Si Bisu yang Fasih

abatasa | Selasa, 23 April 2013 06:12 WIB | 7.048 kali
Si Bisu yang Fasih
Ini adalah salah satu kisah ajaib. Seandainya pelakunya tidak menuliskannya sendiri untukku, niscaya aku tidak pernah menyangka kisah ini pernah terjadi. Pelaku cerita adalah penduduk Madinah Nab. Dia bercerita sebagai berikut.

Aku adalah pemuda berusia 37 tahun; menikah dan memilki beberapa anak. Aku mengerjakan semua hal yang Allah haramkan. Adapun shalat, aku tidak pernah menunaikannya dengan berjamaah kecuali dalam beberapa kesempatan saja sebagai rasa basa-basi dan toleransi untuk yang lain. Penyebabnya adalah karena aku bersahabat dengan orang-orang jahat dan penipu. Jadi, setan selalu menemaniku di banyak waktu.

Aku mempunyai seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun, namanya Marwan, dia tuli dan bisu. Namun, dia meminum air susu keimanan dari payudara sang ibu yang beriman.

Suatu malam, aku dan anakku, Marwan, berada di rumah. Aku sedang merancang acara yang akan aku lakukan bersama teman-teman, ke mana kami akan pergi?

Saat itu, waktu sudah maghrib. Tiba-tiba Marwan berkata kepadaku dengan bahasa isyarat yang kami pahami, "Ayah, kenapa kamu tidak shalat?" Kemudian dia mengangkat tangannya menunjuk langit dan mengancamku, "Allah melihatmu, Ayah."

Anakku ini beberapa kali melihatku berbuat kemungkaran. Aku heran dengan ucapannya barusan. Anakku mulai menangis di hadapanku. Aku menariknya ke sisiku, namun dia lari. Beberapa saat kemudian, dia pergi ke keran air dan berwudhu. Dia tidak pandai berwudhu, namun dia belajar dari ibunya yang sering menasihatiku, tapi tidak berguna. Kemudian anakku yang bisu ini masuk dan memberi isyarat kepadaku, "Tunggu sebentar!" Rupanya dia shalat di depanku, kemudian setelah itu dia berdiri dan mengambil mushaf dan menaruhnya di hadapannya. Lalu membukanya tanpa membolak-balik halaman dan menaruh jarinya pada firman Allah di surah Maryam,

"Wahai Bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan." (Maryam [19]: 45)

Kemudian dia menangis dan aku pun menangis bersamanya dalam waktu yang lama. Lalu Marwan berdiri dan menghapus air mata dari kelopak mataku, kemudian mencium kepala dan tanganku. Lalu dia berkata kepadaku dengan bahasa isyarat, "Shalatlah, Ayah, sebelum kamu dikubur di dalam tanah."

Saat itu, aku terkejut dan takut sekali. Lalu aku segera menyalakan semua lampu rumah dan Marwan mengikuti dari satu kamar ke kamar yang lain. "Biarkan lampu-lampu itu, mari kita ke masjid besar." Yang dia maksud adalah Masjid Nabawi.

"Kita ke masjid sebelah saja," usulku. Dia tidak mau kecuali ke Masjid suci Nabawi. Lalu aku membawanya ke sana dalam keadaan sangat takut sekali dan pandangannya tidak pernah lepas dariku sedetik pun.

Kami masuk ke Raudhah asy-Syarifah yang penuh dengan manusia. Iqamah shalat isya dikumandangkan dan saat itu sang imam membaca firman Allah,

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia (setan) menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." {an-Nur [24]: 21)

Aku tidak mampu menguasai diriku dari tangis dan Marwan yang ada di sampingku juga menangis mendengar tangisku. Di tengah shalat, Marwan mengeluarkan tisu dari sakuku dan mengusap air mataku. Setelah selesai shalat, aku masih tetap menangis dan dia terus mengusap air mataku. Aku duduk di masjid selama satu jam.
Kemudian kami kembali ke rumah. Malam itu adalah malam teragung bagiku karena aku dilahirkan kembali. Istri dan anak- anakku datang, mereka semua menangis, padahal mereka tidak tahu apa yang terjadi. "Ayah shalat di Masjid suci Nabi," Marwan menerangkan kepada mereka.

Istriku senang mendengar berita ini karena Marwan adalah hasil dari didikannya yang baik. Lalu aku bercerita kepadanya kejadian yang terjadi antara aku dan Marwan.

"Demi Allah. Aku hendak bertanya kepadamu, apakah kamu yang menyuruh dia membuka mushaf pada ayat itu?" tanyaku kepada istri. Lalu istriku bersumpah tiga kali bahwa dia tidak melakukan itu. Kemudian istriku berkata, "Bersyukurlah kepada Allah atas hidayah ini."

Malam itu adalah malam yang paling indah. Sekarang, alhamdulillah aku tidak pernah ketinggalan shalat berjamaah di masjid. Aku meninggalkan semua kawanku yang jahat dan aku merasakan manisnya iman. Sekarang aku hidup dalam kebahagiaan, cinta, dan saling memahami bersama istri dan anak-anakku, khususnya Marwan yang tuli dan bisu. Aku sangat menyayanginya. Bagaimana tidak, di tangannya aku mendapat hidayah.

dikutip dari Kisah-kisah Pengunggah Jiwa Karya Abdurrahman Bakar


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB