"Bawalah kemari bayi itu, agar
kubelah menjadi dua. Dengan demikian, kalian mendapat separuh-separuh."
Nabi Daud a.s. dikenal sebagai seorang raja yang
memiliki wilayah kekuasaan paling luas dan tak tertandingi
pada zamannya. Ia telah diamanahi kitab Zabur oleh Allah Azza wa Jalla.
Mukjizat beliau yang paling
terkenal adalah kelebihan tangannya
yang dapat melunakkan besi, di samping dapat memahami bahasa hewan.
Putra Nabi Daud a.s.
adalah Nabi Sulaiman a.s. Adapun Nabi Sulaiman sendiri terkenal dengan
mukjizatnya dalam bentuk menaklukkan dunia makhluk gaib, yakni dari kalangan
bangsa jin. Para jin dan setan ia jadikan bala tentara, budak dan pekerja untuk
membangun istananya. Di samping itu, ia juga diberi kemampuan untuk menguasai
angin dan awan serta memahami bahasa hewan, seperti ayahnya, Nabi Daud a.s.
Kisah tentang kedua
kekasih Allah itu, yakni Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, menurut sanad yang
bersumber dari Abu Hurairah r.a. (dengan periwayat Bukhari dan Muslim) pernah
diceritakan oleh Rasulullah Saw. Disebutkan, pada zaman
kedua Nabi itu, ada peristiwa perebutan anak: yang dilakukan oleh dua orang ibu. Awal mulanya,
ada seorang ibu yang sedang menggendong anaknya dan membawanya keluar rumah
untuk suatu keperluan hingga tiba di sebuah padang belantara.
Pada saat yang
bersamaan, ada seorang ibu yang lainnya lagi, juga membawa anaknya ke tempat yang sama. Kedua anak mereka itu
masih bayi dan sama besarnya serta berjenis kelamin yang sama. Keduanya juga sama-sama menggunakan
penutup badan yang serupa. Kedua bayi itu bermain bersama, selagi ibu mereka
tengah asyik mencari tanaman untuk sayuran di hutan tersebut.
Tatkala kedua ibu itu
lengah memerhatikan bayi mereka masing-masing, tiba-tiba datanglah seekor
serigala yang telah mengintip kehadiran mereka sejak semula. Serigala itu
mengendap dan langsung menyergap salah satu dari kedua bayi tersebut. Kedua ibu
itu baru menyadari peristiwa apa yang terjadi setelah mereka mendatangi tempat
di mana bayi mereka berada.
Ternyata, salah satu
bayi tersebut telah hilang dan jejak darah dan kaki serigala masih tampak jelas
tertinggal di situ. Oleh karena tak ingin kehilangan bayinya, maka ibu
yang bayinya telah dimakan oleh serigala itu mengaku-aku bahwa bayi yang masih
hidup itu adalah anaknya. Ia merebut bayi yang selamat itu dari gendongan
ibunya seraya berkata, "Ini adalah anakku, sedang yang diterkam serigala itu
adalah anakmu "
Berebut Bayi
Keruan saja, ibu si bayi pun menjadi marah besar.
Ia merebut kembali bayinya seraya mengatakan hal yang sama. "Tidak. Ini adalah
anakku. Yang dimakan serigala itu adalah anakmu," ujarnya.
Alhasil, mereka pun
bertengkar karena ingin memperebutkan bayi yang selamat itu. Oleh karena
keduanya sama-sama mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya, maka mereka sepakat
untuk mendatangi Nabi Daud guna meminta pengadilan dan keputusan darinya.
Ketika mereka
mengajukan persoalan yang terjadi kepada Nabi Daud, maka Nabi Daud a.s.
bertanya, "Siapakah yang lebih tua umurnya di antara kalian?"
Kedua perempuan itu
kemudian menyebutkan umur mereka masing-masing. Nabi Daud kemudian bersabda:
"Wanita yang lebih tua adalah ibu dari bayi yang selamat itu."
Mendengar keputusan
tersebut, kedua wanita itu segera berlalu dari hadapan Nabi Daud. Namun,
perempuan yang umurnya lebih muda itu merasa belum mantap jika belum mendengar
keputusan dari Nabi Sulaiman. Maka, ia pun mengajak perempuan yang lebih tua
itu untuk menemui Nabi Sulaiman.
Kepada Nabi Sulaiman,
mereka mengemukakan persoalan yang sama. Nabi Sulaiman terdiam sejenak.
Kemudian ia bersabda: "Bawalah kemari bayi itu, agar kubelah menjadi dua.
Dengan demikian, kalian mendapat separuh-separuh."
Mendengar sabda Nabi
Sulaiman tersebut, perempuan yang umurnya lebih tua diam saja. Sedangkan
perempuan yang berusia lebih muda itu langsung menyergah, "Janganlah berbuat
demikian. Semoga Tuhan memberi rahmat kepadamu."
Jawaban ibu muda itu
justru menjadi kunci dari keputusan Nabi Sulaiman. Ia kemudian memutuskan bahwa
ibu muda itulah adalah ibu dari bayi yang selamat tersebut.
Jika menilik kisah
itu, tampaknya ada pertentangan antara keputusan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.
Akan tetapi, pertentangan pendapat di antara kedua kekasih Allah itu, sudah
barang tentu, tidak menunjukkan bahwa keputusan yang satu
salah dan keputusan yang lainnya benar. Perbuatan kedua ibu itu yang saling
memperebutkan bayi yang selamat tersebut sudah merupakan suatu pertanda bahwa
keduanya sama-sama menyayangi bayi tersebut.
Oleh karena itu, tak
ada bedanya jika menyerahkan bayi
itu kepada salah satu dari keduanya. Sebab, kedua ibu itu sama- sama
menyayanginya. Namun, mengapa Nabi Daud menyerahkan kepada perempuan yang lebih tua? Dalam hal ini,
memang Rasulullah Saw. tidak menyebutkan alasannya.
Jika kita analisis
secara logika, Nabi Daud menyerahkan bayi itu kepada ibu yang lebih tua
bukanlah karena
Nabi Daud tidak mengetahui siapa ibu asli dari bayi
itu. Melainkan, karena ia memiliki pertimbangan lain. Misalnya, karena
dilihat dari faktor usia, kemungkinan ibu yang lebih tua mempunyai
peluang yang kecil untuk bisa memiliki bayi lagi.
Sedangkan ibu yang
usianya lebih muda masih memiliki peluang
untuk bisa hamil dan melahirkan bayi yang lainnya lagi. Sementara Nabi Sulaiman
memiliki keputusan yang berbeda, karena ia lebih cenderung melihat dari aspek
besarnya rasa kasih sayang yang dimiliki oleh salah seorang
dari kedua ibu itu.
Dalam hal ini, ibu
yang lebih muda menunjukkan kasih sayang yang lebih besar dengan cara
memberikan penolakan secara spontan terhadap tindakan Nabi Sulaiman yang ingin
membelah bayi itu menjadi dua. Taktik yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman
tersebut memang merupakan suatu cara yang jitu untuk mengetahui bagaimana
besarnya kasih sayang di antara kedua ibu itu terhadap sang bayi.
Di samping itu,
perempuan yang lebih muda tersebut, tampaknya memiliki intelektualitas yang
lebih tinggi. Sebab, ia langsung dapat memahami bahwa jika bayi itu
benar-benar dibelah jadi dua, mereka justru tidak dapat memiliki bayinya lagi.
Tetapi, analisis itu hanyalah berdasarkan akal semata. Sedangkan yang
mengetahui hal yang sebenarnya tentu hanyalah Allah dan kekasih-Nya. Wallahu a’lam
bish-shawab.
Terlepas dari semua itu, yang jelas, keputusan
antara kedua nabi tersebut, kendati tampak berbeda dan bertolak belakang, namun
sama-sama menunjukkan kearifan mereka. Dan apa pun keputusan mereka, pada
dasarnya adalah juga berasal dari Allah Swt.
Disadur
dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih
Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit
Darul Hikmah