" Jangan bersedih. Anak keempatmu yang baru lahir itu kelak akan menjadi ratu di kalangan para wanita. ia akan menjadi pembimbing atas tujuh puluh ribu umatku."
Rabi’ah Al-Adawiyah merupakan salah seorang tokoh sufi yang cukup tersohor dari Bashrah. Hampir bisa dipastikan, bahwa dia adalah satu-satunya wanita di tengah tokoh-tokoh sufi yang didominasi oleh kaum lelaki. Ia lahir dari keluarga miskin dan saleh. Bahkan, ketika Rabi’ah lahir, rumahnya dalam keadaan gelap gulita karena tak memiliki minyak untuk menyalakan lampu. Namun, setelah ia dewasa, justru ia menjadi pembawa cahaya untuk tujuh puluh ribu umat Islam.
Hal itu sesuai dengan pesan Rasulullah Saw. yang didengar oleh ayah Rabi’ah di dalam mimpinya. Tatkala Rabi’ah lahir, ibu Rabi’ah meminta suaminya agar meminta minyak kepada tetangga sebelah untuk menyalakan lampu. Ayah Rabi’ah pun pergi. Namun, setibanya ia di depan pintu rumah tetangganya, ia hanya meletakkan tangannya di daun pintu, tanpa mengetuknya. Kemudian ia kembali kepada istrinya dan mengatakan, bahwa tetangganya tak mendengar ketukannya sehingga mereka tak membukakan pintu untuknya.
Sepanjang malam itu, ayah Rabi’ah duduk bersimpuh dan berdzikir. Kemudian ia tertidur di dalam duduknya. Dalam tidurnya itu, ia melihat Rasulullah Saw. datang menghiburnya seraya berkata: "Janganlah bersedih. Anak keempatmu yang baru lahir itu kelak akan menjadi ratu di kalangan para wanita. Ia akan menjadi pembimbing atas tujuh puluh ribu umatku."
Selanjutnya, Rasulullah Saw. memberikan sebuah perintah kepada ayah Rabi’ah. "Besok pagi, pergilah menemui Isa Al-Zadan, gubernur Bashrah. Tulislah kalimat ini di atas selembar kertas dan serahkan kepadanya. ‘Setiap malam engkau mengirimiku seratus shalawat dan pada malam jumat empat ratus shalawat. Malam jumat tadi, engkau telah melupakanku. Maka, untuk menebusnya, berikan empat ratus dinar yang engkau peroleh secara halal kepada lelaki ini’." Demikian pesan Rasulullah Saw. di dalam mimpi ayah Rabi’ah.
Pada saat itu, ia pun terbangun dari tidurnya. Ia menangis haru dan menuliskan kalimat untuk gubernur Bashrah seperti yang telah diucapkan oleh Rasulullah Saw. di dalam mimpinya itu. Ketika pagi tiba, ia pun segera melaksanakan apa yang menjadi petunjuk Rasulullah Saw. di dalam mimpinya, yakni menyampai¬kan surat itu kepada gubernur melalui salah seorang pegawai gubernur.
Mendapat Kebebasan
Tatkala membaca pesan di dalam surat itu, sang gubernur tersentak. Ia berpandangan bahwa orang yang membawa pesan itu bukanlah orang sembarangan. Maka, Isa Al-Zadan langsung mendatangi ayah Rabi’ah dan menyerahkan uang sejumlah empat ratus dinar ditambah hadiah sebanyak dua ribu dinar sebagai
tanda kesyukurannya.
Setelah Rabi’ah melewati masa kanak-kanaknya, kedua orangtuanya wafat. Rabi’ah berkeinginan untuk mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya. Namun, ia diperdaya oleh seseorang dan ia dijual sebagai budak dengan harga enam dirham. Selama menjadi budak, Rabi’ah selalu melewati hari- harinya dengan berpuasa di siang hari dan beribadah pada malam harinya.
Pada suatu malam, ketika Rabi’ah tengah bersujud di dalam shalatnya, sang majikan yang pada saat itu kebetulan tengah terbangun dan melihat Rabi’ah dari jendela kamarnya, merasa terkejut. Sebab, apa yang dilihatnya saat itu benar-benar di luar jangkauan akal manusia. Ia melihat, di atas kepala Rabi’ah terdapat cahaya misterius yang menerangi di sekitar ruangan tempat Rabi’ah berada.
Bersamaan dengan itu, sang majikan mendengar Rabi’ah bergumam dalam doanya: "Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, bahwa hatiku selalu ingin menjalankan setiap perintah-Mu. Sinar mataku ini selalu ikhlas menerima setiap keputusan-Mu atas diriku. Jika aku bisa, aku tak akan menyisakan waktuku barang sekejap pun selain untuk mengabdi kepada- Mu. Akan tetapi, Engkau telah meletakkan diriku berada dalam kekuasaan seorang makhluk-Mu."
Menyaksikan kejadian itu, sepanjang malam majikannya tak bisa tidur. Ia menyadari betul, bahwa budaknya itu bukanlah manusia sembarangan. Keesokan harinya, ia memanggil Rabi ah dan memberikan kebebasannya. Hidup memang tak bisa diketahui alurnya.
Sebagaimana Rabi’ah. Ia lahir dalam kemiskinan, besar dalam dunia perbudakan dan kemudian memperoleh kecemerlangan dalam hidupnya. Bahkan, setelah ia tiada sekali pun, namanya tetap selalu menjadi spirit bagi orang-orang yang berusaha mencari kehidupan yang sejati.
Oleh karena itu, kita tak perlu berpikir tentang bagaimana hidup kita pada waktu berikutnya. Sebab, alur kehidupan seseorang di muka bumi ini multak menjadi ketetapan Allah yang serba gaib bagi makhluk-Nya. Namun, yang paling penting untuk kita renungkan adalah, untuk siapa kita abdikan kehidupan kita di muka bumi ini? Apakah untuk Allah atau selain-Nya? Wallahu a’lam bi al-shawab.