Marwah adalah seorang janda miskin yang baik hati dan ramah. Seluruh penduduk sangat menyayanginya. Sejak suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu, dia hidup sendiri.
Suatu malam dia terkejut mendengar suara seperti seseorang memasuki rumahnya. Krekkk..., terdengar bunyi pintu dibuka. Marwah langsung keluar kamar dan menemukan seorang lelaki tak dikenal masuk ke rumah tanpa izin. Lelaki itu terkejut bukan main karena si pemilik rumah ternyata belum tidur.
``Siapa kau?`` tanya Marwah tanpa merasa takut.
``Serahkan harta bendamu!`` kata si pencuri dengan kasar.
``Kau datang ke tempat yang salah. Aku tidak memiliki harta apa pun. Aku adalah janda tua yang miskin,`` kata Marwah dengan suara pelan.
``Apa pun itu! Serahkan!`` -si pencuri berteriak.
``Ssst..., kecilkan suaramu. Aku memiliki tetangga yang sangat peduli padaku. Aku khawatir dia mendengar teriakanmu, lalu dia datang dan memukulimu karena hendak mencuri di rumahku,`` saran Marwah sambil menaruh telunjuk di bibir.
Pencuri itu langsung celingukan, ``Kalau begitu, serahkan apa yang kamu punya,`` katanya.
``Untuk apa kau mencuri?``
`Anakku sedang sakit dan aku tidak memiliki uang untuk mengobatinya.`
Tidak berapa lama kemudian, pintu diketuk.
`Ibu Marwah, apa yang teijadi? Dengan siapa kau berbicara?` sebuah suara memanggil.
`Itu pasti tetanggaku, mereka akan marah melihatmu.
Si pencuri panik.
`Sekarang, pergilah lewat pintu belakang supaya mereka tidak menemukanmu,` ujar Marwah sambil me¬nunjukkan pintu belakang.
Si pencuri bersiap untuk lari.
`Tapi, berikan alamatmu padaku,` kata Marwah.
`Untuk apa?`
`Berikan saja,` jawab marwah. Karena panik dan ingin segera berlari, si pencuri memberikan alamatnya kepada Marwah.
Setelah pencuri pergi, Marwah menghampiri para tetangganya.
`Tidak ada apa-apa. Aku sedang membaca dengan suara keras,` kata Marwah, menyembunyikan kejadian sebenarnya.
Keesokkan paginya, Marwah mengunjungi alamat yang diberikan pencuri. Rumah yang sangat sederhana.
`Assalamualaikum` sapa Marwah.
`Wa`alaikumsalamterdengar sahutan dari dalam.
Lelaki itu membuka pintu dan kaget. `Ibu?` Dia tak bisa berkata-kata.
`Bolehkah aku menjenguk anakmu yang sakit?` tanya Marwah.
Lelaki itu mengajak Ibu Marwah melihat anaknya yang tergolek lemah.
Lalu Marwah berkata, `Aku masih memiliki mahar dari suamiku yang masih bisa dijual. Aku berikan kepa¬damu untuk biaya pengobatan anakmu,` Marwah menyerahkan sebuah kantong mungil kepada lelaki itu.
`I... i... ibu...,` lelaki itu menangis terharu.
`Obati anakmu sampai sembuh,` lalu Marwah pergi.