk menelusurinya adalah
tekad yang kuat. Misalnya, tidak memperturutkan nafsu yang selalu
mengajak pada kesesatan. Hal tersebut sejalan dengan hadis Rasulullah
Saw., ``Surga dikelilingi dengan segalayang tidak disenangi hawa nafsu,
dan neraka dikelilingi oleh segala yang disukai hawa nafsu`` (HR Muslim
dari Anas ibn Malik r.a.).
Memang, harus diakui bahwa surga dan neraka adalah hak prerogatif Allah.
Tidak ada satu pun yang berwenang terhadap masalah tersebut, kecuali
Dia. Manusia yang ingin masuk surga, pada hakikatnya harus terlebih
dahulu meraih kecintaan dan rahmat Allah Swt. Ini pula yang tergambar
dari makna al-shajihat dan ganitat tadi, yakni ketaatan permanen sebagai
upaya meraih kecintaan dari Allah.
Nabi Saw. bersabda, ``Tidakada seorang pun di antara kalian yang amalnya
akan dapat menyelamatkannya.`` Seorang laki-laki bertanya, ``Amal
engkau juga begitu, ya Rasulullah?`` Beliau menjawab, ``Ya, aku juga.
Tetapi, Allah melindungiku dengan rahmat-Nya. Karena itu, tambah giatlah
engkau meluruskan amalmu`` (HR Muslim dari Abu Hurairah r.a.).
Perhatikan, Rasulullah Saw. menganjurkan umatnya agar tambah giat
beramal, sebagai upaya meraih kecintaan dan rahmat Allah. Makna lain
dari hadis tersebut ialah seseorang yang beramal hendaknya mengikhlaskan
amalnya karena Allah. Bukan karena menginginkan surga, bukan pula
karena takut kepada neraka. Semata-mata sebagai bentuk kecintaan kita
kepada Allah! Rabi`ah Al-Adawiyah, seorang sufi wanita, pernah berucap,
``Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut kepada neraka, bukan pula
karena mendambakan masuk surga. Tetapi, aku mengabdi karena cintaku
kepada-Nya.Tuhanku, jika kupuja Engkau karena takut neraka, bakarlah aku
di dalamnya; dan jika kupuja Engkau karena mengharap surga, jauhkanlah
aku darinya. Tetapi, jika kupuja Engkau semata-mata karena cintaku
kepada-Mu, janganlah Engkau sembunyikan keindahan-Mu yang kekal itu dari
diriku.``
Jika seseorang beramal karena menginginkan kecintaan dan rahmat Allah
Swt., Allah tidak akan menyia-nyia- kan niat baik tersebut. Berikut
adalah beberapa amalan yang dapat mendatangkan kecintaan dan rahmat
Allah Swt.