Suatu hari, Ali, seorang pedagang di pasar pulang ke rumah dengan tangan hampa. Kali ini, dagangannya tidak laku sama sekali. Ketika sampai di rumah, dia bertanya pada istrinya, "Wahai Istriku, hari ini daganganku tidak laku. Apakah kau masih menyimpan uang untuk membeli makan bagi keluarga kita?"
Rozimah, istrinya, lalu berjalan menuju kamar, "Aku masih menyimpan tiga dirham lagi, Suamiku. Apakah cukup untuk membeli makanan untuk kita sekeluarga?" tanyanya.
"Insya Allah, biarlah aku yang akan membelanjakan¬nya. Semoga aku bisa membeli sesuatu dengan uang ini untuk makan malam nanti."
Ali mengambil uang di tangan istrinya dan ke luar rumah untuk berbelanja makanan. Di tengah jalan, dia bertemu seorang laki-laki.
"Wahai Tuan, apakah kau mau memberi uang untukku? Keluargaku kelaparan. Semoga Allah membalas kebaikanmu," kata lelaki itu.
Tanpa pikir panjang, Ali langsung memberikan uang tiga dirham itu. Kemudian, Ali pulang tanpa membawa apa pun ke rumah. Melihat suaminya pulang tanpa membawa apa pun, Rozimah bertanya, "Wahai Suamiku , mana makanan untuk makan malam kita?"
"Istriku, maafkan aku. Aku sudah memberikannya kepada lelaki yang keluarganya kelaparan."
"Uang kita hanya tinggal tiga dirham itu?" kata Rozimah sambil menangis.
"Wahai Istriku, janganlah merasa menyesal dengan apa yang kulakukan. Cukuplah Allah yang akan memberikan balasannya. Keluarga lelaki itu kelaparan, sedang¬kan keluarga kita hanya tidak makan malam saja."
"Wahai Suamiku yang berhati mulia, aku menangis bukan karena menyesal. Namun, aku merasa terharu karena kau memiliki hati yang sangat mulia. Ya, cukup Allah yang akan memberikan balasannya."
"Semoga Allah ridha dengan apa yang kita lakukan," kata Ali.
Setelah itu, Ali pamit kepada istrinya untuk menemui sahabatnya. Tiba-tiba, datang seorang lelaki membawa seekor unta.
"Hai Ali, apakah kau berminat dengan unta ini?" tanya lelaki itu.
Ali melihat unta yang terlihat besar dan sehat itu, "Meskipun aku tertarik, aku tidak memiliki uang untuk membelinya," jawab Ali.
"Tidak masalah, Sahabatku. Aku akan memberikan unta ini kepadamu dan kau bisa membayarku jika untanya sudah laku. Kau adalah pedagang yang cerdas. Aku yakin unta ini akan cepat laku di tanganmu," kata laki- laki itu.
"Benarkah? Memangnya berapa harganya?" tanya Ali terkejut, sekaligus senang dengan tawaran itu.
"Seratus lima puluh dirham dan unta ini bisa laku hingga tiga ratus dirham," jawab si pemilik unta.
"Baiklah, aku akan membelinya." Lalu, Ali mengambil unta itu dan kembali beijalan.
Baru beberapa langkah saja, seorang Badui menghampirinya.
"Wahai Ali, apakah kau akan menjual unta ini?" tanya Badui itu.
’Ya, benar."
"Unta yang kaupegang sungguh besar dan sehat. Be¬rapakah kau menjualnya?" tanya Badui itu. Ali terpikir saran yang diberikan oleh laki-laki penjual unta itu.
’Tiga ratus dirham," kata Ali.
"Harga yang sepadan. Aku akan membelinya." Tanpa banyak berpikir, orang Badui mengeluarkan uang dari sakunya.
"Alhamdulillah." Ali memanjatkan puji syukur kepada Allah. Lalu, dia membeli, makanan untuk keluarga dan segera pulang ke rumah.
Rozimah kaget dengan makanan yang dibawa sua¬minya, "Apakah kau berutang kepada sahabatmu? Dari mana makanan sebanyak ini?"
"Ini yang dinamakan balasan dari Allah, Istriku yang salihah," lalu Ali menceritakan mengenai pertemuannya dengan penjual unta itu.
Mereka pun semakin yakin dengan kekuasaan Allah dan tak henti-hentinya mengucap syukur.
"Kemurahan hati adalah dari (harta) kemurahan hati dan pemberian Allah. Bermurah hatilah niscaya Allah bermurah hati kepadamu. "
-HR Ath-Thabrani