Peristiwa dengan Yasmin ini terjadi sekitar sepuluh tahun yang lalu. Yasmin adalah seorang anak berusia tidak lebih dari sembilan tahun. Akan tetapi, dia memiliki nalar yang baik, melebihi diriku yang sudah remaja.
Pada hari-hari itu, aku belajar di sekolah tahfizh Al-Qur’an. Aku masuk ke sekolah itu karena tidak ada alternatif lain. Saat itulah aku mengenal Yasmin; seorang anak yang cantik, cerdas, dan baik. Dia sangat menyukaiku.
Suatu hari, aku, saudara-saudaraku dan keluargaku hendak pergi ke tempat hiburan, setelah aku keluar dari sekolah. Hari itu, aku sangat bahagia karena aku akan pergi bermain dan bersenang-senang.
Saat keluar dari kelas, aku melihat Yasmin. Dengan penuh rasa senang, aku mengajaknya, "Yasmin, kami hari ini akan pergi ke tempat hiburan. Kamu mau ikut?" Kataku menawarkan. Tahukah kamu apa jawabnya?
"Tidak. Aku tidak akan pergi ke tempat hiburan," jawabnya.
"Kenapa? Apakah ibumu tidak mengizinkan? Aku akan berbicara kepadanya, agar dia mengizinkanmu."
"Tidak. Aku tidak suka pergi ke tempat hiburan. Lihat saja dari namanya saja sudah tidak baik. Dia akan membuat kita lalai dari mengingat Allah," jawabnya dengan penuh percaya diri.
Jawaban Yasmin itu seperti petir yang menyambar di telingaku. Saat itu, aku tidak tahu perasaan apa yang timbul dari lubuk hatiku. Akan tetapi, kata-kata Yasmin itu masih terus aku ingat selama bertahun-tahun.
Yasmin adalah anak yang mendidikku. Ketika itu, aku mengetahui keceriaan yang aku cari. Ketika itu, aku mengetahui hal yang harus aku pikirkan. Ketika itu, aku mengetahui prinsip yang harus aku pegang.
Seorang anak kecil yang melihat bahwa hiburan membuatnya lalai dari mengingat Allah. Apa pantas aku yang sudah remaja menghabiskan waktuku dan usiaku untuk bermain?
Betapa sucinya dirimu, Yasmin. Betapa beruntung ayah dan ibumu yang mendidikmu seperti itu.
Alangkah jauh perbedaan antara aku dan dia. Meskipun dia masih kecil dan sudah selayaknya dia bersengan-senang dan bermain seperti halnya teman-temannya yang lain. Akan tetapi, dia mampu merasakan manisnya Al-Qur’an dan menghafalnya. Dia tidak mempunyai waktu untuk disia-siakan.
Disadur Ulang dari Kisah Kisah Penggugah Jiwa kaya Abdurrahman Bakar