Keluarga Bumi Berhati Langit

abatasa | Selasa, 09 April 2013 05:57 WIB | 7.818 kali
Keluarga Bumi Berhati Langit
Hari itu Aisyah sedang duduk di beranda rumah. Lamunannya mengawang ke langit mengenang suami terkasih yang telah berpulang ke haribaan Allah Swt. Kali ini, ia ditemani seorang keponakannya yang bernama Urwah. Ia hadir di sana demi menghibur sang bibi yang sedang sedih kesepian.

Dalam pembicaraan mereka berdua, entah mengapa Urwah seolah tertarik untuk melempar tanya, "Wahai Bibi, tolong ceritakan kepadaku bagaimana kalian membina rumah tangga?"

Sambil tersenyum getir, Aisyah mencoba mengenang kembali kenangan indah yang paling berkesan saat ia masih menjadi istri baginda Rasul. Tak kuasa menahan perasaan kangen terhadap sang suami tercinta, Aisyah pun memulai sambil menghela napas panjang, "Demi Allah wahai keponakanku. Sungguh kami pernah melihat bulan sabit berganti di langit sampai tiga kali berturut-turut dalam dua bulan. Selama itu tidak pernah tungku api menyala di seluruh rumah istri Rasulullah Saw."

Aisyah masih tetap tersenyum meskipun kalimat itu telah terhenti. Mendengar itu Urwah kaget dan langsung merespon, "Wahai Bibi, bagaimana kalian bisa bertahan hidup bila demikian?" Pertanyaan ini meluncur dari bibirnya seolah tak percaya dan respon yang sama mungkin akan keluar dari diri kita bila mendengar hal sedemikian.

Aisyah lalu menjawab, "Dengan dua benda hitam, yaitu kurma dan air yang tidak jernih. Namun terkadang beberapa tetangga Rasulullah Saw dari golongan Anshar yang memiliki domba suka mengirimkan susu kepada kami untuk diminum." (Muttafaq Alaihi)

"Siapa yang bertawakal (berparas diri) kepada Allah, maka Allah akan menjamin hidupnya"
(QS.At.Thalaq [65]:3)

Subhanallah! Itulah kebahagiaan keluarga bumi yang berhati langit. Ketiadaan materi tidak membuat mereka panik, merespon keras atau meminta cerai dari Rasulullah Saw. Benar, episode hidup keluarga ini telah dipertontonkan Allah Swt kepada umat dan kita semua, bahwa pilihan hidup bahagia meski tak berlandaskan materi dapat dijalankan dengan damai.

Lalu, bagaimana Rasulullah membentuk keluarga baik? Jawabannya adalah dengan cara senantiasa berhubungan dan berpasrah diri kepada Allah Swt Yang Maha Memelihara, Menjaga dan Menjamin Rezeki setiap hamba-Nya. Bukankah Allah telah berjanji, "Siapa yang bertawakal (berpasrah diri) kepada Allah, maka Allah akan menjamin hidupnya?’ (QS. Ath-Thalaq [65]: 3)

Benar saja, meski tiada nafkah yang dapat diberikan kepada keluarga, beberapa tetangga dan sahabat dari suku Anshar sering mengirimkan makanan dan minuman kepada Ahlul Bait Rasulullah. Anas bin Malik menggambarkan bagaimana potret kehidupan Rasulullah Saw. Dia mengatakan, "Sungguh Nabi Saw telah menggadaikan baju besi beliau untuk mendapatkan gandum (makanan), dan aku pernah di sore hari menemui Nabi Saw dengan membawa roti dari gandum dan sayur yang telah basi. Aku juga pernah mendengar beliau bersabda, ‘Keluarga Muhammad tidak pernah menemui pagi dan sore hari dengan menyisakan makanan kecuali satu sha’.’ Padahal istri-istrinya terdiri dari sembilan rumah." (HR. Bukhari)

Keluarga Muhammad Saw tidak pernah memiliki nafkah yang cukup untuk menghidupi hari-hari mereka. Akan tetapi, kehidupan mereka berjalan mulia dan keharmonisan pun masih tetap mereka miliki.

Jika mereka bisa hidup bahagia tanpa keberadaan nafkah, lalu bagaimana dengan kita? Semoga Allah Swt berkenan memberikan manisnya kebahagiaan seperti itu! Amien.


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB