Kisah Dua Sisi Sungai

abatasa | Jum'at, 15 Maret 2013 07:46 WIB | 9.860 kali
Kisah Dua Sisi Sungai
Nasrudin duduk di tepi sungai ketika ada seseorang yang menyerunya dari sisi yang berseberangan. "Hei, Nasrudin! Bagaimana caranya agar aku bisa berada di sisi seberang? Di sini tidak ada jembatan!"
Nasrudin berteriak, "Kawanku, kau sudah berada di seberang!"

Kode Rahasia dalam Kisah "Dua Sisi Sungai"

Dalam tataran awal, kita bisa mengatakan, ucapan Nasrudin ini digunakan untuk memperkaya sudut pandang. Dalam hidup, kita sering terfokus pada diri sendiri dan "tidak mempedulikan" orang lain terkait masalah kebenaran. Keadaan ini kadang menyebabkan kita menilai semua orang selain kita, salah. Prinsip membenarkan diri sendiri inilah yang disindir dalam kisah di atas. Jangan sampai kita seperti teman Nasrudin, berada di "seberang" (tempat yang salah), tetapi tidak menyadari di manakah seberang tersebut karena hal yang kita anggap benar, belum tentu dianggap benar pula oleh orang lain.

Jika dikaitkan dengan agama, bisa dikatakan bahwa "seberang" di sini artinya tujuan. Tujuan agama adalah "mempertemukan" manusia dengan Tuhannya meski terbatas ruang dan waktu melalui ibadah- ibadah yang menandai adanya Tuhan. Agama Islam sendiri adalah agama yang paling sempurna seperti yang dijelaskan dalam Surah Al-Maaidah ayat 3, ".... Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagimu."

Dalam konteks ini, Islamlah yang disebut sebagai "seberang". Islam adalah agama yang paling cocok diterima semua kalangan karena batasan-batasan yang dicakup olehnya adalah batasan-batasan paling netral yang sesuai dengan peluang peningkatan status manusia ke dalam taraf yang lebih tinggi. Sayangnya, banyak sekali orang Islam yang tidak peduli dengan keadaan Islam yang sempurna ini; bahkan kadang mereka lebih memilih melihat "seberang yang lain"; mencari-cari yang lebih istimewa hanya karena melihat Islam serba sepotong.

Sudah semestinya, ketika menyadari bahwa Islam adalah agama sempurna, yang kita lakukan adalah menggali kesempurnaan itu. Jangan sampai kesempurnaan itu tidak diketahui oleh kita dan malah diketahui orang lain, seperti Nasrudin yang melihat dari seberang. Betapa menyedihkannya jika yang terjadi seperti ini. Untuk apa sepanjang hidup kita mengenal Islam jika tidak menyadari bahwa di dalam agama ini, tidak hanya ruh dan jiwa yang diolah, tetapi juga tubuh manusia; jika tidak menyadari bahwa Islam tidak hanya mengajarkan hubungan baik kepada Allah, tetapi juga mengajarkan hubungan baik dengan sesama makhluk.

Hubungan baik kepada Allah semata hanya membuat pandangan yang cenderung eksklusif. Sementara itu, hubungan baik kepada manusia semata hanya akan membuat pandangan yang cenderung menepikan Tuhan dari kehidupan sehari-hari.

Orang-orang yang ’bertaklid buta dan bangga berlebihan pada agama Islam jelas menganggap dirinya telah berada di seberang (tempat tujuan) padahal mereka tidak ada di seberang yang manapun juga. Mereka seharusnya "menyeberang", tapi tidak melakukannya karena ego diri. Dalam konteks ini, yang harus diubah adalah pola pikir mereka tentang "seberang". Selama "seberang" diartikan sebagai diri sendiri, sampai kapan pun mereka tidak akan menemukan "seberang" tersebut.

Islam sendiri tidak pernah mengajarkan umatnya untuk berbangga diri. Islam menekankan sikap rendah hati dan tunduk sepenuhnya kepada Allah. Jika seorang hamba benar-benar tunduk kepada Allah, mana mungkin ia memiliki setitik saja kebanggaan? Islam sebagai agama, hendaknya disadari secara proporsional seperti sabda Nabi Muhammad Saw, "Hiduplah dengan setiap orang sesuai dengan kebiasaan dan wataknya," dan, "Ajarkan agamaku sesuai dengan zamannya, "serta, "Sesungguhnya agama itu mudah; siapa saja yang mempersulit (kegiatan) agamanya, maka ia akan kalah.

Sumber :
33 Kisah Penuh Hikmah


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Pengobatan Dengan Air Liur dan Tanah
Selasa, 27 September 2016 16:52 WIB
Kisah Mengharukan Anak Yang Membawa Hidayah
Selasa, 12 Januari 2016 11:25 WIB
Merengkuh Hidayah Menuai Ma`unah
Jum'at, 04 September 2015 14:45 WIB