Kearifan Dua Nabi

abatasa | Jum'at, 19 April 2013 06:37 WIB | 9.142 kali
Kearifan Dua Nabi
"Bawalah kemari bayi itu, agar kubelah menjadi dua. Dengan demikian, kalian mendapat separuh-separuh."

Nabi Daud a.s. dikenal sebagai seorang raja yang memiliki wilayah kekuasaan paling luas dan tak tertandingi pada zamannya. Ia telah diamanahi kitab Zabur oleh Allah Azza wa Jalla. Mukjizat beliau yang paling terkenal adalah kelebihan tangannya yang dapat melunakkan besi, di samping dapat memahami bahasa hewan.

Putra Nabi Daud a.s. adalah Nabi Sulaiman a.s. Adapun Nabi Sulaiman sendiri terkenal dengan mukjizatnya dalam bentuk menaklukkan dunia makhluk gaib, yakni dari kalangan bangsa jin. Para jin dan setan ia jadikan bala tentara, budak dan pekerja untuk membangun istananya. Di samping itu, ia juga diberi kemampuan untuk menguasai angin dan awan serta memahami bahasa hewan, seperti ayahnya, Nabi Daud a.s.

Kisah tentang kedua kekasih Allah itu, yakni Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, menurut sanad yang bersumber dari Abu Hurairah r.a. (dengan periwayat Bukhari dan Muslim) pernah diceritakan oleh Rasulullah Saw. Disebutkan, pada zaman kedua Nabi itu, ada peristiwa perebutan anak: yang dilakukan oleh dua orang ibu. Awal mulanya, ada seorang ibu yang sedang menggendong anaknya dan membawanya keluar rumah untuk suatu keperluan hingga tiba di sebuah padang belantara.

Pada saat yang bersamaan, ada seorang ibu yang lainnya lagi, juga membawa anaknya ke tempat yang sama. Kedua anak mereka itu masih bayi dan sama besarnya serta berjenis kelamin  yang sama. Keduanya juga sama-sama menggunakan penutup badan yang serupa. Kedua bayi itu bermain bersama, selagi ibu mereka tengah asyik mencari tanaman untuk sayuran di hutan tersebut.

Tatkala kedua ibu itu lengah memerhatikan bayi mereka  masing-masing, tiba-tiba datanglah seekor serigala yang telah mengintip kehadiran mereka sejak semula. Serigala itu mengendap dan langsung menyergap salah satu dari kedua bayi tersebut. Kedua ibu itu baru menyadari peristiwa apa yang terjadi setelah mereka mendatangi tempat di mana bayi mereka berada.

Ternyata, salah satu bayi tersebut telah hilang dan jejak darah dan kaki serigala masih tampak jelas tertinggal di situ. Oleh karena tak ingin kehilangan bayinya, maka ibu yang bayinya telah dimakan oleh serigala itu mengaku-aku bahwa bayi yang masih hidup itu adalah anaknya. Ia merebut bayi yang selamat itu dari gendongan ibunya seraya berkata, "Ini adalah anakku, sedang yang diterkam serigala itu adalah anakmu "

Berebut Bayi

Keruan saja, ibu si bayi pun menjadi marah besar. Ia merebut kembali bayinya seraya mengatakan hal yang sama. "Tidak. Ini adalah anakku. Yang dimakan serigala itu adalah anakmu," ujarnya.

Alhasil, mereka pun bertengkar karena ingin memperebut­kan bayi yang selamat itu. Oleh karena keduanya sama-sama mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya, maka mereka sepakat untuk mendatangi Nabi Daud guna meminta pengadilan dan keputusan darinya.

Ketika mereka mengajukan persoalan yang terjadi kepada Nabi Daud, maka Nabi Daud a.s. bertanya, "Siapakah yang lebih tua umurnya di antara kalian?"

Kedua perempuan itu kemudian menyebutkan umur mereka masing-masing. Nabi Daud kemudian bersabda: "Wanita yang lebih tua adalah ibu dari bayi yang selamat itu."

Mendengar keputusan tersebut, kedua wanita itu segera berlalu dari hadapan Nabi Daud. Namun, perempuan yang umurnya lebih muda itu merasa belum mantap jika belum mendengar keputusan dari Nabi Sulaiman. Maka, ia pun mengajak perempuan yang lebih tua itu untuk menemui Nabi Sulaiman.

Kepada Nabi Sulaiman, mereka mengemukakan persoalan yang sama. Nabi Sulaiman terdiam sejenak. Kemudian ia bersabda: "Bawalah kemari bayi itu, agar kubelah menjadi dua. Dengan demikian, kalian mendapat separuh-separuh."

Mendengar sabda Nabi Sulaiman tersebut, perempuan yang umurnya lebih tua diam saja. Sedangkan perempuan yang berusia lebih muda itu langsung menyergah, "Janganlah berbuat demikian. Semoga Tuhan memberi rahmat kepadamu."

Jawaban ibu muda itu justru menjadi kunci dari keputusan Nabi Sulaiman. Ia kemudian memutuskan bahwa ibu muda itulah adalah ibu dari bayi yang selamat tersebut.

Jika menilik kisah itu, tampaknya ada pertentangan antara keputusan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Akan tetapi, pertentan­gan pendapat di antara kedua kekasih Allah itu, sudah barang tentu, tidak menunjukkan bahwa keputusan yang satu salah dan keputusan yang lainnya benar. Perbuatan kedua ibu itu yang saling memperebutkan bayi yang selamat tersebut sudah merupakan suatu pertanda bahwa keduanya sama-sama menyayangi bayi tersebut.

Oleh karena itu, tak ada bedanya jika menyerahkan bayi itu kepada salah satu dari keduanya. Sebab, kedua ibu itu sama- sama menyayanginya. Namun, mengapa Nabi Daud menyerahkan kepada perempuan yang lebih tua? Dalam hal ini, memang Rasulullah Saw. tidak menyebutkan alasannya.

Jika kita analisis secara logika, Nabi Daud menyerahkan bayi itu kepada ibu yang lebih tua bukanlah karena Nabi Daud tidak mengetahui siapa ibu asli dari bayi itu. Melainkan, karena ia memiliki pertimbangan lain. Misalnya, karena dilihat dari faktor usia, kemungkinan ibu yang lebih tua mempunyai peluang yang kecil untuk bisa memiliki bayi lagi.

Sedangkan ibu yang usianya lebih muda masih memiliki peluang untuk bisa hamil dan melahirkan bayi yang lainnya lagi. Sementara Nabi Sulaiman memiliki keputusan yang berbeda, karena ia lebih cenderung melihat dari aspek besarnya rasa kasih sayang yang dimiliki oleh salah seorang dari kedua ibu itu.

Dalam hal ini, ibu yang lebih muda menunjukkan kasih sayang yang lebih besar dengan cara memberikan penolakan secara spontan terhadap tindakan Nabi Sulaiman yang ingin membelah bayi itu menjadi dua. Taktik yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman tersebut memang merupakan suatu cara yang jitu untuk mengetahui bagaimana besarnya kasih sayang di antara kedua ibu itu terhadap sang bayi.

Di samping itu, perempuan yang lebih muda tersebut, tampaknya memiliki intelektualitas yang lebih tinggi. Sebab, ia langsung dapat memahami bahwa jika bayi itu benar-benar dibelah jadi dua, mereka justru tidak dapat memiliki bayinya lagi. Tetapi, analisis itu hanyalah berdasarkan akal semata. Sedangkan yang mengetahui hal yang sebenarnya tentu hanyalah Allah dan kekasih-Nya. Wallahu a’lam bish-shawab.

Terlepas dari semua itu, yang jelas, keputusan antara kedua nabi tersebut, kendati tampak berbeda dan bertolak belakang, namun sama-sama menunjukkan kearifan mereka. Dan apa pun keputusan mereka, pada dasarnya adalah juga berasal dari Allah Swt.

Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB