Muawiyah bin Abi Sufyan dikenal sebagai orang yang selalu memusuhi Rasulullah saw. dan kaum Muslimin. Ia juga haus akan kedudukan dan gemar bermegah-megah. Kediamannya di Damaskus begitu megah, tampak seperti istana para kaisar di Romawi dan Persia.
Suatu hari, seorang Yahudi dari Baitul Maqdis terhe- ranheran ketika berkunjung ke Madinah. Ia tidak melihat bangunan yang kokoh ataupun megah, tempat para khalifah bersemayam. Merasa penasaran, ia kemudian bertanya kepada salah seorang penduduk Madinah.
"Wahai saudaraku, di mana sebenarnya istana para khalifah ini?"
Penduduk itu menjawab, "Kelak di akhirat."
Si Yahudi semakin bingung. Karena rasa ingin tahunya begitu menggelitik, ia lalu bertanya lagi, "Bukankah para khalifah memakai mahkota di kepala mereka?" "Kau salah! Khalifah memakai mahkota di hatinya, bukan di kepalanya."
"Apa?" orang Yahudi semakin bingung.
"Mahkota apa yang kaumaksud, Tuanku?" cecar si Yahudi. "Apakah mahkota yang terbuat dari berlian, permata, atau mutiara?"
Penduduk Madinah yang ditanya ini tersenyum dan menjawab, "Mahkota budi pekerti!"
Ia kemudian menjelaskan kepada orang Yahudi tersebut bahwa Rasulullah pernah berpesan kepada umat Muslimin melalui para sahabatnya. Suatu saat nanti akan tiba saatnya jumlah umat Islam akan banyak sekali, tetapi bagaikan buih di permukan air bah.
"Mengapa begitu?" tanya si Yahudi.
"Karena menurut Rasulullah saw., di hati kaum Muslimin telah bercokol penyakit wahan."
"Penyakit wahan?" si Yahudi baru pertama kali mendengar nama penyakit tersebut.
‘Ya, penyakit yang terlalu cinta kepada dunia dan sangat takut kepada maut. Begitu pesan Rasulullah saw., semoga dapat menjawab rasa ingin tahu Tuan," jawab penduduk itu dengan tegas.
"Sering kali kita lebih memilih kenikmatan dunia
daripada kenikmatan akhirat. Karenanya, Rasulullah saw.
menyuruh kita untuk menyeimbangkan keduanya"