Subuh baru saja merekah di Mekkah saat musim haji tiba. Salah satu dari jamaah haji tampaklah Abu Ja’far Al- Mansur. Entah mengapa, rasa dendam Abu Ja’far terhadap Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan Al-Umawi tiba- tiba muncul, ketika teringat akan mutiara yang bernilai tinggi. Mutiara itu kini berada di tangan putra Hisyam bin Abdul Malik, Muhammad bin Hisyam.
Abu Ja’far memberi mandat kepada ajudannya. "Besok pagi, aku akan shalat beijamaah di Masjidil Haram, Kalau semua jamaah sudah berkumpul, tutup semua pintu, kecuali satu pintu keluar. Perhatikan orang-orang yang keluar dari pintu yang terbuka. Jika kau mendapati Muhammad bin Hisyam, bawalah ia kepadaku!"
Esoknya, sesuai titah Abu Ja’far, hanya ada satu pintu yang terbuka. Kebetulan, Muhammad bin Hisyam juga ada di dalam Masjiclil Haram. Taktik Abu Ja’far sudah diketahuinya. Oleh karena itu, dia merasa takut dan cemas.
Rupanya, Muhammad bin Zaid bin Ali bin Husein mengetahui kecemasan Muhammad bin Hisyam. Muhammad bin Zaid lalu menghampirinya dan menanyakan mengapa Muhammad bin Hisyam terlihat begitu cemas.
"Wahai Saudaraku, ada apa gerangan yang membuat¬mu begitu gelisah?"
"Siapakah kau?"
"Aku Muhammad bin Zaid bin Ali bin Husein, cucu Fatimah, putri Rasulullah."
Semakin ketakutanlah Muhammad bin Hisyam mengetahui siapa orang tersebut. Tubuhnya menggigil dan bajunya basah oleh keringat dingin.
"Jangan khawatir dan takut. Kau bukanlah pembunuh ayah dan kakekku. Aku bahkan tidak merasa dendam sama sekali. Sebaliknya, Insya Allah, aku akan melindungimu dan melepaskan dirimu dari bahaya ini." Muhammad bin Hisyam menjawab, "Aku serahkan kepadamu. Begini ceritanya...," mengalirlah ihwal kegelisahan dirinya.
Apa yang terjadi kemudian? Muhammad bin Zaid lalu membelitkan baju luarnya ke muka Muhammad bin Hisyam sehingga kepala Muhammad bin Hisyam tertunduk. Setibanya di pintu keluar, Muhammad bin Zaid lalu menyeret Muhammad bin Hisyam dan menghelanya dengan kasar. Muhammad bin Zaid lalu berkata kepada ajudan Abu Ja’far.
"Wahai Abu Fadal, manusia bedebah ini adalah pemilik unta sewaan. Meski aku telah membayar sewanya, ia kabur dan menyewakan untanya kepada orang-orang Khurasan."
Ajudan Abu Ja’far akhirnya memperbolehkan keduanya keluar. Setelah jauh dan aman, Muhammad bin Zaid melepaskan Muhammad bin Hiysam dan berkata, "Pergilah, cari perlindungan!"
Merasa diselamatkan jiwanya, Muhammad bin Hisyam kemudian memberikan mutiara yang berharga kepada Muhammad bin Zaid sebagai tanda terima kasih.
Muhammad bin Zaid berkata, "Ambil kembali mutiaramu ini. Kami dari Ahlul Bait, tidak boleh menerima hadiah atas kebaikan yang kami lakukan. Jagalah dirimu dari Abu Ja’far."
"Hendaklah kita tidak berhitung atas kebaikan yang kita lakukan ataupun mengharap balasan ka¬rena kelak Allah akan melipatgandakan kebaikan kita. "