Seorang pemimpin yang arif sedang berkeliling mengitari wilayah kepemimpinannya. Tiba-tiba, seorang penduduk menghampirinya dengan terburu-buru dan mengadu kepadanya.
"Wahai pemimpinku, aku telah dizalimi," katanya.
"Apa yang telah terjadi?" tanya pemimpin itu.
Lelaki tua itu lalu berkata, "Seseorang telah merampas milikku. Orang itu sangat kuat sehingga aku sangat takut untuk mengambil kembali milikku. Aku ingin kau membantuku mengambilkannya," ujarnya meminta tolong.
Pemimpin yang arif itu lalu mengikuti langkah si lelaki tua dan menghampiri orang yang ditunjuk olehnya sebagai orang yang merampas hak. Orang yang berbadan besar dan berwajah seram itu tahu bahwa sang pemimpin kota yang menghampiri dirinya. Ia tidak berani membantah ketika sang pemimpin menyuruhnya mengembalikan milik si lelaki tua. Dia lalu mengembalikannya kepada si lelaki tua. Namun, sepeninggal si pemimpin, orang itu menampar lelaki tua dengan kasar.
"Rasakan pembalasanku," ujarnya dengan marah.
Lelaki tua mengaduh. "Mengapa kau menamparku?"
"Sebab kau sudah mengadu dan membuatku malu!" teriaknya.
Tamparan serta suara mengaduh itu terdengar oleh sang pemimpin. Bergegas sang pemimpin kembali ke tempat tersebut.
"Apa yang teijadi?" tanya pemimpin sambil memandang lelaki tua.
Lelaki tua itu kembali mengadu, "Orang ini telah menamparku."
"Kalau begitu, balas tamparannya," kata pemimpin arif itu.
Lelaki tua menjawab, ’’Tidak perlu pemimpinku, aku sudah memaafkannya."
Sebenarnya, jauh di lubuk hatinya, dia hanya tidak berani melakukan itu sebab khawatir sepeninggal sang pemimpin dia akan diperlakukan lebih kasar oleh orang muda itu.
"Biarlah, aku sudah memaafkannya," ucapan itu kembali diulangi dengan nada lirih.
Tiba-tiba, sang pemimpin menampar orang muda itu. Plaaaak...! Pemuda itu tersungkur ke tanah. Sebagai pemimpin, dia peka bahwa lelaki tua itu tidak ikhlas mengucapkan kata maaf dan dia merasa harus menegakkan keadilan.
"Wahai pemimpin yang arif, bagaimana mungkin kau menamparku sedangkan dia sudah memaafkanku?" tanya orang muda itu tidak mengerti. Dia sama sekali tidak menduga akan mendapatkan tamparan dari pemimpinnya yang terkenal arif dan bijaksana.
"Meskipun lelaki tua itu sudah memaafkanmu, tamparan ini harus tetap dilakukan sebagai tuntutan hukum. Ini adalah hak seorang pemimpin dalam menegakkan hukum dan keadilan," katanya dengan bijak.
"Setiap pemimpin berkewajiban untuk menegakkan keadilan, memberantas kezaliman, dan menerapkan hukum-hukum syari’at serta yang berkaitan dengan hak dan kewajiban rakyat yang dipimpinnya. "